Lihat ke Halaman Asli

Harrys Simanungkalit

TERVERIFIKASI

Hotelier

Mengapa Petugas Pajak Sering Digambarkan sebagai Orang Jahat di Kitab Suci

Diperbarui: 4 September 2024   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2020 seluruh dunia diresahkan dengan pandemi virus corona atau yang akrab disebut sebagai wabah covid-19. Masih jelas dalam ingatan jalanan yang lengang karena hampir semua sekolah dan kantor tutup, mobilisasi dibatasi, acara-acara yang berpotensi kerumunan dilarang demi pencegahan penyebaran virus. Orang kemudian bekerja dan belajar secara daring.

Di masa penuh ketakutan seolah situasi sedang perang itu orang-orang justru saling berbagi, saling memahami kesulitan masing-masing. Hal ini dibuktikan dengan jika satu orang terinfeksi virus dan harus dikarantina, para kerabat secara proaktif mengirimkan makanan dan vitamin penambah daya tahan tubuh.

Tak ketinggalan dalam urusan administrasi. Dikarenakan adanya larangan kerumunan yang bisa menimbulkan cluster-cluster penyebaran virus, kantor-kantor pelayanan seperti Samsat, kantor Polisi, dan lain-lain memberi dispensasi perpanjangan batas waktu pengurusan dokumen pembayaran pajak kendaraan atau perpanjangan SIM. Bahkan segala keterlambatan pun diberi pemakluman tanpa harus kena sanksi dikarena situasi yang memang segala sesuatunya terbatas untuk dilakukan tepat waktu.

Tapi hal-hal yang mengutamakan fleksibilitas dan hati nurani ini sepertinya tidak berlaku di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Balige. Tahun-tahun sebelumnya dan berikutnya perusahaan tempat saya bekerja tidak pernah terlambat melaporkan SPT tahunan. Hanya pada saat melaporkan SPT tahun 2019 di tahun 2020 saja terkendala karena tatap muka yang dibatasi, bahkan sering sekali ditutup pada waktu dan hari tertentu. Penyerahan berkas laporan pun akhirnya hanya bisa dilakukan lewat pos. Urusan dengan pengiriman lewat pos pun terkendala karena pembatasan mobilitas dan pembatasan hari & jam kerja yang berimbas pada banyak kantor pelayanan publik.

Pada akhirnya memang berkas terkirim dengan keterlambatan beberapa hari. Selanjutnya senyap, dan memberi kesan seolah tidak ada masalah dan ada pemakluman dengan keterlambatan tersebut.

Namun 4 tahun kemudian, kami dikejutkan dengan surat teguran dengan tagihan denda sebanyak 1,000,000 atas keterlambatan penyerahan berkas tahun 2020. Kami pun menjelaskan bahwa keterlambatan diakibatkan pandemik Covid-19 yang melanda di tahun 2020, dan berharap ada dispensasi tanpa harus dikenakan sanksi denda.

Atas niat baik dan anjuran salah satu teman saya yang juga bekerja di Kantor Pajak di kota lain, kami pun mengajukan Surat Permohonan Penghapusan Denda. Namun lagi-lagi surat ini pun tak mendapat respon dan gubrisan.

Hingga akhirnya kami kembali mendapat surat yang lebih 'kejam; lagi, yaitu Surat Paksa dengan embel label Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keadilan dalam konteks apakah yang dimaksud? Apakah adil mengenakan sanksi kepada wajib pajak yang terlambat memberikan laporan dikarenakan oleh situasi yang sifatnya kritis karena menyangkut nyawa manusia? Berapa orang yang meninggal di tahun 2020 karena pandemi? Dan Tuhan yang mana yang memberikan delegasi tugas kepada petugas untuk menjerat wajib pajak yang terpaksa 'lalai' karena sesuatu yang di luar kendalinya?

Karena tidak ingin memperpanjang masalah, pada akhirnya perusahaan kami memang membayar denda yang dibebankan. Tetapi pada akhirnya pertanyaan saya sejak masa kecil akhirnya terjawab, kenapa petugas pajak dan pemungut cukai sering di gambarkan sebagai orang jahat dan munafik? Mungkin inilah salah satu alasannya, karena mereka tidak punya nurani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline