Tertawa ala Hasan Buche:
Teman Kecil
Di sebuah rumah duka. Seorang nenek terbujur kaku, meninggal. Anak, cucu, tetangga, dan kerabat dekat banyak yang berdatangan untuk ta'ziah.
Semua orang yang sudah melihat jenazah si nenek di ruang tengah, keluar dengan wajah sedih dibarengi heran.
Seorang wanita muda, cantik, Neng Pipih namanya, cucu dari si nenek, kelihatan sangat terpukul dan kebingungan. Ia terus menerus menangis. Dan curhat sekaligus meminta tolong kepada setiap peta'ziah.
Ia tidak mengerti apa yang terjadi sehingga keadaan satu tangan si nenek, yaitu tangan kanannya tidak bisa disilangkan seperti kebanyakan orang yang sudah meninggal. Posisinya tegak lurus, menjulang ke atas dan kaku dengan telapak tangan yang mengepal. Sementara satu tangan lainnya, yaitu tangan sebelah kiri, normal tersilang di depan dada. Padahal sudah dimandikan. Sangat aneh. Ganjil.
Amil, ustadz, tokoh masyarakat, bahkan hampir semua yang datang sudah berusaha mencoba membantu untuk memosisikan tangan kanan si nenek ke posisi sebagaimana mestinya. Tapi semua tidak berhasil. Semua orang yang sudah mencoba membantu, hampir menyerah. Hingga memasrahkan kondisi mayat si nenek apa adanya.
Namun di ujung kegelisahan, kebingungan, ketidakmengertian dan kepasrahan semua, seorang kakek seusia dengan almarhumah menerobos kerumunan seraya berkata dengan suara yang serak dan agak parau, "Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan jenazah teman kecil Engkong ini?"
Seorang perwakilan keluarga tampil memberikan penjelasan, "Ini, Kong, nggak tahu kenapa tangan kanan nenek gak bisa disilangkan seperti tangan kirinya. Sejak pertama didapati berpulang."
"Sakit?" Tanya Engkong.
"Sebelum meninggal kondisi kesehatan Nenek baik-baik saja, Kong. Cuma nenek sempat tidur lagi selesai salat Subuh. Yang sangat mengherankan, Kong, bibir nenek seperti sedang tersenyum sejak didapati meninggal hingga sekarang."