Orang awam seperti saya sangat mudah untuk berbicara setuju atau tidak tentang penghapusan Ujian Nasional (UN), dan godaan itu sedemikian kuat. Namun saya yakin (semoga) tidak semudah Pak Menteri dalam memutuskan untuk menghapus UN ini. Keraguan ini menggelanyuti pikiran saya setelah membaca dan melihat beberapa argumen yang Bapak sampaikan di media tentang mengapa UN dihapus:
1. Membebani siswa sehingga siswa tertekan;
2. Evaluasi dalam bentuk lain akan dilaksanakan pada pertengahan proses pendidikan (kelas 4,8, dan 11);
3. Biaya yang selama ini dikeluarkan negara untuk menyelenggarakan UN akan dialihkan untuk membiayai aktivitas lain di bidang pendidikan; dan
4. Tes/Evaluasi akan difokuskan kepada kompetensi numerik dan literasi (serta karakter). Bahasa kampungnya kemampuan matematika dan bahasa.
Poin pertama, saya ingin mengajukan pertanyaan, pekerjaan/aktivitas apa di dunia ini yang menuntut tanggung jawab namun tidak menyebabkan tekanan? Sebagai orang awam saya berpikir: Tanggung jawab pekerjaan/bisnis saja yang jelas-jelas digaji atau mendapat ragam reward lainnya bisa menyebabkan orang tertekan, lantas apakah pekerjaan atau bisnis harus dihapuskan?
Singkatnya, itulah kehidupan nyata: Ada tanggung jawab, tekanan, stres, reward, tertawa, dan menangis. Jika ini menjadi salah satu alasan utama penghapusan UN, maka menurut saya telah terjadi gagal paham. Dalam hidup ini masalahnya bukan pada tekanan hidup, tapi tentang bagaimana kita mengelola tekanan hidup itu sendiri.
Poin kedua, jika evaluasi dilakukan pada kelas 4, 8, dan 11, di mulai tahun 2021, pertanyaan saya, bagaimana nasib anak yang pada tahun 2021 ada di kelas 6, 9, dan 12? Apakah mereka akan dibiarkan begitu saja?
Poin ketiga, dengan informasi yang tersedia di media (bisa jadi bias atau tidak lengkap), saya menangkap bahwa akan terjadi penghematan dan optimalisasi anggaran dengan dihapuskannya UN karena anggaran yang selama ini digunakan untuk menyelenggarakan UN bisa dialokasikan untuk hal lain.
Terus terang saya sulit memahaminya, bukankah masih akan ada tes (entahlah apa namanya) yang akan diselenggarakan untuk kelas 4, 8, dan 11? Apakah tes itu tidak memerlukan biaya? Bukankah jumlah siswa yang akan mengikuti tes model baru itu jumlahnya tidak akan berubah dengan yang ikut UN jika UN belum dihapus? Hematnya dari mana?
Poin keempat. Sekedar mengingatkan bahwa kemampuan literasi dan bahasa juga sudah dicovered oleh Ujian Nasional selama ini, dari SD sampai SMA, mata pelajaran Bahasa dan Matematika merupakan hal pokok yang diajarkan di sekolah dan diujikan di UN. Jika model pengajaran dan objektifnya yang menjadi masalah karena konon berbasis hafalan bukan analisa maka yang menjadi masalah bukan penyelenggaraan Ujian Nasionalnya, tapi proses pengajaran dan objektifnya lah yang bermasalah.