Lihat ke Halaman Asli

Derita Pahlawan Devisa

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13814857311541660451

[caption id="attachment_293942" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas/Heru Sri Kumoro)"][/caption]

Sahabat kompasianer, saat ini terdapat jutaan warga negara Indonesia harus meninggalkan negara tercinta, guna berburu pekerjaan. Di Indonesia tidak tersedia lapangan pekerjaan yang memadai. Dengan segala cara mereka akhirnya harus berjuang. Untuk dapat menghidupi diri sendiri dan keluarga. Sekedar hidup layak, memperbaiki perekonomian keluarga dan mampu menyekolahkan anak-anaknya. Mereka ingin seperti warga negara lainnya, mampu mengecap kue kemerdekaan, walaupun hanya sekecap.

Diperkirakan saat ini terdapat kurang lebih 6 juta warga negara Indonesia bekerja di 143 negara di luar Indonesia. Sebagian besar di negara-negara timur tengah, Malaysia, Singapura, Hongkong dan Taiwan. Jumlah kiriman uang yang mengalir ke Indonesia dari para tenaga kerja Indonesia (TKI) pada tahun 2012 mencapai Rp120 triliun. Jumlah ini setara dengan kurang lebih 8% dari APBN RI tahun 2013. Jumlah uang luar biasa besar yang mampu disumbangkan oleh warga negara terabaikan yang sebagian besar berlatar belakang pendidikan terbatas.

Para TKI benar-benar menjadi pahlawan devisa. Hanya saja, pengelolaan TKI mulai dari persiapan pemberangkatan, pemberangkatan, penempatan, pembinaan di negara tujuan sampai kembali di Indonesia belum mendapat perhatian pemerintah secara optimal.

Para TKI masih menjadi bulan-bulanan para calo, atau oleh oknum petugas. Mereka harus membayar sejumlah uang agar dapat terkirim ke luar negeri. Sebagai TKI legal ataupun illegal. Jumlahnya sampai jutaan, sebagian harus merogoh kantong sampai puluhan juta. Sampai di negara tujuan pun, sebagian dari mereka harus menerima kenyataan pahit, ada yang tidak dibayar, karena upah mereka harus dipotong lebih dulu untuk jasa para broker atau calo tenaga kerja. Sebagian TKI bahkan harus berhadapan dengan hukum di negara tujuan dengan berbagai kasus, seperti dianggap menganiaya majikan, bahkan sebagian dituduh membunuh majikan, dan sebagian lagi melakukan tindakan kriminal. Sungguh menyedihkan perjuangan mereka.

Perhatian Pemerintah Perlu Ditingkatkan

Sahabat kompasianer, mengacu pada kondisi di atas nampak bahwa negara memang belum mampu menyediakan lapangan kerja secara memadai, dan pengiriman TKI ke luar negeri adalah alternatif yang tidak dapat dihindarkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemerintah harus memberikan perhatian serius pada kegiatan pengiriman TKI.

Pemerintah harus mampu mengelola pengiriman TKI secara profesional. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran memadai guna membangun pusat-pusat pelatihan tenaga kerja sehingga para TKI mampu memiliki keahlian cukup. Tidak hanya sekedar sebagai pembantu rumah tangga. Tetapi TKI yang mampu menjadi tenaga kerja tingkat terampil, seperti tenaga pengemudi, pengemudi alat-alat berat, tukang bangunan, tukang las, montir kendaraan bermotor, tenaga pembersih kantor, atau tenaga perawat rumah sakit. Lowongan kerja untuk sektor tadi tersedia cukup banyak, di lain pihak warga negara pada negara-negara maju menghindari pekerjaan-pekerjaan dimaksud karena dianggap terlalu menguras tenaga dan tingkat risikonya juga terlalu besar.

Pemerintah harus melirik negara-negara Eropa, Amerika, Australia atau negara-negara maju lainnya, selain negara-negara Timur Tengah dan Asia untuk alokasi pengiriman TKI. Selain adanya lowongan cukup besar dan tingkat upah yang lebih memadai, penghargaan atas hak azasi manusia (HAM) oleh warga negara maju biasanya jauh lebih baik. Dengan memilih negara dan perusahaan atau keluarga pemberi kerja secara lebih baik diharapkan kasus-kasus pelanggaran HAM dapat dihindarkan.

Saat ini memang telah ada kementerian yang menangani masalah ketenagakerjaan, yaitu Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi. Namun pada kenyataannya, kementerian ini belum mampu menyelesaikan masalah-masalah ketenagakerjaan di dalam negeri, apalagi harus mengurus TKI di luar negeri. Memang negara juga sudah mendirikan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk kegiatan penciptaan kesempatan kerja di luar negeri, meningkatkan kemampuan TKI, pelayanan TKI, meningkatkan pengamanan, perlindungan dan pemberdayaan TKI. Namun kenyataannya, sebagian besar TKI yang dikirim juga masih setingkat pembantu rumah tangga dengan berbagai kasus yang mendera TKI di luar negeri.

BNP2TKI seharusnya tidak sekedar mengoordinasikan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. BNP2TKI harus mampu melakukan rekrutmen tenaga kerja dan pendidikan secara memadai, sehingga tersedia TKI dengan keterampilan memadai. BNP2TKI juga harus mampu mengirimkan TKI ke negara-negara maju yang membutuhkan tenaga kerja dengan melakukan kontrak-kontrak secara langsung dengan negara atau perusahaan di luar negeri melalui kerja sama secara jelas dan tertulis.

Urusan pengiriman TKI harus diurus oleh negara. Tidak bisa diserahkan atau dilakukan oleh swasta yang orientasinya hanya mencari keuntungan material saja. Pemerintah harus benar-benar turun tangan untuk menyelesaikan masalah tenaga kerja. TKI adalah manusia, mereka adalah penghasil pundi-pundi negara, mereka adalah pahlawan devisa. Mengapa negara harus ragu untuk mengurusnya? Tidak hanya masalah haji saja yang harus diurus dengan baik. Para haji ini mengirimkan kekayaannya ke luar negeri. Berbeda dengan para TKI, mereka mengirimkan seluruh hasil keringatnya ke Indonesia. Uang hasil kerjanya, semuanya dikirim ke Indonesia. Untuk kehidupan warga negara di Indonesia.

Biro Swasta Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri Tumbuh Subur

Sahabat kompasianer, dengan kondisi seperti di atas, yang terjadi adalah munculnya perusahaan-perusahaan swasta pengirim tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Mereka tumbuh menjamur di kota kabupaten ataupun ibu kota provinsi. Mereka ada yang punya balai latihan kerja ada yang tidak. Mereka sekedar mengirim, mendapat fee, dan tidak tahu-menahu dengan urusan TKI di luar negeri. Mereka hanya berprofesi sebagai calo, perantara, atau broker.

Mereka hanya mencarikan tenaga kerja untuk biro jasa tenaga kerja di luar negeri. Urusan penempatan adalah urusan para perusahaan di negara penerima tenaga kerja. Dalam kondisi seperti itu, yang terjadi adalah penelantaran TKI. Sebagian dari TKI bahkan tidak menerima gaji atau gajinya tidak dibayarkan untuk periode tertentu, dengan alasan untuk membayar fee broker, baik broker di Indonesia ataupun broker di negara tujuan, biaya transport dan biaya administrasi. Kalau toh kemudian gajinya dibayar, itu pun jumlahnya tidak memadai, di luar batas kepantasan. Mereka pun sebagian menjadi korban penganiayaan, salah satu penyebabnya di antaranya karena tidak adanya pemilihan majikan secara baik oleh broker di Indonesia. Tidak ada pihak yang merasa bertanggung jawab bila TKI menghadapi ancaman penganiayaan ataupun bila harus menghadapi masalah hukum.

Peran Kedutaan atau Konsulat Jendral Perlu dioptimalkan

Sahabat kompasianer, kedutaan besar atau konsulat jendral (konjen) sebagai perwakilan Indonesia di negara tujuan pun nampaknya tidak mampu melakukan pengawasan apalagi pembinaan. Hal ini dapat dimaklumi karena TKI masuk ke negara tersebut sebagian tanpa ada koordinasi dengan kedutaan. Dengan situasi seperti itu, maka WNI yang berprofesi sebagai TKI di luar negeri benar-benar sebagai warga tanpa perlindungan sama sekali. Mereka benar-benar menjadi warga negara tanpa negara.

Jumlah kasus-kasus pelanggaran HAM, seperti penganiayaan, pemerkosaan, penelantaran TKI ataupun tidak dibayarnya hak-hak TKI dari hari ke hari semakin banyak. Demikian juga kasus-kasus pelanggaran hukum yang melibatkan para TKI dari waktu ke waktu semakin tinggi, bahkan banyak TKI harus menghadapi ancaman hukuman mati. Itu semua dapat terjadi karena proses pengiriman TKI yang kurang memadai, sehingga TKI banyak terkirim secara ilegal. Mereka pada umumnya tanpa dibekali keahlian yang memadai dan akhirnya menjadi tenaga kerja gelap pada perusahaan atau majikan kurang bonafid. Bahkan sering terjadi mereka menjadi kejar-kejaran aparat kepolisian setempat, sehingga harus masuk penjara dan dipulangkan secara paksa.

Berkaitan dengan tidak terlindunginya warga negara yang berprofesi sebagai TKI di luar negeri, maka pemerintah harus berani melakukan perbaikan dan penyempurnaan peraturan yang sudah ada. Pemerintah Pusat harus menggandeng seluruh kedutaan atau konjen, sehingga pemerintah mendapatkan negara dan perusahaan penerima TKI yang baik. Pemerintah harus mengoptimalkan peran dari kedutaan dan konjen di negara-negara maju, terutama Eropa, Amerika dan Australia untuk mencari pasar baru bagi TKI trampil.

Pemerintah harus menghindari keberadaan perusahaan-perusahaan penyalur tenaga kerja yang hanya berprofesi sebagai calo, sebagai broker, yang hanya mengejar keuntungan semata. Balai latihan kerja harus dibiayai oleh pemerintah. Demikian juga biaya-biaya administrasi, seperti pembuatan pasport, ijin visa, biaya transport dapat ditanggung lebih dulu oleh pemerintah dan dibayar oleh TKI setelah TKI menerima gaji. Pemerintah harus mengalokasikan biaya investasi dan eksploitasi guna memperbaiki sistem pengiriman TKI ke luar negeri. Melalui campur tangan pemerintah yang lebih baik, diharapkan semua pengiriman TKI akan terekam dan terlindungi secara baik, oleh BNP2TKI ataupun kedutaan di negara tujuan.

Sahabat kompasianer, kita semua tentunya berharap agar hak-hak hidup layak warga negara Indonesia di mana pun dia berada dapat difasilitasi dan terlindungi dengan baik oleh negara. Warga negaraharus mampu beraktivitas mengembangkan kreatifitasnya sehingga secara bertahap mampu hidup layak sebagaimana insan manusia pada negara lain yang yang sangat dihargai keberadaannya. Salam kompasiana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline