Lihat ke Halaman Asli

Haryo WB

Sinau Bareng

Pilpres 2024 "Semuanya Gara-gara Politik"

Diperbarui: 18 Desember 2021   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: dreamstime.com

Apa yang belakangan ini digambarkan oleh media massa sebagai kisruh politik, sandiwara politik, pertarungan demi kekuasaan, lobby penguasaan sektor strategis, kelanjutan perjalanan bangsa akibat pilpres 2014, politik bagi-bagi kekuasaan, polemik Presidential Threshold, dan berbagai rasa kerupuk renyah yang dikemukakan oleh sejumlah pengamat yang sebagian besar bias dan cenderung memiliki posisi kurang dapat diyakini obyektifitasnya adalah dinamika politik nasional yang perlu diperhatikan secara seksama dan hati-hati.

Hal ini bukan hanya demi keberlangsungan pembangunan Indonesia yang dicita-citakan menjadi negara maju sejahtera bermoral, melainkan demi keutuhan persatuan Indonesia.

Sistem politik telah mengalami proses reformasi yang dimulai tahun 1998, memutuskan untuk melakukan pemilihan Presiden langsung. Sebuah keputusan berani yang akan meninggalkan praktek politik elit yang menjauhkan pemimpin dengan rakyatnya. 

Namun keputusan tersebut juga mengandung resiko terjadinya perpecahan bangsa apabila suara rakyat juga terpecah secara tajam dengan perbedaan yang tipis. 

Mengapa perpecahan bangsa menjadi potensi yang patut dicermati dan hindari? Para kompasianer dan pembaca tentu lebih memahami suasana bathin yang belum sepenuhnya demokratis, egaliter, yang beratus tahun dipecah belah penjajah asing adalah cenderung untuk saling tidak menghormati, saling membenci dan curiga, yang tercermin dengan saling menghina dan saling jegal dengan segala cara melalui fitnah dan propaganda hitam yang semakin memperdalam sikap "berseberangan" antar kelompok.

'Semuanya gara-gara politik!' Itulah jawaban sederhana yang seringkali terdengar dari angkringan hingga resto mewah, terkait perdebatan sengit tentang apa yang menyebabkan negara kelihatannya sama, namun memiliki kesenjangan yang begitu besar dalam pembangunan ekonomi dan politiknya. 

Menggunakan berbagai contoh sejarah, mereka menunjukkan bagaimana perkembangan institusi--yang kadang terjadi karena desakan situasi yang sangat tidak disengaja--bisa memberi dampak yang begitu besar. 

Keterbukaan masyarakat, kerelaan elite politik untuk mengizinkan terjadinya penghancuran kreatif dan supremasi hukum yang berlaku ternyata berperan penting dalam pembangunan ekonomi.

 Begitu banyak hal-hal negatif mewarnai pelaksanaan kampanye pilpres 2014 masih membekas, menyebabkan terjadinya polarisasi politik yang tajam hingga ke masyarakat akar rumput. 

Sesuai trias politika eksekutif, legislatif, dan yudikatif, kelanjutan pertarungan akan terus diwarnai oleh polemik yang cenderung terpolarisasi sehingga akan sulit dan jarang kita mendengarkan pendapat obyektif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline