Lihat ke Halaman Asli

Matahari Pagi

Rakyat Indonesia

Pelemahan KPK, Apa yang Seharusnya Kita Lakukan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Strategi dan taktik yang tepat dalam setiap gerakan sosial sangatlah dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap sumber daya yang jumlahnya terbatas dapat dikerahkan secara efektif dan memberikan dampak atau hasil yang maksimal berupa tatanan atau sistem baru yang kita cita-citakan. Modal terbesar dari kekuatan sipil adalah kekuatan massa dan media. Tidak mudah untuk mengumpulkan massa dalam jumlah besar untuk mendukung sebuah gerakan sosial dan sekaligus pada saat yang sama mendapat dukungan luas media massa dalam pembentukan opini melalui penyebaran isu dan agenda-agenda gerakan. Orang-orang di dunia pergerakan biasa menggunakan istilah “momentum” untuk mendeskripsikan situasi atau kondisi saat agenda-agenda gerakan bertemu dengan isu yang menjadi perhatian luas publik dan mampu menyatukan elemen-elemen gerakan dalam spektrum yang luas, singkatnya momentum adalah saat kita menemukan isu dan musuh bersama. Momentum sangat dibutuhkan untuk membawa agenda-agenda gerakan ke dalam tahap yang lebih maju. Pada kesempatan ini, saya tidak akan membahas tentang bagaimana untuk menciptakan momentum atau menunggu momentum, tapi tentang apa yang seharusnya kita lakukan pada saat momentum itu datang seperti yang terjadi saat ini terkait dengan isu pelemahan KPK.
Sangat perlu untuk dipahami adalah bahwa isu “Pelemahan KPK” sebenarnya merupakan isu taktis karena dia merupakan bagian dari isu “Pemberantasan Korupsi” yang merupakan tujuan strategis dari gerakan melawan korupsi. Pemetaan isu sangatlah penting untuk memastikan bahwa sumber daya dan energi yang kita keluarkan dan musuh yang kita hantam tepat, jangan sampai gerakan “kehabisan bensin” di tengah jalan karena dikeluarkan untuk hal-hal yang bersifat reaktif dan menghantam musuh yang kurang tepat. Dalam isu “Pelemahan KPK” indikasi kesalahan pemetaan sudah mulai terasa sejak upaya penangkapan paksa Kompol Novel Baswedan, sebagai indikasinya adalah semangat yang kita tangkap dari kalimat yang sering digunakan dalam beberapa hari ini yaitu: “Melawan Polri”. Dampak dari kesalahan ini adalah:
1. Polisi-polisi korup akan memanfaatkannya untuk melakukan konsolidasi internal dengan bungkus solidaritas korps, mereka dengan senang memanfaatkan isu ini untuk menggiring institusi Polri melindungi mereka dengan melakukan distorsi melalui semangat “Kita Sedang Diserang”. Ini akan sangat berbahaya jika berhasil mereka lakukan karena mereka dapat memperluasnya dengan menggandeng pihak-pihak lain seperti para cukong dan politisi-politisi korup yang terganggu oleh upaya-upaya KPK selama ini.
2. Dampak yang lebih jauh lagi sebagai efek domino dari dampak pertama adalah momentum yang tercipta saat ini akan gagal mengantarkan tahap gerakan melawan korupsi ke dalam tahap yang lebih maju berupa pemberantasan korupsi secara sistemik melalui perluasan instrumen pemberantasan lewat penguatan lembaga-lembaga penegak hukum seperti Polri.
Untuk “mengurung” gerak perlawanan para polisi korup, akan lebih tepat jika kita menggunakan jargon “Melawan Polisi Korup” bukan “Polri”, hal ini menunjukkan kemampuan kita mengidentifikasi siapa musuh yang kita lawan sekaligus juga membuat sinyal ke para polisi bahwa kita tidak sedang menyerang institusi Polri, kita tidak perlu melakukan upaya lebih jauh untuk meyakinkan mereka, cukup dengan jargon ini dan menampilkan kemampuan kita bersinergi dengan sosok-sosok polisi yang tegar memberantas korupsi seperti Kompol Novel. Jika kita berhasil dengan ini maka tahap selanjutnya yang dapat kita tempuh adalah pembuktian bahwa benar ada kelompok polisi korup di institusi Polri, untuk ini kita sudah mempunyai pintu masuk melalui kasus simulator, kita sangat mengandalkan KPK untuk menuntaskan kasus ini sampai ke akar-akarnya. Jika ini juga berhasil maka tahap selanjutnya berupa refomasi institusi Polri untuk menjadi lembaga hukum yang efektif untuk terlibat dalam perang melawan korupsi akan lebih mudah dilakukan karena resistensi dari dalam sudah dapat dipatahkan, bukan tidak mustahil justru kelompok polisi seperti Kompol Novel akan menemukan "panggungnya" di internal Polri, tentu kita masih ingat bagaimana kemunculan kelompok-kelompok jenderal di tubuh TNI yang pro reformasi TNI (dulu ABRI) secara signifikan mampu memudahkan kita menghapuskan dwi fungsi ABRI.
Korupsi di negeri ini sudah sedemikian parah, dan perlu diingat bahwa hal ini terjadi sudah berpuluh tahun, pada tahun 70-an saja Bung Hatta pernah mengingatkan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya. Hanya melalui strategi dan taktik yang tepat dan pemanfaatan semua instrumen lah korupsi di negeri ini dapat diberantas secara sistemik dan terukur. Perang melawan korupsi memang harus dimenangkan oleh generasi sekarang, tidak ada jalan untuk mundur. NO PASSARAN!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline