Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin Tidak Pantas Emosional

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak dimulai masa kampanye dan dimunculkannya Jokowi sebagai Calon Presiden dari Partai PDIP berita politik semakin heboh dan memanas. Padahal sudah lebih lama Partai Golkar, Hanura, dan Gerindra sendiri memunculkan Calon Presiden nya, tapi Prabowo percaya diri dan yakin akan tetap menjadi calon pilihan nomor satu oleh rakyat Indonesia.

Namun fakta dan kenyataan tidak sesuai dengan yang diidam-idamkan Prabowo sehingga muncullah saat ini isu yang memanas yang diangkat sendiri oleh Prabowo perihal perjanjian Batu Tulis dan Puisi nya pada hari Minggu saat kampanye di Gelora Bung Karno.

Prabowo Subianto nampaknya sedang gelisah dan gundah gulana, itulah kesan yang bisa ditangkap oleh masyarakat luas akhir-akhir ini pasca pencapresan Jokowi oleh Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri. Dalam beberapa orasinya pada beberapa kampanye Partai Gerindra belakangan, kegelisahan Prabowo diungkapkan dalam bentuk sindiran yang cukup vulgar sehingga terkesan ia sedang marah.

Ia mengingatkan pada yang hadir akan watak pemimpin pembohong. Ia pun menyindir tentang adanya Capres boneka. Meski tak menyebut nama, tapi publik mafhum bahwa ia sejatinya sedang mengarahkan sindirannya pada Megawati dan Jokowi.

Prabowo pantas gelisah, Prabowo juga wajar kalau galau, sebab ia tentu sadar bahwa Jokowi adalah kompetitor yang sangat kuat dan sulit dikalahkan dalam menggapai jabatan presiden. Berbagai hasil survey yang hampir 99% menempatkan Jokowi diperingkat teratas diantara deretan nama-nama Capres lain-termasuk Prabowo.

Sikap emosional Prabowo Subianto saat kampanye terbuka dan diduga sebagai sindiran kepada Jokowi, dengan menyebut pemimpin boneka, dipastikan tidak akan mendapatkan simpati publik. Apalagi Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin yang tidak emosional.

Saking kesalnya, dalam satu kesempatan, Prabowo melontarkan sindiran kepada dua orang sekaligus; Megawati dan Jokowi. Prabowo tidak menyadari bahwa ‘amarahnya’ yang ia luapkan di depan ribuan simpatisannya dan banyak media tersebut justru bisa menjadi bumerang bagi karir politiknya sendiri. Sebab rakyat diam-diam akan merekamnya sebagai bahan untuk memilih calon pemimpinnya. Sejatinya, bukan hanya Prabowo, tapi semua Capres akan direkam segala gerak-geriknya oleh masyarakat di masa kampanye ini.

Bagi saya apa yang dilakukan Prabowo adalah blunder yang membuat citranya menjadi terpuruk dan menghilangkan uangnya yang sekian miliar yang telah dibayarkan kepada Televisi untuk mengangkat citra beliau sebagai pemimpin yang mampu membawa rakyat kepada kemakmuran, sebagai orang yang paling peduli dengan kehidupan rakyat kecil.

Sikap beliau yang menanggapi pencalonan Jokowi dengan menyalahkan pihak lain dan marah merupakan sifat yang tidak memcerminkan Pemimpin yang baik, sifat itu egois dan otoriter, mungkin karena beliau tentara dan menjadi pemimpin tentara yang semua titahnya harus dipatuhi oleh anak buahnya sehingga ketika menghadapi permasalahan yang ada justru mengeluarkan sifat aslinya.

Seharusnya Prabowo, tidak perlu menyalahkan orang lain dan keadaan kalau ingin dipilih oleh rakyat. tunjukkanlah kalo Anda adalah Militer sejati yang siap dengan keadaan apapun dan siap merapatkan barisan untuk menghadapi persoalan. Apalagi kalo nanti menjadi Presiden begitu banyak tantangan yang akan Anda hadapi.

Sebagi calon Pemimpin Bangsa Prabowo untuk tidak mencari kesalahan orang lain atas tidak terjadinya apa yang beliau inginkan tetapi melakukan introspeksi diri untuk menyiasati keadaan yang ada.

Masyarakat sekarang ini sudah cerdas dan tentu bila ada seorang Tokoh saling serang tentu masyarakat akan menilainya siapa yang pantas di pilih. Kalau sikap Prabowo yang terus menunjukkan sikap  emosinya  ketika berkampanye akan merugikan dirinya sendiri. Sekarang ini rakyat lagi merindukan sosok pemimpin yang bisa melindungi dan mengayomi masyarakat. Tokoh dengan tingkat emosional tinggi seperti Prabowo sejatinya tidak pantas memimpin negeri yang majemuk seperti Indonesia.

Mungkin apa yang diungkapkan pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi, yang mengomentari tentang pernyataan politik calon presiden (capres) Partai Gerindra Prabowo Subianto saat kampanye terbuka dan diduga sebagai sindiran ke capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo (Jokowi) dengan istilah “Pemimpin Boneka”.

Indonesia ke depan memang membutuhkan pemimpin yang tidak emosional. Sebab, Indonesia yang majemuk membutuhkan kesabaran pemimpin dalam mengemong rakyatnya. Kondisi emosi pemimpin dapat dilihat dari caranya berkomunikasi.

Sebagai rakyat biasa, kita tentu mengharapkan agar para elit negeri  ini, siapapun mereka yang sedang punya gawe ini tetap dalam koridor kesantunan dan etika dalam usaha menggapai tujuannya agar kita minimal tidak terkena dampak negatif dari prilaku-prilaku mereka yang mungkin juga menghalalkan segala cara. Mari pilih calon presiden 2014 yang akan datang sesuai dengan hati nurani kita. Siapapun presidenya nasip rakyat kecil akan tetap sama.(**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline