Lihat ke Halaman Asli

Krisis Moneter ASIA 1997-1998

Diperbarui: 4 Januari 2025   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

pada akhir tahun 1980 sampai awal tahun 1990. banyak negara negara di asia tenggara dan asia timur mengalami pertumbuhan ekonomi hingga 8-12 persen dalam produk domestik bruto (PDB). pertumbuhan ekonomi yang luar biasa  ini disebut sebagai "keajaiban ekonomi asia". tetapi, "keajaiban ekonomi Asia" itu berada di dalam bayang-bayang risiko besar. Pasalnya, perkembangan di negara-negara tersebut terutama di dorong oleh ekspor dan investasi asing.

Lalu mulai terjadi guncangan pada ekonomi pada negara negara tersebut tepatnya, pada pertengahan 1997 yang dimulai dari thailand. Bath thailand menghadapi tekanan serius. Serangan dari para investor spekulatif menambah tekanan terhadap bath thailand. Merespon tekanan dan serangan itu, pemerintah thailand memakai cadangan devisa mereka, akan tetapi hal ini gagal.

dan pada 2 juli 1997, thailand mengakhiri kebijakan nilai mata uang tetap mereka menjadi nilai mata uang mengambang dengan maksud untuk memulihkan ekonomi mereka. Langkah ini seharusnya merangsang ekspor Thailand dengan membuat produk-produknya lebih murah bagi pasar internasional, namun reaksi pasar justru berlawanan. Investor asing mulai menarik modal mereka secara massal, yang memicu penurunan nilai tukar baht secara drastis dan merembet ke seluruh sektor ekonomi.

Dampak dari keputusan Thailand ini dengan cepat menyebar ke negara-negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan. Faktor-faktor seperti ketergantungan yang tinggi pada modal asing, defisit perdagangan yang besar, serta ketidakstabilan politik internal masing-masing negara, semakin memperburuk situasi ekonomi.

Dan kejadian ini yang kita tahu sebagai krisis moneter asia 1997-1998

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline