Lihat ke Halaman Asli

Perubahan Pola Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19

Diperbarui: 15 Maret 2022   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi

Bogor, 7 Maret 2022 - Akhir tahun 2019 munculnya wabah atau virus baru yang bernama Covid 19 yang melanda kota wuhan Republik Rakyat Tiongkok yang pada pada akhirnya dampaknya juga sampai keseluruh dunia dengan begitu cepat, wabah ini sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan kematian dan akibat wabah ini juga angka kematian begitu tinggi hampir diseluruh dunia begitu pula dengan Negara Indonesia yang terdampak pula wabah ini yang masuk diawal tahun 2020, hal ini sangat berdampak besar di kehidupan ekonomi,sosial,budaya dan politik di Indonesia, pada tulisan ini penulis akan mempaparkan akibat virus covid yang terjadi di Indonesia terutama di bidang pendidikan yang secara umum begitu berubah sangat drastis dari pola lama yaitu tatap muka dengan menyesuaikan kurikulum pembelajaran yang ada berubah kepada pola pembelajaran daring yang mengarah pada penggunaan tekhnologi modern yang mau tidak mau para pendidik, orang tua, murid dan masyarakat harus berusaha menyesuaikan cara pembelajaran yang baru dan dengan penyesuaian kurikulum yang baru pula.

Pemerintah melalui Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) telah mengeluarkan kebijakan Tahun Ajaran Baru 2020/2021 di masa pandemi Covid-19 proses belajar mengajar dilakukan secara daring atau online. Pemerintah beranggapan bahwa pembelajaran daring di kalangan sekolah menjadi solusi pada masa pademi, dengan dibantu berbagai macam aplikasi pendukung pembelajaran daring agar guru dan orangtua selaku pembimbing anak di rumah menjadi lebih terbantu dan proses belajar daring menjadi lebih menyenangkan. Akan tetapi, pembelajaran daring tersebut menyerukan berbagai pro dan kontra dari para guru maupun orangtua siswa. Para guru dan orangtua siswa beranggapan bahwa belajar secara daring akan lebih rumit dibanding belajar pada biasanya, sementara pendapat lain beranggapan bahwa tidak masalah dengan pembelajaran daring yang dilakukan.

Seperti yang di katakana Ika Kartika (55) selaku guru sekolah dasar memberikan tanggapan yang cenderung tidak menyetujui atau kontra atas diberlakukannya pembelajarann daring. "Bagi saya pribadi belajar secara daring sangat tidak efektif, apalagi pada tingkat sekolah dasar yang masih awam dengan gadget dan perlu bimbingan dari orangtua. Belajar daringpun sangat ribet dan susah dijalankan, terlebih penggunaan media dan metode pembelajaran yang harus disesuaikan dengan saat ini. Kebanyakan guru pun tidak semuanya mengikuti zaman, ada saja guru yang tidak paham dengan pemakaian aplikasi pendukung pembelajaran. Begitu pula orang tua siswa, tidak semuanya paham engan teknologi yang ada." ujar Ika, Senin (7/03).

Sementara dilihat dari sudut pandang orangtua siswa banyak yang setuju dan tidak setuju dengan pembelajaran daring tersebut. Fitri (38) selaku ibu rumah tangga dan orangtua siswa beranggapan setuju dengan pembelajaran daring yang tetapkan oleh pemerintah.
"Saya lebih setuju dengan sekolah yang menetapkan pembelajaran daring, karena saya bisa lebih tenang dan aman anak berada di dalam rumah daripada di sekolah. Saya juga bisa memantau dan menemani anak saya belajar daring, saya bisa melihat sendiri kemampuan anak saya dalam pembelajaran, juga sisi positifnya adalah saya tidak perlu mengantar anak saya ke sekolah," ujar Fitri, Senin (7/03).

Rini (40) selaku orangtua siswa berlainan pendapat dengan yang lain, ia merasa tidak setuju bahwa pembelajaran daring dilakukan di sekolah dasar. "Belajar daring hanya untuk pemborosan kuota, anak saya selalu minta dibelikan kuota dengan alasan untuk belajar daring, saya tidak paham belajar daring itu seperti apa, tapi yang jelas dilihat dari respon anak saya, pembelajaran daring kurang maksimal dilakukan, anak saya tetap kurang paham tentang materi yang diberikan dan saya juga jadi harus mempelajari materi yang ada dan teknologi sekarang terlalu rumit untuk saya" ujar Rini, Senin (7/03).

Pendapat tersebut sangat bertolak belakang. Ada yang beranggapan setuju dengan pembelajaran daring, karena dianggap menjadi solusi yang baik dimasa pandemic, membuat anak-anak aman dari tertularnya virus Covid-19, juga orangtua bisa menemani dan memantau perkembangan anaknya dalam proses pembelajaran, dan tidak repot harus antar jemput anak ke sekolah. Ada juga yang tidak setuju dengan pemberlakuan pembelajaran daring di sekolah dasar, karena dianggap hanya sebagai pemborosan kuota, mereka tidak hanya diwajibkan membayar uang sekolah tetapi juga harus mengeluarkan biaya untuk membeli kuota internet demi pembelajaran daring. Belajar daring juga sebagian tidak membuat anak-anak mengerti dengan materi yang diajarkan.

Maka dari itu kesiapan sekolah atau madrasah menjadi kunci keberhasilan perubahan sistem pendidikan online. Memang pendidikan kita harus bisa mengikuti perkembangan kemajuan teknologi. Tetapi penguasaan teknologi harus dimiliki oleh setiap orang tua, siswa dan guru. Tidak semua orang tua, siswa dan guru melek teknologi. Pada umumnya guru senior belum mampu menguasai teknologi. Ada yang mau belajar penggunaan teknologi dan ada yang tidak mau belajar akan penggunaan teknologi. Masih banyak para guru yang belum bisa memahami tentang cara menggunakan teknologi yang semakin canggih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline