Lihat ke Halaman Asli

Di Depan Pak Hakim, Sujud Syukur Baru Pingsan

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1311735759654685646

Bagi kebanyakan terdakwa, mendengarkan vonis Pak Hakim ketika putusan dibacakan adalah saat-saat yang mendebarkan karena detik-detik itulah nasibnya akan ditentukan oleh ketukan palu Pak Hakim. Setelah amar putusan dibacakan, berbagai reaksi bisa ditunjukkan oleh terdakwa. Ada yang cuma bisa terpana karena pidana yang dijatuhkan terlalu berat bagi dia, sebaliknya ada yang bisa bernafas lega karena pidana yang dijatuhkan menurut terdakwa sudah setimpal dengan kesalahannya. Reaksi yang tidak lazim dari terdakwa juga kadang-kadang dijumpai di ruang sidang sesaat setelah putusan dibacakan. Pernah ada terdakwa kasus pembunuhan tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Rupanya yang dikeluarkan adalah kitab suci Al Qur'an lalu si terdakwa tersebut menaruh kitab suci di kepalanya dan bersumpah sambil teriak-teriak kalau ia tidak bersalah. Tapi anehnya terdakwa tersebut tetap menerima putusan meskipun ia dihukum 20 tahun penjara. Bukankah dia seharusnya banding kalau memang tidak bersalah! Kadang pula dijumpai terdakwa sujud syukur pertanda sangat gembira dengan amar putusan yang dibacakan oleh Pak Hakim. Mungkin karena terlalu gembira, ada saja yang sujud syukur tidak menghadap kiblat melainkan sujud ke arah majelis hakim yang memutus perkara. Makna sujud syukur tersebut tentulah terdakwa sendiri yang lebih tahu, apakah ekspresi terima kasih kepada Pak Hakim, atau benar-benar pertanda kesyukuran atas nikmat Tuhan ataukah sekadar simbolisasi kemenangan dia menyiasati, menyembunyikan atau bahkan membeli "kebenaran" selama proses persidangan berlangsung. Sehubungan dengan sujud syukur di depan Pak Hakim, ada kejadian yang benar-benar menunjukkan ketulusan seorang terdakwa melampiaskan kegembiraan setelah vonis pengadilan dibacakan. Terdakwa yang merupakan kepala kantor di salah satu unit kerja Departemen Keuangan  didakwa melakukan penghinaan karena telah memecat seorang tenaga honorer di kantornya. Menurut pertimbangan hakim, pemecatan itu memang telah menjadi wewenang dia dan telah dilakukan sesuai prosedur karena karyawan tersebut melakukan pelanggaran. Setelah Pak Hakim membacakan vonis bebas dan menyampaikan hak-hak terdakwa atas putusan, spontan saja terdakwa langsung sujud syukur, menangis  kemudian tiba-tiba tidak sadarkan diri hingga harus digotong keluar dari ruang sidang. Sebuah reaksi atas putusan Pak Hakim yang benar-benar alamiah, tanpa sandiwara. Reaksi lain yang bisa ditunjukkan oleh para terdakwa ketika selesai pembacaan putusan adalah "fenomena jabat tangan" kepada Pak Hakim yang telah mengadili perkaranya. Kalau tidak puas atas putusan, jarang sekali terdakwa yang menyodorkan tangan untuk salaman kepada Majelis Hakim, biasanya mereka langsung membuang muka lalu meninggalkan ruang sidang. Lain lagi kalau mereka merasa puas atas amar putusan, biasanya terdakwa atau para pihak yang berperkara langsung menyodorkan tangan untuk salaman dengan Pak Hakim. Makna jabat tangan itu pun tentu saja para terdakwa itulah yang tahu, sekadar salaman atau benar-benar ekspresi terima kasih buat Pak Hakim. Wajah lembaga peradilan bisa tercermin dari adegan-adegan kecil seperti yang penulis gambarkan di atas. Masih banyak cerita lain tentunya. Salam Kompasiana.....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline