Lihat ke Halaman Asli

Sang Cinta

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara sayup-sayup burung nuri menghiasi senjaku nan indah. Senja, benar-benar indah dan menawan. Dengan senja, kutuangkan semua perasaanku di atas langit-langit biru yang terhampar luas. Dengan senja, kuriuhkan seisi hati agar tidak sepi, jikalau sepi tentu sesak akan datang menghampiri. Dengan senja, aku mengerti apa arti dari sejatinya mengalah, mengalah tentang apapun, apapun itu mengalah memang bukan hal yang mudah dicerna. Dengan senja, anakku bisa tertidur pulas, air liurnya sudah jatuh keatas bantal yang empuk, bantal milik ibunya yang sudah pergi satu tahun lalu. Dengan senja, hariku semakin menyesakkan sebab ketidak-relaanku terhadap sepasang kekasih yang sedang terbang bersama.

Malam, terlihat gelap, namun pada hakikatnya sungguh terang. Di saat malam, tuhan mengutus para malaikatnya untuk mengawasi setiap jiwa-jiwa yang sedang merasakan beraneka ragam rasa. Ada yang baru saja menanam bibit-bibit cinta di hatinya, ada yang sedang menyirami tanaman cinta itu, ada lagi yang sedang memberi pupuk terhadap tanaman cintanya bersama Sang Cinta. malah ada juga yang sampai menebang pohon cintanya yang sudah tertanam lama sebab tidak ada sedikitpun jawaban dari Sang Cinta, ia sungguh teramat-amat kecewa, dan karena rasa kekecewaanya yang sungguh berat itu, ia tidak bisa membedakan, mana tuhan mana pula syeitan. Ia marah, marah pada tuhan, mengapa Sang Cinta tidak tahu bahwa ada cinta didirinya.

Aku tahu kalian pasrah, kecewa, marah, gembira, sesak, bahkan sedih. Namun, jangan biarkan kalian kalah dengan semua rasa itu, jangan biarkan diri kalian terkendali penuh oleh semua rasa diatas. Aku tahu kau sedih, aku pun demikian sedihnya, aku baru menyadari bahwa, Sang cinta tidak memberikan bibit-bibit cintanya agar tumbuh dihatiku. Tapi percaya, aku akan selalu disisimu, menemanimu selalu, dikala kau sedih, gembira, kecewa. Mari, kita berbagi rasa, agar kau tidak selalu bersedih, sebab dengan bersedih engkau sama saja merusak hatimu yang indah itu. Percayalah, aku ada disampingmu selalu. Kumohon, percayalah.

Tulisan ini juga bisa di lihat di blog www.haroemsoedah.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline