Lihat ke Halaman Asli

Tumbal Wadas: Bertahan Sekeras Andesit Kala Aparat Menginvasi

Diperbarui: 10 Februari 2022   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istimewa.dok

Ini adalah sebuah pengantar untuk menghayati peristiwa yang sedang terjadi akhir-akhir ini. Peristiwa yang terjadi di Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, konflik yang menjadi pembicaraan panas banyak orang luas mengenai kekerasan dan krisis kemanusiaan. Dan hal itu nampaknya seperti sahih, bahkan wajib hukumnya untuk semua orang membicarakannya karena terfatwa dalam hukum kemanusiaan.

Apa sih yang sebenarnya terjadi di Wadas?

Banyak yang membahas soal Wadas, mengingat kata Wadas itu sendiri adalah kata dari serapan bahasa Jawa yang artinya cadas dengan kata lain merupakan lapisan tanah yang keras atau bebatuan keras yang terjadi dari padatan pasir atau tanah.

Kata cadas atau wadas disandangkan untuk sebuah nama desa, yaitu Desa Wadas, yang akhir-akhir ini tengah panas digosipkan banyak orang hingga media massa karena konflik yang terjadi antar masyarakat dan proyek pembangunan tambang. Pantas saja warga di sana keras menolak adanya proyek tambang, tanah di desa mereka mengandung batu andesit.

Desa Wadas, selain menyimpan deposit cukup tinggi bebatuan keras berupa andesit, rupanya masyarakat di sana juga menolak dengan keras adanya proyek penambangan batu andesit. Masyarakat Wadas dengan gigih mempertahankan tanah mereka meskipun pada akhirnya mereka harus mengorbankan kedamaian dan ketentraman hidup rukun mereka, bertahan dengan ikhtiar perjuangan-perjuangan mereka.

Jika Anda luput dari alur mula cerita konflik mereka, itu semua berhulu dari proyek pembangunan Bendungan Bener. Konon kabarnya, bendungan tersebut digadang-gadangkan akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia.

Mereka, warga Wadas menolak hanya karena mempertahankan ekosistem alam agar tetap terjaga, dan untuk keberlangsungan kelestarian hidup mereka yang lebih panjang (baik). Sebab, mega-proyek Dam yang akan dibangun setinggi 159 meter itu menggunakan bahan baku dari bebatuan andesit. Masalahnya, Desa Wadas dicaplok sebagai lokasi tambang andesit. Metode penambangan itu menggunakan blasing atau peledak dikhawatirkan mengancam sumber mata air yang berpotensi rusaknya lahan pertanian dan keberlangsungan hidup masyarakat.

Warga menolak, dan bukan menentang apalagi menantang. Aparat pun diterjunkan untuk menginvansi desa tersebut dengan dalih pengamanan Proyek Strategis Nasional (PSN) tambang batu andesit untuk mega-proyek Bendungan Bener karena teramanat berdasarkan keputusan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018. Secara bulus akal sehat, itu tidak terlepas untuk kemulusan kepentingan borjuasi.

Inilah yang terjadi, dilema yang kian sengkarut kejelimet. Demi spektakularisasi Sosio-Politik, dan demi keuntungan akumulasi kapitalisme. Masyarakat marjinal tereksklusi tata-ruang hidupnya, baik pada lanskip rural maupun urban.

Interdependen ditabrakan, represif ditindakan, flying victim dinarasikan, berdalih demi kepentingan kemajuan. Kekuasaan adalah urutan tertinggi dari presentase kaum borjuasi, kekuasaan adalah kapital yang tidak memiliki modal namun memberikan kemulusan di sirkuit pemodal. Karena kekuasaan memiliki alat kekuatan, baik fisik maupun non-fisik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline