Men sana in corpore sano (didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat) simbol kesehatan ini selalu saja ramuan kehidupan. Buktinya, dengan berolah raga setiap hari kebugaran tubuh terhindar dari penyakit. Ada semacam kegiatan rutinitas yang dilakukan se-seorang mulai senam, jalan santai, maupun maraton berkesinambungan bagi yang peduli dan mengerti, dan bagi yang tidak mengerti penyakit akan menanti. Jenis olah raga kian digemari. Mulai dari sepak bola, bola basket, bulu tangkis dan masih banyak lagi jenisnya. Contohnya saja, sepak bola kini menjadi hobi tersendiri (mendunia), membuat dunia "tergila-gila", apalagi suppoter saat menonton pertandingan sepak bola, menimbulkan fanatik terhadap club favorit.
Terlihat jelas, gambaran nyata, pengaruh olar raga alat pemersatu Bangsa-bangsa. Meski perang (Iraq vs Amerika) , kedua negera melanda, akan tetapi ketika mengikuti pesta olah raga, misalnya sepak bola tentu kedua negara itu bertemu dilapangan hijau. Muncul sporttifitas, kalah dan menang tidak masalah. Namun membawa harumnya nama bangsa taruhan utama. Yangbertikai dan bersentuhan perang, jika bersetuhan dengan olah raga dapat meredam perang, mengikat tali persaudaran. Event olah raga momen penting sebuah negara. Indonesia misalnya, tak ketinggalan menyemarakkan kegiatan olah raga dengan membentuk Cabang - cabang olah raga disetiap propinsi dan kabupaten. Dan lagi, membuat semarak melalui event pertahun, perduatahun atau waktu yang sudah ditentukan untuk melakukan pertandingan olah raga secara nasional. Contohnya Pekan Olah Raga Nasional (PON). Untuk itu, berbagai periapan tengah dilakukan.
Propinsi - propinsi yang ada di Indonsia menampilkan Atlit - atli andalan, berprestasi. Pesta olah raga pesta bersama. Unjuk kemampuan. Sama hal hanya yang dilakukan Rudi Hartono (mantan pebulu tangkis) merebut juara dunia, begitu juga dengan Susi Susanti. Goresan sejarah membuktikan Indonesia memiliki "Bibit-bibit" atlit yang bisa diandalkan. Namun, keseriusan pemerintah dalam menyemarakkan pesta olah raga semakin terbukti. Bergulirnya ajang pesta olah raga, seperti PON misalnya. Kini memasuki periode ke- 12, yang sebentar lagi akan diadakan di Riau. Menjadi momen tersendiri bagi Indonesia. Hitungan harinya semakin dekat. Berbagai persiapan mulai dilakukan. Infrastruktur pendukung cabang - cabang olah raga hadir sebagai pendukung ajang PON ke-12. Namun sayang. Ada sedikit yang patut disimak. Pesta olah raga di Riau, menimbulkan masalah. Masalahnya, bukan penundaan PON. Beberapa bulan silam, Komisi Pemberantasan Kurupsi (KPK) menangkap "basah" wakil rakyat Riau, salah satu oknum pegawai negeri sipil Riau, dan pengusahan kontraktor tengah melakukan suap-menyuap guna "menggolkan" dana penambahan PON, yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda).
Kini para pelaku, dihadapkan kepada hukum, yang menunggu putusan ketuk palu hakim. Sederet terdakwa mulai di vonis. Dukungan masyarakat terhadap PON Riau dan dukungan masyarakat terhadap pemberantasan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) menggeliat. Kasus KKN, memang di Riau, baru - baru ini hangat menjadi topik nasional. Tak jauh beda dengan ditingkat pusat, seperti kasus wisma atlit di Palembang, para oknum petinggi partai politik dan oknum pejabat turut serta menjadi pelaku KKN. Kita kembali bertanya.Bisa diambil sebagai contoh, sudah beberapa kali even olag raga sepak bola dunia digelar. Namun harapan Bangsa Indonesia, sampai saat ini belum pernah ikut ambil bagian mengikuti olah raga itu. Yang harus gugur dalam tahap seleksi. Akankah nasionalis olah raga kita tenggelam dengan budaya korupsi, disamping keseriuan pemerintah menyemarakkan even bergengsi itu?.
Selain itu, mengambil istilah Mensano in Corpero sano, bisa jadi atau seolah - olah hanya slogan semata. Yang bertopeng mencari keuntungan kelompok maupun pribadi. Tuduhan semacam ini akan muncul seketika. Jika keseriusan untuk membangkitkan olah raga menjadi budaya di negara Indonesia, malah sebaliknya bukan budaya KKN. Apalagi, untuk menghidupan pesta olah raga membutukan biaya relatif besar pada kompetisi bergengsi. Disini letaknya, menyangkut masalah uang, rawan kejahatan. Disatu sisi, lagi, gerakan sadar KKN, ditingkat pendidikan mulai menggema. Melakukan aksi transparan dengan membuka "Kantin Jujur" dibeberapa sekolah yang sudah dicanangkan Jauh - jauh hari sebelumnya.
Sebaliknya, tak salah membuka "Kantin KKN" kalau memang sudah membudaya. Tinggal hanya, melegalkan dan diaturlah Undang - undang, untuk mendudung sah-nya kantin KKN. Tampak jelas, bahwa ini-lah kita (Indonesia), memiliki spotifitas yang fair. Mengaku benar dan mengaku salah. Mari merayakan pesta olah raga, dan mari merayakan pesta kemenangan memberantas korupsi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H