Lihat ke Halaman Asli

Egrang

Diperbarui: 21 Agustus 2024   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu, musyawarah telah mencapai kata mufakat. Egrang akan menjadi salah satu lomba yang diadakan dalam rangka peringatan agustusan. Berita itu disambut antusias Joko, bahkan mengalahkan antusiasnya menyambut perayaan agustusan itu sendiri.

Sehari setelah mengetahui hasil keputusan musyawarah, Joko segera mengambil egrangnya yang teronggok di dalam gudang. Membersihkan, mengecek kondisi, dan langsung saja memainkannya. Mulai saat itu, ia berlatih sepanjang hari. Pagi sebelum berangkat sekolah, sore sepulang sekolah, pagi hingga sore ketika akhir pekan.

"Mau berlatih dua puluh empat jam pun, kamu tetap tidak bisa mengalahkanku, Jok. Sudah istirahat saja kamu, ha... ha...," ejek Bayu, sang juara dalam lomba egrang tahun lalu.

Tentu Joko tidak mengindahkan ejekan itu, meski terus dilayangkan oleh Bayu ketika lewat di depan rumah Joko. Kebetulan rumah Bayu dan rumah Joko hanya dipisahkan dua rumah lainnya.

Latihan Joko semakin hari semakin membuatnya berada di level yang berbeda. Ia berlatih menaiki dan menuruni anak tangga. Lalu berjalan di saluran irigasi sawah dengan melawan arus. Ia mempersiapkan lomba egrang ini seakan-akan mewakili Indonesia di ajang olimpiade. Tidak ada yang mampu menghentikan jadwal latihannya kecuali panggilan ibunya untuk segera berangkat sekolah dan azan magrib.

"Heh, Jok! Jangan latihan terus, nanti kamu jatuh dan cedera baru tau rasa." Peringatan Bayu itu, tentu sama sekali tidak membuat Joko bergeming. Ia terus melanjutkan latihannya.

"Sandekala, Nak. Magrib dulu," perintah ibunya pada suatu sore.

Belum juga menjawab, Joko malah berteriak histeris. Ibunya segera berlari mendekati Joko. Tepat saat azan berkumandang, Joko terjatuh dari egrangnya. Kaki kirinya terpeleset dari pijakan. "Keseleo, Mak."

Kaki Joko membengkak. Ibunya memapah Joko ke dalam rumah. Mengompresnya dengan air dingin, lalu berinisiatif memanggil tukang pijit, namun Joko menolak. Ia lebih memilih untuk dibawa ke rumah sakit.

"Anak ibu harus beristirahat dulu, Bu. Setidaknya selama tiga hari, sampai benar-benar sembuh," ujar dokter yang menangani Joko.

"Tapi Joko mau ikut lomba egrang, Mak. Aduuuh...," pintanya sesampainya di rumah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline