Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Dinas Rp 21 Triliun! Siapa Ikut?

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Headline harian Kompas hari ini, Jumat, 14 September 2012, menyoal ongkos perjalanan dinas kementerian dan lembaga pemerintah yang pada tahun 2013 dianggarkan sebesar Rp 21 triliun.  Terjawab sudah pertanyaan mengapa kemarin Kompas hanya menempatkan perkara tersebut di halaman 17. Semoga gugatan terhadap tabiat para petinggi yang gemar memboroskan uang rakyat untuk jalan-jalan tersebut berlanjut bak gayung bersambut.

Apalagi Kompas hari ini juga memberitakan bahwa lembaga yang mengawasi kinerja hakim, Komisi Yudisial, juga sudah ketularan melakukan studi banding ke luar negeri. Sabtu besok, tiga komisioner KY (Suparman Marzuki, Ibrahim dan Abbas Said) didampingi Kepala Biro Investigasi, Kepala Biro Investgasi Pengawasan Hakim, serta Kepala Biro Investigasi Pusat Data dan Layanan Informasi, berangkat ke Italia dan Perancis. Rombongan komisioner KY periode 2010-2015 itu akan tiba kembali di Indonesia pada 24 September, setelah menghabiskan ongkos Rp 600 juta. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas yang pernah menjadi Ketua KY periode sebelumnya, menyesalkan komisioner KY  terjangkit kegemaran studi banding yang sudah lama diidap komunitas DPR RI. Di masa kepemimpinan Busyro, KY memilih tidak melakukan perjalanan dinas supaya bisa tetap tetap tegas dan jujur dalam mengawasi hakim—penjaga  gawang terakhir di lapangan peradilan yang sudah terlalu banyak kebobolan.

Sebab, menyimak berbagai kasus penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas dari tahun ke tahun, penetapan anggaran Rp 21 triliun layak disidik sebagai upaya merencanakan tindak korupsi secara sistemik. Atau dalam bahasa Pojok Kompas, para koruptor sudah menggangsir uang  rakyat jauh-jauh hari sebelum uang tersebut dikantongi pemerintah. Perbuatan menggangsir juga ditengarai sudah lama terjadi di Badan Anggaran DPR RI yang lebih berpengalaman maka dilakukan sedemikian rapi sehingga KPK baru berhasil mencokok Wa Ode Nurhayati.

Kita bisa diam saja duduk manis sabar menunggu KPK  menemukan dua alat bukti. Tapi kita juga bisa mendengar anjuran penyair Wiji Thukul yang menyeru, “Hanya satu kata: Lawan!”

Saya memilih mendengar seruan Wiji Thukul. Melawan sebisanya, semampunya….




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline