Lihat ke Halaman Asli

Isu SARA Dapat Memecah Belah Persatuan Bangsa

Diperbarui: 20 Maret 2017   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama ini bangsa Indonesia dapat hidup rukun dengan persatuan yang terbina meskipun tumbuh dalam berbagai perbedaan yang ada. Pancasila telah menyatukan warga negara Indonesia dalam keberagaman yang diikat  dalam Bhineka Tunggal Ika.

Jika merujuk pada proses panjang kemerdekaan bangsa Indonesia, semua pihak terbukti ikut terlibat dalam membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajah. Mereka yang berjuang saat itu tidak mengenal suku, ras, maupun agama.

Para pahlawan saat itu memiliki tekad yang sama, bagaimana caranya mereka dapat mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Untuk perjuangan mulia tersebut, mereka tidak segan-segan mengorbankan harta, benda, tenaga, pikiran, bahkan nyawa sekalipun.

Kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan tersebut bertujuan untuk diwariskan pada generasi penerus dengan harapan negara ini dapat berdiri dengan kokoh dan bersatu, tanpa melihat perbedaan yang ada.

Namun sangat disayangkan, tujuan mulia para pahlawan tersebut saat ini ternodai oleh ulah segelintir orang dengan tujuan politik tertentu yang mulai menyemai bibit permusuhan lewat isu etnis dan sara yang dibangun. 

Seperti yang terlihat saat ini menjelang Pilkada DKI Jakarta, isu etnis dan agama sengaja dimainkan untuk menahan laju Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), salah satu kandidat terkuat yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah di Jakarta.

Kuatnya isu etnis dan sara yang dimainkan tentunya berpotensi besar untuk memecah belah bangsa menunuju jurang kehancuran. Seharusnya isu-isu seperti ini tidak perlu dimainkan jika para kandidat yang bertarung sebagai rival Ahok merasa memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Ahok disukai rakyat karena ia memiliki komitmen yang tinggi dalam mengusung biroraksi yang bersih, sudah terbukti lewat kerja nyata, dan membuat berbagai program yang berpihak pada kepentingan rakyat dengan berpijak pada ketentuan undang-undang yang ada.

Jika ingin dicintai rakyat, seharusnya para rival dapat berbuat yang terbaik pada masyarakat Jakarta. Seorang pemimpin tentunya tidak lahir dengan tiba-tiba, masa lalu seorang calon pemimpin tersebut akan menjadi ukuran bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya.

Semoga masyarakat Jakarta semakin dewasa dalam melihat fenomena politik yang terjadi saat ini. Jangan mudah di adu domba yang dapat memecah belah persatuan yang telah terbina dengan baik. Seorang pemimpin adalah nahkoda pemerintahan, bukan pemimpin agama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline