Lihat ke Halaman Asli

Angiola Harry

Common Profile

Menggali Harta Karun di Muara Sahung

Diperbarui: 15 Agustus 2015   21:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu keindahan lagi muncul, menambah tiga keindahan Kota Bengkulu lainnya. Kota yang terkenal dengan benteng Fort Marlborough, Pantai Panjang, dan bunga Raflesia raksasa itu kini memiliki batu Agate, jenis batu akik. Ya, inilah ikon baru Bengkulu, Batu Agate. Keindahan batu Agate melahirkan sebuah produk nan cantik hingga membuat Bengkulu makin eksotik.

Tepatnya empat tahun lalu di perbukitan Muara Sahung, Kabupaten Kaur, masyarakat menemukan bongkahan batu permata yang terkubur di kedalaman 3-4 meter.

Awalnya, seperti biasa, masyarakat Muara Sahung yang bermata pencarian petani kopi itu menggali ladang untuk menanam pohon kopi. Namun saat menggali, mereka menemukan bongkahan berwarna coklat gelap terselubung oleh tanah liat. Karena bentuknya seperti gumpalan, masyarakat pun menganggap itu hanyalah sebuah gumpalan tanah liat, yang akan luluh lantak bila tersiram air terus menerus. Mereka pun membuang bongkahan tersebut bersama bebatuan dan tanah dari galian.

Namun rupanya, setelah tersiram air hujan berhari-hari, bentuk bongkahan tersebut menjadi unik. Batu yang dulu terpendam sekarang terangkat menjadi primadona baru Bengkulu. Batu unik itu tak lain adalah Batu Agate, yang akhirnya menjadi penghasilan utama sebagian besar masyarakat Muara Sahung, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.

Tahapan

Pada tahap ini saja, batu Agate seolah sudah memberi aroma baru perekonomian masyarakat perbukitan. Namun problema tersendiri pada tahap ini adalah, batu Agate yang baru ditambang dan belum diolah, biasanya dijual ke pihak pengumpul dengan harga rendah. “Betapa ruginya kami, carinya susah payah tapi dibeli dengan harga murah”, ungkap Mendri, salah seorang penambang.

Bermodalkan peralatan sederhana, seorang penambang lainnya di Muara Sahung bernama Miri, bersama kelompoknya membutuhkan waktu satu hari untuk menggali beberapa lubang dengan kedalaman 3-5 meter, yang diyakini menyimpan batu Agate. Mandi lumpur adalah hal yang biasa bagi Miri dan rekan-rekannya untuk mengangkat batu-batu Agate dari lubang galian.

Bahan mentah

Kini, dengan dirangkul oleh program CSR salah satu institusi negara, kegiatan baru masyarakat Muara Sahung ini terdukung oleh edukasi, yakni pengorganisasian dan manajemen. Melalui proses pembinaan, kini tampak nyata bahwa kerja keras para penambang telah disertai kebersamaan. Miri dan kawan-kawannya kini mendapatkan batu alam pilihan.

Atas dorongan kebersamaan juga, mereka pun bertekad memperkuat permodalan. Para penambang batu agate di Ulak Bandung, Muara Sahung, mendirikan koperasi Teratai Indah pada tahun 2012. Saat ini Koperasi Teratai Indah memiliki anggota 15 orang dengan total aset mencapai Rp 15 juta. Dan dengan bekal pengalaman yang didapat selama 4 tahun, Miri dan kawan-kawannya dalam sehari bisa mengumpulkan beragam jenis batu alam. “Lumayan, sehari bisa dapat sekitar 1,5 – 2 ton,”, kata Miri.

Kini, selain batu Agate, di kawasan Muara Sahung dan sekitarnya yakni mulai dari Desa Ulak Bandung , Luang Batu Api dan Pendawaian, Pantai Hili, Semidang Gumay, dan Sungai Luas, juga dapat ditemui batu permata lainnya yang bernilai jual tinggi yaitu, Chrysolite, Solomon, Seroja, dan Zambrud. “Dibentuknya koperasi ini untuk membantu pengelolaan keuangan para anggota selain juga memperkuat permodalan para penambang,”, kata Jon Sirwan, Ketua Koperasi Teratai Indah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline