Lihat ke Halaman Asli

Harry Ramdhani

TERVERIFIKASI

Immaterial Worker

Bertemu Toilet Penuh Corat-coret

Diperbarui: 11 Juli 2016   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kumcer "Corat coret di Toiet" | Nyang Fotoin: @arfinTsasongko

Saya percaya satu hal: buku akan mememui pembacanya sendiri, seperti hewan peliharaan kepada (calon) majikannya. Entah dengan cara atau bentuknya, buku ditakdirkan ada di tangan pembaca-pembacanya sendiri.

Seperti saya dengan buku kumpulan cerpen "Corat-coret di Toilet" karya Eka Kurniawan.

Itu buku pertama Eka Kurniawan, sebelum akhirnya dicetak ulang Gramedia. Sekarang sudah cetak ulang dengan sampul berbeda. Saya punya yang sampul pertama Gramedia tahun 2014. Saya kenal ini dulu baru novel pertamanya yang sebesar bantal itu "Cantik Itu Luka".

Sebenarnya saya hanya ingin sekadar membeli novel Zen RS di sebuah kedai boekoe online, tapi berhubung saya rasa tanggung dengan ongkos kirim, saya juga beli kumcer Eka Kurniawan ini. Dari dua buku itu, ternyata saya lebih dulu membaca "Corat-coret di Toilet". Selain lebih tipis, saat itu nama Eka Kurniawan sedang kembali hangat-hangatnya diperbincangkan.

Dulu, setahu saya, Eka Kurniawan mencetak kumcer ini beberapa eksemplar saja. Itu pun dilakukannya sendiri bersama Yayasan Aksara Indonesia, 2000. Harganya 10ribu. Semoga itu benar. Saya lupa pernah membacanya di mana.

Perihal toilet, saya punya pengalaman sendiri. Semasa kuliah, saya pernah membuat film pendek. Sayang itu sebatas angan. Film itu tadinya saya ingin membuatnya karena ruang tunggu mahasiswa dekat dengan toilet. Saya jarang dapat tempat dan lebih sering kedapatan di toilet. Toiletnya bersih. Kadang saya sendiri yang membersihkannya. Kelak akan saya ceritakan itu di lain pembahasan. Intinya, film pendek yang ingin saya buat menceritakan dua orang mahasiswa yang memikirkan Indonesia di dua toilet sambil buang air besar.

Duh, jadi terlalu melebar. Namun membaca "Corat-coret di Toilet" telah membawa saya kembali ke ingatan itu.

Dalam buku ini total ada 12 cerita pendek. 10 di antaranya sudah terbit terdahulu seperti yang saya ceritakan di awal. Tapi saya hanya suka beberapa. Teman Kencan; Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam; dan tentu, Corat-coret di Toilet.

Namun yang membuat buku ini berkesan, sekaligus berharga, ialah karena banyak berlatar pada masa-masa pasca Orde Baru. Masa di mana semua penuh kebingungan terhadap runtuhnya rezim yang lama berkuasa dan kita gigih menumbangkannya.

Teman Kencan, adalah cerita perihal kehidupan aktivis mahasiswa yang ingin merasakan malam minggu. Itu terjadi setelah banyak yang ia korbankan --kuliah, keluarga dan tentu kekasihnya yang memilih minggat-- demi masa yang lama menjadi mimpi kebanyakan rakyat Indonesia: reformasi demokrasi.

Perjuangan laki-laki inilah yang digambarkan ulang Eka Kurniawan, terhadap apa yang mesti dilakukan mengisi masa-masa awal reformasi. Perjuangan belum usai, bahkan malam minggu sekalipun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline