Lihat ke Halaman Asli

Tangan Takdir

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gadis,

Dua malam lalu kau hadir dalam mimpiku

Mengenakan kerudung hitam dan baju terusan warna ungu

Seperti kala awal kita jumpa dulu

Tanpa sengaja tentunya

Entah apa yang membuatmu tak kuasa menatapku

Aku tak dapat mengartikan ketertundukanmu

Berbahagialah dengan pilihanmu,

Sebab aku sendiri pun telah memilih jalanku

Kau bisa memulainya dengan senyum kecil pada cermin kamarmu

Gadis,

Bukan, bukan maksudku ‘tuk mengganggu

Tangan takdirlah yang memempertemukan antara aku, kau, dan dia

Pada genggaman waktu yang sama

Membalik pasir waktu bukanlah kuasa kita

Berteman bukanlah keputusan yang menyakitkan, kukira

Apalagi kita telah menjalaninya sejak sekian lama

Apa yang perlu kau risaukan dari keputusan itu?

Jika mereka membuatmu tak yakin, ragu

Kau pernah ceritakan padaku betapa kau takut akan gelap

Nyatanya kau mampu mengatasi sendiri ketakutanmu itu

Namun jika keraguan itu mencul dari dirimu sendiri,

Kau tahu,

Yakinlah kau mampu memilih mana yang terbaik untukmu

Jujurlah, meski untuk dirimu sendiri

Wahai gadisku,

Manakala dalam balutan sepi kerinduanmu ia hadir

Terselip di balik ingatan,

Menyaru pada senyum seorang tak dikenal di tikungan jalan,

Ialah kekasihmu

Meski tak kau miliki ianya.

(Seonggok puisi yang kutemukan dalam lipatan waktu. Kukira ialah dari tulisan semester lalu)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline