1/
Seorang pelawak pernah dikabarkan telah (di)berhenti(kan) dari beberapa stasiun tv karena dikira menghina satu golongan tertentu.
2/
Edgar Allan Poe pernah menulis sebuah cerita pendek yang mengisahkan betapa kelamnya kehidupan seorang pelawak pada masa kerajaan: Hop-Frog.
3/
Dulu, bersama pasangan saya yang-telah-menjadi-dahulu, kami sering mendebat apa saja. Yang lebih sering karena selera; yang jarangnya karena sikap. Buat kami, dulu, itu seru: perbedaan (pendapat) menjadi warna dalam hubungan kita.
Namun, ada satu perdebatan oleh kami --saya, khususnya-- sebisa mungkin hindari: tentang siapa dia antara kami yang percaya apa kebetulan itu ada?
Bukan karena tidak ingin. Tidak! Tapi ketika argumen saya tidak bisa dibantah olehnya, untuk yang satu ini, kami lebih sering bertengkar. Kemudian kami saling diam-diam untuk waktu yang cukup lama. Saya tidak suka pertengkaran, begitu juga dia, saya kira.
Bagi saya kebetulan itu tidak ada. Semua sudah diatur dari sana-Nya. Dia tidak percaya. Kebetulan itu ada, sebab semua yang dilakukan tiba-tiba (improvisasi atau apalah itu) menghasilkan kebetulan yang tidak diduga. Sudah begitu, kami punya latar kepercayaan dan keyakinan yang berbeda. Sudah. Kelar.
4/
Percayalah, yang menjengkelkan dari punya hubungan yang berbeda secara keyakinan itu ketika (1) susahnya dapat restu orangtua untuk sekadar dekat, lalu (2) masing-masing dari kita, secara bersamaan, sadar kalau hubungan ini sukar untuk bisa dipertahankan karena perbedaan keyakinan. Selama kami tidak sadar untuk poin yang kedua, hubungan kami baik-baik saja.