Lihat ke Halaman Asli

Harry Ramdhani

TERVERIFIKASI

Immaterial Worker

Penggali Kubur dan Sajaknya

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1421014166769568647

ilustrasi

1/
Sejak Penggali Kubur itu mengenal sosial media, ia pun ingin menulis sajak
seperti yang lainnya. Sajak tentang kematian yang kelak
(lebih) abadi --dari kematian itu sendiri.

Baginya, semakin dalam kau menggali puisi, maka itu lebih tak kenal dasar dari
menggali tanah. "Tak ada yang bisa tahu betapa dalamnya puisi,
dan kematian, kau tahu, sama abadinya dengan puisi."

Penggali Kubur itu pun, kalau tidak ada kerjaan,
menulis puisi. Tapi, sayang, tak satu pun puisi terselesaikan.

2/
Kematian, dalam benaknya,
ialah, cara Tuhan menjumpai ciptaan-Nya
dengan baik. Seperti larik yang ditulisnya.

3/
Pagi itu ada yang meninggal, seorang perempuan yang mati gantung diri
karena pasangannya selingkuh, oleh cinta, ia merasa dikhianati.
Mayatnya kaku. Lidahnya menjulur keluar. Matanya tak bisa tertutup. Dengan kantuk
Penggali Kubur itu bekerja --setengah hati-- karena ingin menulis puisi.

Maut menjumpai perempuan itu dengan enggan. Malas-malasan.
Kau tahu, dalam kubur nanti, Malaikat pun tidak mau menanyamu
kalau pertemuannya dengan cara bunuh diri seperti ini.

4/
Di dekat gubuknya yang hampir rubuh itu,
Penggali Kubur meniup-niup kertas bekas bungkus goreng tahu
dan segera pergi ke Masjid.

Ia memberi tahu ada yang telah mati,
"siapa?" tanya Marbot itu.
"Umumkan saja," jawabnya.

Telah berpulang ke pangkuan Tuhan,
sebuah puisi dengan 11 baris dan
11 dialog pada pukul 11 malam.

Palmerah Barat, 12 Januari 2015

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline