Lihat ke Halaman Asli

Kilas Balik Demokrasi Pancasila

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu mengenai ideologi dan bentuk dasar pemerintahan bagi suatu negara telah muncul seiring perubahan jaman, saat masa yunani kuno mulai muncul filsuf-filsuf yang mulai menggagas mengenai bentuk dasar pemerintahan yang harus ditetapkan oleh suatu negara untuk mencapai kemakmuran. Socrates, Plato, Aristoteles muncul secara berurutan dengan membawa buah pemikiran mereka mengenai suatu bentuk dasar pemerintahan yang dapat mengantarkan suatu negara menuju tingkat kesejahteraan yang selalu didambakan oleh tiap negara. Pemikiran mengenai Aristokrasi, Ohklokrasi, Tirani, Monarki, Demokrasi telah muncul pada jaman ini. Ketika isu mengenai bentuk dasar pemerintahan telah tersebar luas, maka mulai muncul gagasan-gagasan mengenai dasar negara yang akan menjadi tumpuan negara dalam menjalankan roda pemerintahan, sebenarnya ideologi sudah lama ada, hanya saja memang tidak(belum)diketahui siapa yang menggagasnya. Anarkisme dinobatkan sebagai ideologi tertua dengan sistem hukum rimbanya, ketika memasuki era yang berbeda muncul Absolutisme yang menempatkan raja sebagai penguasa satu-satunya, hidup matinya negara tersebut tergantung kepada pemegang kekuasaan. Ideologi ini pun bertahan sangat lama, banyak negara ataupun kerajaan di dunia yang menerapkan ideologi ini, akibatnya muncul kesenjangan yang sangat jauh antara kaum atas dan kaum bawah, hal inilah yang kemudian memicu kekuasaan yang diktator.

Kaum Borjuis di Prancis sebagai penggagas ideologi Liberal muncul dengan berbagai teorinya bahwa kepentingan tiap individu di atas segalanya sehingga haruslah dijamin dan dilindungi oleh negara, ideologi ini terus berkembang diberbagai negara di dunia, perkembangan paham ini adalah paham Individualistik dan Kapitalistik. Akibat menjamurnya ideologi ini maka muncullah golongan-golongan elit dan buruh dalam suatu negara, sehingga karena terlalu mementingkan kepentingan individu maka yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Ditengah terkotak-kotaknya masyarakat dalam suatu negara, muncul Karl Marx dengan membawa gagasannya mengenai kehidupan dimana harus sama rata sama rasa, tidak ada kelas yang lebih tinggi atau lebih rendah, semuanya adalah milik bersama yang kemudian kita kenal dengan aliran Marxisme. Paham inipun kemudian berkembang menjadi beberapa aliran yaitu Sosialisme dan Komunisme. Implementasi dari ajaran ini pertama kali dilakukan oleh Lenin dan selanjutnya dilanjutkan oleh Stalin di Uni Sovyet yang kita kenal dengan ajaran Komunis.

Indonesia ditengah bangsanya yang multikultur berusaha untuk menyeimbangi kedua paham ini, Pancasila dijadikan jalan tengah diantara keduanya, menjamin hak individu dengan tidak mengesampingkan kepentingan bersama. Paham inipun kemudian terbukti tepat, bahkan banyak negara- negara besar yang hampir “meniru” ideologi Indonesia ini, Amerika yang menggunakan kapitalistik mulai renggang dengn memperhatikan kehidupan buruh, tentu hal ini telah bersinggungan dengan sosialis, begitu juga Cina yang terkenal dengan paham Komunisnya, dalam sistem ekonominya pun mulai mengarah ke Kapitalis.

Maka keputusan Pancasila sebagai dasar negara adalah hal yang sangat tepat mengingat negara besar mulai beralih ideologi, hanya saja bagaimana implementasi ideologi yang disebut jalan tengah ini?? Jika melihat keadaan negara Indonesia saat ini, salah ideologikah? Atau bangsa? Perlu bagi kita merenungkannya, maka sedikit pembahasan mengenai Pancasila dan demokrasi ini akan sedikit bisa membantu.

Kisruh BPUPKI

Pancasila sebagai dasar dari negara Indonesia dari awal pembentukan hingga setelah terbentuk dan telah memasuki masa kemerdekaan tetap mengalami banyak perdebatan, perdebatan awal mengenai pancasila pada awalnya telah terjadi di BPUPKI (Mahfud, 2010: 4). BPUPKI sendiri terbentuk adalah sebagai pemenuhan janji pemerintah Jepang terhadap Indonesia yaitu kemerdekaan tanpa syarat, yang diberikan kepada Indonesia sebagai “kado ulang tahun” dari kaisar Hirohito pada tanggal 29 April 1945 dan kemudian direalisasikan dalam pembentukan suatu badan yang akan menangani masalah persiapan kemerdekaan bagi Indonesia. BPUPKI sendiri dalam sejarahnya telah bersidang sebanyak dua kali (sidang BPUPKI pertama tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 yang kemudian dilanjutkan dengan rapat kedua pada tanggal 17 Juli 1945) guna untuk merumuskan dasar negara Indonesia.

Pada sidang BPUPKI pertama (29 Mei – 1 Juni 1945) telah gagal mengambil kesepakatan karena telah terjadi perdebatan yang memunculkan perbedaan pandangan sehingga tidak mencapai titik temu tentang dasar negara bagi bangsa Indonesia yang saat itu akan dimerdekakan. Karena kegagalan itulah maka BPUPKI membentuk panitia 8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas menginventariskan usul-usul para anggota yang dalam praktiknya sekaligus mecari kompromi dan merumuskan dasar negara dan Undang-Undang Dasar negara. Panitia 9 sendiri terbentuk ketika Soekarno dengan inisiatif pribadi menunjuk 9 orang yang berkumpul di Jakarta yang kemudian diminta untuk merumuskan Mukadimah Undang-Undang Dasar dan kemudian disyahkan pada tanggal 14 Juli 1945 dengan menyepakati isinya sebagai dasar negara. Pengesahan rancangan Undang- Undang Dasar dan semua keputusan sidang pleno II lainnya dilakukan oleh BPUPKI pada akhir sidang pleno tersebut tanggal 17 Juli 1945 (Mahfud, 2010: 5). Maka kita dapat melihat bahwa panitia resmi (panitia 8) bentukan BPUPKI bukanlah panitia yang telah merumuskan piagam Jakarta, tetapi panitia yang telah berhasil merumuskan piagam Jakarta tersebut adalah panitia yang terbentuk atas inisiatif dari Soekarno yang kemudian kita kenal dengan nama panitia sembilan.

Siapa penggagas Pancasila?

Kontroversi tentang siapa penggagas Pancasila bukanlah isu baru, perdebatan mengenai orang yang pertama kali mencetuskan dasar negara ini telah berlangsung dari jaman ke jaman, bahkan pada suatu pemerintahan banyak pihak saling mengklaim tentang siapa yang mencetuskan istilah Pancasila untuk kepentingan politik pemerintah yang berkuasa. Perdebatan mengenai siapa yang mencetuskan pancasila tentu dapat mengganggu kekondusifan masyarakat Indonesia yang memang multikultural sehingga amat rawan dengan sebuah konflik, sangat dikhwatirkan apabila tradisi saling klaim ini dapat memunculkan golongan-golongan tertentu yang dapat merongrong fungsi Pancasila itu sendiri sebagai pemersatu bangsa yang majemuk ini.

Maka menjadi tugas yang sangat penting bagi kita semua untuk mengungkap kebenaran dari perdebatan ini, tentu dengan tidak menggunakan analisis yang subjektif agar tidak tambah menimbulkan konflik. Akan menjadi tugas yang berat juga bagi cendekiawan muda saat ini untuk menanamkan jiwa Pancasilais agar tidak terkotak-kotakan dalam perdebatan ini. Ada baiknya kita melihat secara historis mengenai penggagas Pancasila dalam rapat BPUPKI diantara perdebatan yang dapat kita analisis yaitu perdebatan antara Moh, Yamin dan Soekarno.

Pada masa orde baru dikesankan bahwa penggali dan penemu pancasila itu adalah Yamin, hal ini tentu berakibat pada pidato bung Karno mengenai lahirnya Pancasila dan peringatan hari Pancasila tersebut dihapuskan. Muatan politik dalam hal ini tentu terasa sangat kental mengingat pemerintahan orde baru mencoba untuk menenggelamkan paham Soekarnois dari rakyat Indonesia padahal banyak kalangan yang berpendapat bahwa Moh Yamin tidak menyampaikan gagasan mengenai Pancasila, memang sempat berbicara namun hanya sebentar. Gagasan Moh. Yamin sendiri diambil dari bukunya karangannya sendiri yaituNaskah Undang-Undang Dasar yang kemudian dibantah oleh Hatta yang mengatakan bahwa buku tersebut adalah hasil pemikiran dari panitia sembilan( Mahfud, 2010 : 10-11). Dengan begitu maka pandangan bahwa penggali Pancasila adalah Moh. Yamin tidak lebih dari upaya gerakan-gerakan politik masa orde baru.

Lain halnya dengan para Soekarnois yang tetap berpegang teguh bahwa Soekarno adalah penggali istilah Pancasila, tentu hal ini tidaklah secara keseluruhan benar mengingat bahwa Soekarno sendiri memiliki pandangan yang berbeda dalam memahami hierarkis piramidalyang ada dalam Pancasila. Selain itu Soekarno sendiri tidak begitu konsisten dengan jumlah sila dalam Pancasila itu sendiri, beliau mencoba untuk melakukan pemerasan terhadap jumlah sila dalam Pancasila, beliau mencanangkan untuk menjadikan Tri sila atau bahkan hingga Dwi sila (Mahfud, 2010: 13-17). Hal ini tentu menunjukkan bahwa Soekarno bukanlah penggagas asli dari Pancasila itu sendiri.

Perdebatan diatas mungkin dapat kita hindarkan apabila kita juga melihat peran dari panitia 9 yang merupakan bentukan Soekarno, memang benar bahwa Soekarno pernah memerintahkan Yamin untuk menyusun mukadimah namun ternyata teks buatan Yamin terlalu panjang dan kemudian ditolak oleh panitia 9, sehingga panitia sembilan yang menyusun bersama-sama teks mukadimah tersebut, dan kemudian dijadikan sebagai pembukaan UUD 1945 yang (setelah pergantian tujuh kata) berlaku saat ini. Dalam mukadimah tersebut rumusan dasar negara (Pancasila) sebelumnya berbunyi,”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan dan dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari berbagai penjelasan tersebut maka kita dapat menarik kesimpulan, bahwa sesungguhnya tidak seharusnya Pancasila yang telah menjadi dasar negara kita selama ini terus menerus saja diperdebatkan, Pancasila bukanlah buatan Yamin atau semata-mata karya Soekarno melainkan adalah karya bersama yang didasarkan pada semangat untuk sebuah keutuhan bangsa. Akan menjadi sebuah kemunduran apabila kita selalu memperdebatkan permasalan ini.

Pancasila Dasar Negara

Pancasila muncul ditengah-tengah “kegalauan’ Bangsa Indonesia dalam memilih pijakan negara, ketika bangsa Indonesia harus memilih berdiri dengan ideologi Liberal atau Sosialis. Maka Pancasila muncul dengan membawa jawaban untuk mengambil jalan tengah diantara kepentingan individu dan kepentingan bersama. Pancasila membawa konsep dengan tetap mementingkan kepentingan individu dngan tidak melanggar kepentingan bersama. Pancasila sebagai dasar negara telah memberikan wadah bagi bangsa yang multikultural untuk dapat hidup berdampingan, mengedepankan aspek toleransi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara telah meluruskan cita-cita bangsa, menjadi kaidah bagi terbentuknya hukum di Indonesia yang akan tersusun dalam hukum nasional.

Dari Pancasila dasar negara itu lahir sekurang-kurangnya empat kaidah penuntun dalam pembuatan politik hukum atau kebijakan negara lainnya (Mahfud, 2010 : 26) yaitu:

1. Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi atau keutuhan bangsa baik secara ideologi maupun secara teritori.

2. Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun Demokrasi(kedaulatan rakyat)dan Nomokrasi(negara hukum) sekaligus. Indonesia adalah negara Demokrasi yang berarti menyerahkan pemerintahan dan penentuan arah kebijakan negara kepada rakyat melalui kontestasi politik yang sehat, namun Indonesia juga adalah negara hukum (Nomokrasi) sehingga setiap kebijkan negara yang dibuat atas nama rakyat haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan filosofi hukum yang mendasarinya.

3. Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Kebijakan umum dan dan politik hukum haruslah didasarkan pada prinsip toleransi beragama yang berkeadaban. Indonesia bukanlah negara agama sehingga tidak boleh melahirkan kebijakan atau plitik hukum yang berdasar atau didominasi oleh satu agama tertentu atas nama apapun, tetapi bangsa Indonesia juga bukan sebuah negara sekuler yang hampa akan agama sehingga setiap kebijakan atau politik hukumnya haruslah dijiwai oleh ajaran berbagai agama-agama yang bertujuan mulia bagi kemanusiaan.

Demokrasi

Istilah negara Demokrasi bukanlah merupakan kalimat yang asing bagi bangsa Indonesia. Konsep kasar negara Demokrasi masa modern adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Negara Demokrasi sendiri telah menawarkan konsep kehidupan dalam berbangsa dan bernegara yang lebih baik dengan melibatkan rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan. Negara Demokrasi memberikan kedaulatannya kepada rakyat, rakyat adalah pemegang sepenuhnya kedaulatan tersebut.

Setidaknya ada tiga asumsi umum yang lekat dengan konsep Demokrasi (Zuhro, 2010 : 9), yaitu;

1. Demokrasi tidak hanya penting dan mungkin merupakan bentuk terbaik pemerintahan yang bisa diciptakan, melainkan juga merupakan suatu doktrin politik yang menguntungkan banyak negara.

2. Demokrasi sebagai sistem politik dan pemerintahan memiliki sejarah panjang, berakar dalam sejarah Yunani kuno. Sebagai bentuk yang ideal, meskipun mungkin bukan sebagai suatu sistem, Demokrasi bertahan melalui lingkungan politik yang tidak ramah.

3. Demokrasi dipandang sebagai sistem yang natural/alami sehingga bila orang di negara manapun memenangkan kebebasan untuk memilih setiap sistem politiknya, mereka akan memilih demokrasi.

Demokrasi juga dikaitkan dengan penyelenggaraan negara yang baik atau sistem politik yang ideal dan bahkan nyaris ‘sempurna’. Akan tetapi, Demokrasi sebenarnya juga terkait dengan gaya hidup serta gaya hidup masyarakat tertentu yang mengandung unsur-unsur moral. Oleh karena itu demokrasi juga mengandung nilai-nilai tertentu yang dianggap baik oleh masyarakat. Meskipun definisi demokrasi yang disampaikan oleh beberapa pakar tersebut cukup variatif, pada prinsipnya ada kesamaan pandangan mengenai kriteria atau nilai-nilai universal demokrasi yang mengacu pada nilai-nilai universal tersebut seperti (Zuhro, 2010 : 17-26),

1. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik

2. Penghargaan terhadap hak-hak individu

3. Pemilihan pemimpin secara berkala, jujur dan adil

4. Persamaan kedudukan didepan rakyat

5. Kewarganegaraan yang setara

6. Partai politik

7. Transparansi dan akuntabilitas pemerintahan

8. Desentralisasi dan otonomi daerah

9. Media yang independen dan bebas

Maka lain halnya dengan pendapat Plato dan Aristoteles, filsuf Yunani tersebut berpendapat bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang buruk, karena menyerahkan pemerintahan kepada rakyat dalam hal ini tidak mengetahui sama sekali tentang pemerintahan ( Soehino, 2005: 9-10). Menurut mereka, ketika kekuasaan tersebut diserahkan kepada rakyat maka rakyat akan memegang sepenuhnya kedaulatan sehingga Undang-Undang yang seharusnya mengatur mereka tidak akan mampu bertahan, karena rakyatlah yang akan mengendalikan Undang-Undang tersebut. Ketika rakyat yang begitu banyak menjadi raja(menjadi satu)maka mereka akan mengendalikan roda pemerintahan bukan berdasarkan kepada pribadi-pribadi mereka, tetapi berdasarkan kelompok.

Saat rakyat mengalahkan peraturan – peraturan dengan menggunakan keputusan- keputusan mereka maka negara tersebut akan rentan dengan munculnya pribadi-pribadidemagog (pribadi penghasut) (Abigail dan diane, 2005), hal inilah yang menjadikan negara akan mudah terombang-ambing karena banyak pihak yang berperan sebagai demagog untuk kepentingan kelompok mereka.

Pancasila dan Demokrasi di Indonesia

Demokrasi muncul di Indonesia sebagai bentuk dasar pemerintahan yang menampung sifat-sifat primordial, maka akan menjadi suatu kewajaran apabila Demokrasi yang kita anut sekarang adalah Demokrasi Pancasila. Dalam konsep Pancasila sendiri menawarkan gagasan mengenai tidak adanya perbedaan suku, ras, etnis, agama, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Namun juga tak bisa dipungkiri bahwa Demokrasi itu sendiri adalah sistem yang”terpaksa” dipilih bukan hanya oleh Indonesia tetapi juga oleh negara-negara di dunia.

