Lihat ke Halaman Asli

Taman Bungkul, Gratisan, dan Budaya Antri

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gratis itu memang enak, tetapi akan tidak mengenak kan bila dengan gratis itu lalu timbul petaka. Lha wong tanpa susah payah seseorang dapat gratisan, tentu saja bisa dipandang sebagai hal yang enak, namun ada juga sebagai an orang yang berpandangan kalau gratis itu gak enak, lha wong bukan atas usaha keringat sendiri kok  enak. “Terang saja gak enak laaaaah”, sahut sohib sejati awak.

Lepas enak dan gak enak, yang pasti pada kerumunan massa, dapat dipastikan akan ada akibat yang lebih banyak gak enak nya daripada raihan enaknya, bila tidak dipersiapkan dengan seksama.

Banyak contoh, dari warga bangsa Nusantara ini bila sudah berada di dalam kerumunan  masa, maka cenderung ber perilaku berbeda dengan saat ia sebagai individu,  khususnya dalam mensikapi budaya antri apalagi untuk yang gratisan.

Betapa tiap tahun kita selalu disuguhi tontonan yang memprihatinkan seputar budaya antri ini. Banyak orang pingsan bahkan meninggal saat kerumunan itu. Pembagian sembako, pembagian zakat, pembagian daging Qurban dan bahkan semalam event gratisan yang dilakukan salah satu perusahaan ternama di jalan Raya Darmo, itu  menjadikan Taman Bungkul, menjadi tidak ada harganya sama sekali.

Dalam benak awak saat memperhatikan gambar - gambar tanaman yang blesehan ( berserakan ) gak karuan, lalu dibandingkan penayangan Taman Bungkul sebelum kejadian, luar biasa jauh berbeda.

Dari media on line, di isyaratkan bahwa penyelenggara di samping minta maaf juga akan bertanggung jawab terhadap semua kerusakan yang terjadi.

“  Ya harus bertanggung jawab laaaah.... “  Kalau gak sampeyan, mau nya  siapa yang bertanggung jawab ?.

Bagi awak, semestinya memang tidak hanya bertanggung jawab terhadap perbaikan fisik taman. Tetapi juga harus bertanggung jawab terhadap luka hati warga, khususnya warga Surabaya pasca kejadian. Bayangkan kemana mereka berhibur diri ? Kemana anak anak kecil yang selama ini bercengkerama dengan keluarganya menikmati keindahan Taman yang musnah seketika  dengan kegiatan mu itu.

Hingga sebelum taman pulih kembali, dapat dipastikan mereka akan kehilangan saat bahagia mereka untuk melihat taman asri itu untuk sementara waktu.

Siapa yang mengobati luka hilangnya waktu itu. Tidak satu pun, termasuk perusahaan sampeyan.  Ini adalah pelajaran bagi kita semua.

Sewajarnya pemda Surabaya mengajukan tuntutan hukum kepada pihak yang bertanggung jawab. Bahkan masyarakat Surabaya pun, mungkin juga dapat mengajukan tuntutan kepada pihak penyelenggara, yang mengabaikan pengurangan hak menikmati keindahan Taman yang selama ini mereka rasakan . Tetapi cukupkah hal itu saja yang dilakukan. Tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline