Lihat ke Halaman Asli

Jamuran: Hanya Indonesia yang Memilikinya

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sumber gambar: http://www.jogjasmile.wordpress.com/

Sumber gambar: http://endahmaria.blogspot.com/

Belakangan ini jarang dijumpai sekelompok bocah memainkan permainan tradisional. Permainan tradisional tak lagi mendapatkan tempat, tergeser oleh permainan modern yang berasas pada teknologi, tak memerlukan ruang terbuka bebas, dan tak membutuhkan banyak olah tubuh.

Sebagai bangsa yang memiliki kekayaaan budaya yang adi luhung, sangat disayangkan bila kekayaan itu hilang. Munculnya komunitas yang menggiatkan kembali permainan tradisonal adalah secercah harapan membangkitkan rasa Indonesia. Salah satu permainan yang mencitrakan keaslian Indonesia adalah Jamuran.

Masih merasa asing dengan dolanan tradisional jamuran?

Jamuran dikreasikan oleh seorang ahli pendidik yang berjiwa demokratis yaitu Sunan Giri (salah satu wali sanga). Beliau mendidik dengan jalan membuat melalui bermacam-macam permainan, salah satunya Jamuran

Permainann ‘jamuran’ biasanya dimainkan pada malam-malam terang bulan, oleh anak-anak perempuan usia sekolah dasar; adakalanya anak-anak laki-laki juga ikut bermain. Jumlah anak untuk memainkan permainan ini, kira-kira 10 orang atau lebih. Karena banyaknya anak yang ikut bermain, terlebih lagi karena permainan ini dijalankan dengan banyak berlari-larian, maka diperlukan halaman yang cukup luas untuk memainkannya. Orang Jawa menyebutnya Plataran.

Permainannya sangat sederhana. Anak-anak berdiri membentuk lingkaran dan berpegangan tangan. Besar kecil lingkaran tergantung kepada banyak sedikitnya anak-anak yang bermain. Jika jumlah anak yang bermain banyak, lingkaran itu besar, sebaliknya kalau anak-anak yang bermain sedikit, lingkaran kecil. Seorang anak berdiri di tengah-tengah lingkaran itu.

Permainan ‘jamuran’ dimulai dengan anak-anak berdiri membentuk lingkaran bernyanyi :

Jamuran, ya ge getok,

Jamur apa, ya ge getok,

Jamur gajih mbejijih sa ara-ara,

Semprit-semprit jamur apa

Nyanyian ini dinyanyikan berulang-ulang oleh anak-anak yang membentuk lingkaran, sedang yang anak yang berdiri di dalam lingkaran itu tetap tinggal diam. Setelah nyanyian di atas dinyanyikan berkali-kali, maka berhentilah mereka bernyanyi pada akhir baris yang terakhir, dan berhenti bergerak-gerak. Pada baris yang terakhir itu terdapat pertanyaan jamur apa. Anak yang berdiri di tengah-tengah lingkaran itu harus menjawab, menyebutkan nama-nama jamur sekehendaknya. Ia berusaha agar kedudukannya digantikan oleh anak lain. Salah satu jawaban : jamur kethek menek (monyet memanjat)

Setelah mendengar jawaban demikian, anak-anak yang membentuk lingkaran berlarian mencari tempat yang dapat dipanjat (pohon, pagar, kursi, atau bahkan minta gendong teman, dan lain-lain). Tugas anak yang berdiri adalah mengejar anak-anak tersebut. Jika didapati ada anak belum sempat memanjat, maka segera menangkapnya. Sebagai hukumannya, si anak yang belum sempat memanjat menggantikan tugas anak yang menangkapnya, yaitu berdiri di tengah lingkaran ketika permainan itu diulangi lagi. Namun jika semua anak telah memanjat, maka anak yang berada di tengah harus menjalani hukuman lagi.

Dalam permainan babak berikutnya, bukan lagi jamur kethek menek yang dipilihnya melainkan jamur yang lain. Semisal jamur parut. Anak-anak yang membentuk lingkaran bubar menjauhi anak yang berada di tengah. Mereka mencari tempat untuk berdiri dengan berpegangan tangan pada sebatang pohon tiang, atau bersandar pada tembok lalu menggantung sebelah kakinya. Telapak kaki harus nampak agar mudah digelitik.

Anak yang tadi berdiri di tengah lalu menghampiri salah seorang anak yang menggantungkan kakinya sebelah, lalu menggelitik telapak kakinya yang digantung. Anak yang digaruk harus menahan diri agar jangan sampai tertawa, agar tidak mendapat hukuman.

Untuk memancing agar anak yang digaruk tertawa, anak yang menggaruk boleh menggodanya dengan memperlihatkan gerak-gerik yang lucu atau menggodanya dengan kata-kata yang jenaka. Jika cara-cara demikian tidak dapat membuat anak itu tertawa, maka ia menghampiri anak-anak yang lain dan diperlakukan demikian pula. Jika anak lain tetap tidak tertawa maka hukuman tetap pada dirinya, mengulangi berdiri di tengah-tengah lingkaran.

Demikian permainan itu dilangsungkan dan diulang-ulang berkali-kali dari permulaan, dan setiap kali disebutkan nama jamur yang berlainan oleh anak yang ‘jadi’.

Nama-nama Jamurdalam permainan Jamuran

Ada beberapa nama-nama jamuryang terdengar aneh namun lucu berikut aturan permainannya

Jamur Let Uwong

Anak yang membentuk lingkaran bubar lalu mencari pasangan untuk diajak bergandengan. Yang tidak mendapat pasangan harus ‘jadi’ atau mendapat hukuman berdiri di tengah lingkaran.

Jamur Kendil Borot

Anak-anak mencari tempat yang agak tersembunyi untuk buang hajat kecil, karena kendilnya borot (kendilnya bocor). Kendil yang tidak bocor dianggap tidak berguna. Wal hasil anak yang tidak buang hajat kecil dianggap sebagai kendil bocor dan harus ‘jadi’. Kadang, pada jamur kendil borot dijumpai sedikit kecurangan karena membawa air dalam plastik dan hanya berpura-pura buang hajat kecil. Atau ‘sedikit’ bohong dengan mengaku sudah buang hajat kecil saat anak yang ‘jadi’ sedang memeriksa kebocoran anak lain. Pemeriksaan Kendil borot hanya dilakukan dengan melihat bekas air.

Jamur Gagak

Anak-anak berlari sambil merentangkan tangan, menirukan kepakan sayap burung gagak sambil menirukan bunyinya gaok gaok. Tugas anak yang ‘jadi’ adalah menangkap ‘burung gagak’. Dan kawanan burung gagak harus menghindarinya agar jangan mendapat hukuman. Cara menghindari pengejaran mudah saja yaitu dengan berjongkok sebagai pengibaratan burung yang sedang hinggap. Jika mendapati anak jongkok, maka pengejaran dihentikan. Atau jika mau, menunggu agar anak yang berjongkok itu lari lagi lalu dikejar.Jika ada anak yang tertangkap ketika masih berlari, maka berlakulah hukuman.

Sederhana, riang, murah dan mendidik. Keunggulan yang diusung karena permainan ini memberikan kemungkinan kepada anak-anak untuk membeberkan kekayaan fantasi dan rasa humor dengan menyebutkan beraneka macam jamur yang kadang-kadang ‘ajaib’.

Jamuran tergolong unik. Satu hal yang mungkin tidak terlintas saat permainan sederhana ini dikresikan yakni mendorong anak untuk bisamengembangkan kecerdasan majemuk, yakni ketrampilan gerak, kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan irama, kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri serta kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan.

Lewat dolanan jamuran kita bisa melihat sebentuk kekayaaan budaya Indonesia yang bukan hanya sebagai media hiburan, namun sebagai penghargaan atas tradisi yang merupakan ‘akar’ atau cikal bakal beradaban dan tentu saja tidak dimiliki oleh bangsa lain. Karena terus terang, hanya Indonesia yang memiliki dolanan tradisional yang beragam, salah satunya : Jamuran

Yuk, bermain jamuran. Indonesia punya!

Padang-padang bulan, ayo gage da dolanan, dolanane naning latar, ngalap padang gilar-gilar, nundung begog hangatikar ( Terang-terang bulan, marilah lekas bermain, bermain di halaman, mengambil manfaat dari terang benderang, mengusir gelap yang lari terbirit-birit)

* * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline