Puisi Hasan Buche
Setelah hujan menuntaskan zikirnya
menyisakan genang basah pada tanah
aku tengah melayang dalam angan gebu debu
membumbung kenikmatan hampa
asap sigaret dan aroma arabika
Di emper toko
dalam balut selimut dingin
dan jerit lapar yang menggigit-gigit
bocah pemulung khusuk
meniti tangga rindu sepenuh kalbu
menjejak satu-satu alif ba ta
menuju langit
menjumpa empunya semesta
Aku tidak mengenalnya. Tidak juga kamu.
Mana kita mau tahu. Kita telah terbiasa meniadakan keberadaannya.
Kita terbiasa memandangnya dina
karena busana nestapa melekat dirinya.
Aku dan kamu memang tak mengenalnya
Tak memandang dan mengabaikannya
Tapi penghuni langit sangat mengenalnya
Selalu membicarakan dan memujinya menyanjung dan mendoakannya
Bocah pemulung di emper toko
tangannya berkilau cahaya
lidahnya berlumur cinta
kalbunya bergemuruh rindu
Sehabis hujan
Dalam dingin dan lapar mengelepar
Dalam sabar yang lebar
Dalam diam diam-diam
meluluhlantakkan menara keangkuhan
menghisaptandaskan tumpukan lemak khianat
melumathaluskan tahta sel-sel dusta
Ya Rabb
hamba dina, buta,
berlumur dosa
ampunilah.
Cisauk, 01 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H