1/
Seorang teman, dengan penuh antusias, memberitahu kalau ada Senator di Selandia Baru membawa anaknya ke sidang parlemen yang kemudian diasuh dan diberi susu oleh pimpinan sidang.
Kata temanku tadi, lanjutnya: saatnya ayah ganti (menggantikan, maksudnya) popok dan bikin susu.
Pedahal, meski itu tidak banyak, ada banyak ayah yang sudah melakukan kedua hal tersebut; bisa keduanya atau satu di antaranya.
Maksudku: itu semua ada. Walau secara kuantitas sedikit bukan berarti tak dihitung atau tidak dianggap, kan?
Membincang maskulinitas --apalagi membangga-banggakannya-- barangkali sudah menjadi hal tabu di era kiwari.
Atau... ini baru sekadar dugaan saja: temanku mungkin kaget. Tidak apa-apa. Itu wajar kok.
2/
Presiden Jokowi menggelar konfrensi pers. Di hadapan awak media, dengan penuh keyakinan, ia mengatakan ingin memindahkan Ibu Kota --yang semula di Jakarta ke Kalimantan Timur.
Lalu, muncul polemik yang lahir di antara masyarakat kita: apakah ini serius?
Setiap orang berpendapat, baik yang pro dan kontra, hampir seminggu ini barangkali, semua tentang itu-itu saja.
Namun, ternyata ada yang tidak diduga sebelumnya: nasib para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mau-tidak-mau mesti ikut juga bila itu benar.
Selagi ikut meramaikan wacana pemindahan Ibu Kota, tetiba ada warganet mengunggah video seorang ASN bermain drum dengan --bukan hanya bisa, tapi keren.