Konstuktivisme adalah suatu teori belajar yang menekankan bahwa para siswa sebagai pelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membangun secara individual, hal tersebut menurut carin dalam (Anggiamurti,2009), sedangkan Von Glaserfeld di dalam (Anggrimurti, 2009) bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau bentukan dari diri kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap para manusia yang ingin belajar atau mencari apa kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan suatu keinginan atau kebutuhan tersebut dengan bantuan ataupun fasilitas dari orang lain.
Dan seperti yang telah diketahui bahwasannya konstruktivisme sendiri merupakan persfektip yang berasal dari ilmu sosiologi, bukan persfektip yang "benar-benar berasal" dari ilmu hubungan internasional. Diangkatnya persfektip konstruktivisme dalam ilmu studi hubungan internasional, konstruktivisme dalam ilmu studi hubungan internasional, konstruktivisme dipandang memiliki beberapa poin yang penting yang dinilai dapat menjelaskan tentang aspek-aspek politik yang ada di dunia. (Reus smit,2001).
Berawal dari kritik dari berbagai persfektip pospositivis, dari teori posmodernisme dan teori kritis yang berkembang pada saat itu yang sekitar tahun 1980-an, teori persfektip konstruktivisme ini bermula. Dan pada perkembangan pada tahun inilah, diadopsinya sikap rasionalis oleh persfektip neorealisme serta neoloberalisme (Reus smit, 2001).
Kritikan yang dinyatakan oleh persfektip pospostivis bahwa aktor-aktor disosial juga adalah merupakan aktor dari atomistik yang berperan egois, yang dimana disini sebelum memasuki sebuah interaksi sosial, kepentingan haruslah terbentuk terlebih dahulu. (Reus smit, 2001). Hadir sebagai jembatan antara perspektif reflektivisme dan persfektip rasionalis, persfektip konstruktivisme menjadi "Via media" diantara kedua persfektip tersebut.
Konstruktivisme mengatakan dan benar menyakini bahwasannya peran individu telah tersusun seperti halnya pendapat dari rasionalis. Akan tetapi persfektip reflektivisme juga membawa aspek ontologis yang juga diterima oleh keterkaitannya dari penjelasan sebelumnya, seringkali persfektip konstruktivisme dipandang sebagai "teori jalan tengah" didalam ilmu hubungan internasional.
Konstruktivisme memandang dunia sosial sekarang ini, merupakan wilayah "antar subjektif" yang membuat masyarakat yang hidup dan menetap didalamnya merasa sangat berarti. Jill Steans Lioyd Pettiford (2009) beroendapat bahwasannya persfektip konsruktivisme memiliki beberapa asumsi dasar. Persfektip ini lebih meruncing pada sebuah persoalan terjadinya fenomena sosial.
Dalam hal yang menjadi perhitungan konstruktivisme cenderung menarik pada hal "realisme kritis" yang dimana merupakan epistemologis, pendapat dari suatu sudut pandang yang menyimpulkan dampak yang ada. (Steans dan pettiford, 2009)
Konstruktivisme sosial lebih mengedepankan fungsi ataupun peran dari istitusii, hal ini disebabkan institusi membentuk identitas "saktor" serta norma-norma yang ada, penjelasan dari persfektip konstruktivis sendiri dianggap radikal, yang dipandang sebagai persfektip jumiar dan kaum rasionalis pun berpendapat dan mengatakan bahwa "faktor material sangat besar perannya dalam terbentuk dan terciptanya sebuah kepentingan negara yang merupakan faktor penting yang datang dari norma" (Steans et-al,2005)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H