Lihat ke Halaman Asli

Harry Ramdhani

TERVERIFIKASI

Immaterial Worker

Mencari Sendiri Arah Pembaca(an) Komik Indonesia

Diperbarui: 22 Februari 2018   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Komik Si Juki diakses melalui aplikasi Webtoon (Yoga Hastyadi Widiartanto/Nextren.com)

Sekitar 2 tahun lalu, kalau saya tak keliru kala mengingat, saat masih dibolehkan rokoan di selokan, pernah saya dengar selentingan: komik impor itu jauh lebih laku dibanding komik lokal. Itu ucapan pekerja komik major di Indonesia. Tak perlu disebut namanya.

Rasanya ingin betul langsung menanggapi obrolan mereka itu, tapi... ngupi saja ternyata lebih enak. Lagi pula kalau pun ingin menimpali, bingung. Mau mulai dari mana? Tahu tentang komik saja tidak, bagaimana nyambungnya?

Tentu persoalan saya perihal komik tidak sejauh obrolan mereka. Tidak sampai sejauh memikirkan industri komik. Bukan. Apalagi membandingkan komik lokal dengan impor. Ini belum ditambah perbandingan komik konvensional (dicetak dengan kertas) dengan komik daring. Pertanyaan saya sebenarnya sederhana: memang benar (masih) ada pembaca komik?

Untunglah beberapa hari kemarin Kang Denny sempat membuat rantuit tentang komik. Bisa disimak di sini:

Tidak begitu menjawab, walau saya sendikit dapat tercerahkan dan pemahaman.

***

Kali pertama membaca komik adalah saat tayangan kartun Sin-chan (di)berhenti(kan) sementara oleh RCTI. Kala itu Sin-chan menjadi candu. Seperti ada yang hilang jika minggu pagi tidak diisi dengan menontonnya. Sudah tentu komik Sin-chan jadi pelarian dan setelah saya tahu, ternyata jauh lebih vulgar. Pada beberapa panel (saya tahu istilah panel dalam komik dari rantuit Kang Denny) bahkan kemaluan Sin-chan digambar blast. Sampai akhirnya diprotes lagi dan beberapa komik keluaran terbaru sudah menjadi "kepala gajah".

Pernah sekali ketahuan Gomah baca komik Sin-chan. Mukanya langsung gak enak. Secara tidak langsung mungkin melarang. Kemudian kejadian inilah yang memperkenalkan saya dengan komik Petruk dan Gareng. Kalau diingat-ingat, sepertinya ini komik lokal terbaik yang pernah saya baca.

Cara mendapatkannya seperti judi saja. Ketika SD, ada penjual mainan apa-saja-yang-hits kala itu. Bermodal uang jajan 500 perak, saya taruhkan untuk bisa mendapatkan komik Petruk - Gareng. Penjual tersebut menjajakan banyak mainan, makanan dan komik --di antaranya. Semacam hadiah, semua dibungkus plastik, diikat dengan tali yang panjang, disatukan dengan tali lain dan cukup dengan 500 rupiah mendapat 2 kali kesempatan untuk mencabut tali tersebut. Jika apes, tali itu tidak mengait pada hadiah apapun.

Sejak kecil saya sudah senang main beginian. Judi kecil-kecilan untuk anak kecil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline