Jalan tol dapat dimaknai penghubung antar daerah dalam negara kesatuan Republik Indonesia, dalam pandangan ini nilainya sangat positif sehingga wacana jalan Tol Yogyakarta yang akan dihubungkan ke Semarang atau Solo dan akhirnya Pantura akan mempercepat perkembangan ekonomi, dalam artian secara ideal pemerataan kesejahteraan.
Pembangunan jalan tol dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu kewajiban negara diwujudkan dengan harga tarif tol yang murah, atau sisi yang lain adalah "pakai saja sepanjang anda mau membayar" dalam perspektif ini maka faktor kemampuan ekonomi pengguna jalan mendapat beban. Terlepas dua perspektif diatas, saat ini yang sudah terjadi adalah pengguna tol harus membayar dulu sebelum menggunakan, dengan sistem "Kartu Tol"/ deposit terlebih dahulu seperti listrik model token, sehingga dalam konteks ekonomi investor/pemerintah lebih diuntungkan daripada model sebelumnya, dimana orang memakai jalan baru kemudian bayar (tunai).
Kedepannya harapan rakyat kecil seperti penulis, jalan tol tidak hanya dipandang dari sisi investasi berikut pajaknya, namun lebih diperkuat peran pemerintah dalam menganalisa keputusan membangun jalan tol/ memilih investor, sehingga adanya tol dengan segala problematika: menguntungkan daerah/pusat/investor, melewati lahan subur dan tidak, atau bahkan seberapa banyak jalan tol yang harus dibangun melayang (elevated) dapat benar-benar diperhitungkan, dengan tujuan adanya tol dan tarif tol-nya terjangkau oleh masyarakat. Pada hasil akhir yang dinilai masyarakat secara umum adalah: mahal tidaknya menggunakan jalan tol tersebut, kalau harga mahal maka masyarakat hanya akan melihat gemerlap tol sebagai komoditas dagangan, sedangkan jika bisa harga murah maka mansyarakat akan merasakan dampak positif yaitu perbaikan kesejahteraan dalam arti umum.
Segala problematika pembangunan tol kiranya dapat dipikirkan dengan hikmat dan kebijaksanaan untuk tujuan akhir memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan nasionalisme, ditengah harga BBM yang sudah beberapa kali naik, harga listrik, pajak, dan inflasi yang selalu ada tanpa terlihat nyata. Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia ke 74.
Yogyakarta, 1 Agustus 2019
hartanto.yogya@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H