Demokrasi tetaplah menjadi pilihan “jelek” diantara pilihan lain yang lebih jelek seperti Oligarki, Monarki Absolut, Autokrasi, Aristokrasi, Okhlokrasi dan terutama Tirani hal ini dikarenakan dalam Demokrasi masih menghargai hak-hak dan pilihan-pilihan rakyat meskipun dengan segala kekurangan dan kebodohannya. Konstitusi kita memang menganut prinsip Demokrasi (kedaulatan rakyat) sekaligus Domokrasi (kedaulatan hukum) seperti yang diatur dalam pasal 1 ayat 2 dan 3 UUD 1945. Demokrasi merupakan penyerahan sepenuhnya keputusan kepada rakyat dan nomokrasi adalah penyerahan kepada hukum untuk pelanggaran terhadap demokrasi dan hak-hak rakyat, Demokrasi dan Nomokrasi haruslah diterima sebagai dua sisi dari sekeping mata uang ( Mahfud, 2010: 412).

Indonesia sendiri tetap barada dalam koridor negara Demokrasi, Demokrasi yang Indonesia anut adalah Demokrasi Pancasila, maka penggabungan antara ideologi yang“dianggap” paling ideal diantara ideologi yang lain dengan dasar negara Pancasila yang juga “dianggap” jalan tengah yang mampu menjadi penjelmaan aspirasi rakyat Indonesia tersebut benar-benar mampu menciptakan tujuan dan cita-cita bangsa ini. Mengapa harus Pancasila yang digabungkan dengan demokrasi? Karena Pancasila merupakan suatu pengertian yang bulat yang tidak dapat dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Selaku dasar negara dan alat pemersatu bangsa mempunyai sifat statis tetapi juga mengandung suatu dinamika dan merupakan “leidstar”(bintang pimpinan)yang mengkhitmati jiwa kita didalam kehidupan dan perjuangan kita sepanjang sejarah hingga saat ini. Kelima sila Pancasila tersebut memang lahir dari kpribadian bangsa Indonesia sehingga ia mendasari dan menjiwai, ia jalan yang riil dan tujuan yang penuh dengan daya penarik, ia merupakan kesatuan antara realisme dan idealisme ( Pamoe, 2002 : 436).

Bagaimanakah sebenarnya demokrasi Pancasila tersebut? Tidak ada hal yang mendasar yang dapat membedakan antara Demokrasi menurut ahli-ahli ideologi dengan demokrasi Pancasila itu sendiri. Demokrasi Pancasila sama halnya dengan Demokrasi pada umumnya, menghormati dan menjamin hak serta kewajiban rakyat, melindungi kepentingan bersama, dimana rakyat berkedudukan sebagai pemegang kedaulatan. Kita menggunakan Demokrasi Pancasila dikarenakan Pancasila tersebut lahir dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri, serta cita-cita luhur bangsa Indonesia yakni mampu mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, bedaulat, adil dan makmur.

Memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam kerangka Demokrasi tentu diharapkan mampu menjadi penyeimbang sekaligus tetap memberikan ciri khas demokrasi dalam masyarakat yang sangat multikultur ini. Selain itu The Founding Fathers bahkan meletakkan nilai-nilai Pancasila disamping tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945, dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila tersebut tentu dalam rangka mencapai tujuan negara Indonesia tetap menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam mengambil sebuah kebijakan. Memang didalam Pancasila meletakkan hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama, apakah hal ini bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang hidup ditengah masyarakat yang multikultur? Tentu tidak, negara yang berdasarkan Pancasila bukanlah negara sekuler karena mengakui dan memberikan tempat pada religi. Tetapi hal ini bukan berarti juga bahwa negara itu adalah negara agama, sebab negara tidak mendasarkan diri atas sesuatu agama tertentu. Negara yang berdasarkan Pancasila adalah negara yang “potentieel religieus”yakni memberikan kondisi yang sebaik-baiknya bagi kehidupan dan perkembangan religi (Pamoe, 2002: 425).

Bukan hanya Pancasila yang bertindak sebagai “pengawal” jalannya Demokrasi di Indonesia, tetapi Demokrasi juga menjadi “ pelengkap” bagi terjaminnya keidealan Pancasila sebagai dasar negara. Maka dengan begitu sesungguhnya antara Demokrasi dan Pancasila sendiri telah memanunggaling menjadi satu-kesatuan yang memiliki visi dan misi yang sama, artinya bahwa telah terjalin simbiosis mutualisme dalam mengantarkan Indonesia untuk mencapai tujuan dan cita-citanya, sebagaimana dikatakan oleh Bung Karno bahwa ada tiga poin tentang hubungan demokrasi dan Pancasila itu sendiri, 2002 : 286), yaitu;

1. Demokrasi didalam Pancasila adalah bukan sekedar Demokrasi dalam arti kata yang formal-formalnya tanpaa moral dan tanpa tujuan. Demokrasi yang ada didalam Pancasila adalah Demokrasi yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang Berkebangsaan, Berperikemanusiaan dan yang Berkeadilan sosial.

2. Demokrasi yang tidak berKetuhanan Yang Maha Esa akan kehilangan dasar moral yang bersumber kepada watak religius bangsa Indonesia, demikian dengan Bemokrasi yang tidak berperikemanusiaan. Demokrasi yang tidak berkebangsaan akan membahayakan kepentingan nasional dan demokrasi yang tak berkeadilan sosial akan menghidupkan merajalelanya demokrasi politik dan liberal.

3. Bahwasanya Demokrasi didalam Pancasila itu adalah bukan sekedar Demokrasi formil belaka, melainkan juga demokrasi materiil, terbukti dalam berbagai pasal dalam ketiga UUD kita. Unsur-unsur Demokrasi materiil didalam berbagai pasal dari UUD kita adalah;

· Persamaan hak-hak politik

· Persamaan hak-hak kewarganegaraan

· Persamaan sosial

· Persamaan ekonomi

· Persamaan kebudayaan.

Ketika demokrasi Pancasila telah memenuhi ketiga poin yang diajukan oleh Soekarno tersebut maka Demokrasi yang ideal akan benar-banar dapat kita rasakan. Demokrasi Pancasila bukan hanya sekedar pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, melainkan memiliki cakupan yang lebih luas karena seluruh cita-cita dan tujuan luhur dari bangsa Indonesia turut mengawal berjalannya demokrasi tersebut. Namun ketika prinsip-prinsip dalam Pancasila tidak lagi ada dalam diri bangsa tentu tidak hanya cita-cita dan tujuan bangsa saja yang menjadi buram, tetapi juga kehidupan demokrasi yang karena tumbuh dalam bangsa multikultur yang rawan konflik tentu akan semakin memudar dan akhirnya tak tahu harus bagaimana bangsa ini kedepannya.

Kesimpulan

Sebagaimana Pancasila yang mengalami banyak perdebatan baik itu ketika sebelum memasuki masa kemerdekaan hingga bertahun-tahun setelah merdeka, begitu juga dengan demokrasi yang terus mengalami kontroversi apakah ideologi tersebut baik diterapkan pada sebuah negara atau tidak. Namun kenyataan saat ini Demokrasi tetaplah digunakan dibanyak negara termasuk Indonesia, dan mengesampingkan persoalan siapa yang menggali Pancasila bahwa pancasila dari awal kemerdekaan tetap menjadi “ Pengawal dan pedoman” bagi jalannya Demokrasi di negeri ini. Pemilihan Demokrasi Pancasila sebagai ideologi negara adalah sebuah tindakan yang tepat, mengambil jalan tengah diantara Individualisme dan Sosialisme dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur bangsa yang dituangkan dalam Pancasila seharusnya mampu menjadikan kita sebagai bangsa yang beradab, dan satu-satunya ke”jelek”an dari Demokrasi Pancasila adalah pencideraan terhadap nilai-nilai Pancasila dan Demokrasi itu sendiri!.

Daftar Pustaka

Mahfud MD, Moh, 2010. Konstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali Press.

Rahardjo, Pamoe, 2002. Revolusi Indonesia, Nasionalisme, Marhaen dan Pancasila.Yogyakarta: Galangpress.

Revitch, Diane dan Abigail Thernstrom, 2005. Demokrasi Klasik dan Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Rukiyati, M. Hum.,dkk, 2013. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Negeri. Yogyakarta; UNY Press.

Soehino, S.H, 2005. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Zuhro, R,Siti dkk, 2009. Demokrasi Lokal Perubahan dan Kesinambungan Nilai-Nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan dan Bali.Yogyakarta: Ombak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline