Lihat ke Halaman Asli

Sudahlah Mien, jangan Nista Jokowi

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Amis Rain sedang frustrasi, manuver politiknya terlihat tidak cerdas, yakni menistakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo secara tidak proporsional.  Namun kenyataannya Jokowi makin populer.  Jadilah, Amis Rain frustrasi dengan melontarkan pernyataan-pernyataan seperti orang linglung.

Tahun 1990-an, sepak terjang Amis Rain sebagai politisi maupun Ketua Umum Muhammadiyah sesungguhnya cukup cantik. Namun belakangan, setelah ambisi-ambisi politiknya selalu menemui kegagalan, Amis Rain seperti orang frustrasi. Beberapa statemennya tak bisa dipegang. Mencla-mencle.

Seluruh rakyat Indonesia masih ingat betul rekam jejak politik ambisiusnya Amis Rain sejak pencalonan dirinya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah tahun 1995 yang dimodali oleh Soeharto, Amis Rain pernah meminta uang ke Soeharto sebesar Rp500 juta, dan Rp250 juta dari Probosutedjo. Perilaku buruk Amin Rais ini dibeberkan oleh Probosutedjo dalam buku ‘Habis Manis Sepah Dibuang’

Tahun 1998 Amis Rain mengklaim sebagai tokoh reformasi. Padahal mahasiswa yang bergerak saat itu tidak pernah mendaulatnya. Tahun 1999 menjelang sidang umum MPR, Amis Rain, meminggirkan suara rakyat yang menghendaki Megawati presiden.

Manuver Amis Rain menjegal Megawati dengan menaikkan Gus Dur yang dua tahun kemudian dilengserkan kembali atas manuver busuk Amien.

Latar belakang sebagai akademisi yang terjun ke politik, Amis Rain tidak menampakkan kualitas politik yang mencerdaskan rakyat Indonesia sikap politik frustrasi yang dibangun oleh Amis Rain adalah perilaku buruk yang menyesatkan.

Apalagi pernyataan Amin Rais yang menganalogikan Jokowi dengan Joseph Estrada mantan presiden Philipina disampaikan dalam mimbar akademis yang sesungguhnya harus bersih dari noda politik frustrasinya Amis Rain

Amis Rainlah yang menyebabkan agenda reformasi gagal. Harus diingat melalui Deklarasi Ciganjur, Amis Rain bersama dengan Gus Dur, Sri Sultan HB X, dan Megawati menandatangani komitmen di hadapan mahasiswa untuk tidak bekerja sama dengan kekuatan Orde Baru

Namun justru Amis Rain yang mengingkari. Demi ambisi sebagai Ketua MPR, Amis Rain mengingkari deklarasi Ciganjur. Itulah pelanggaran etika politik terbesar pada awal Reformasi

Di situlah transaksi kekuasaaan politik yang pertama yang dilakukan Amis Rain yang menyebabkan agenda mahasiswa tidak terlaksana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline