Sore itu, upacara penguburan salah seorang keluarga kami baru saja selesai dilakukan. Seperti biasanya, acara perkabungan yang telah dilaksanakan perlu dilanjutkan dengan pengucapan syukur dan penghiburan.
Tentu saja, tujuannya untuk mengganti suasana "tenda duka" menjadi "tenda sukacita". Mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah rencana Tuhan yang terbaik dan patut disyukuri.
Bagi orang Rote, dalam setiap perhelatan upacara, pesta, atau acara apapun, seperti pernikahan, pemberkatan rumah baru, penyambutan tamu, termasuk kematian, unsur seni wajib selalu ada. Salah satu kesenian yang hampir selalu dipertunjukan adalah gong Rote.
Kebanyakan orang dari suku Rote (termasuk yang saya rasakan) menganggap bahwa acara tanpa musik ini belumlah lengkap.
Mungkin saja bagi orang-orang di generasi sekarang, permainan alat musik atau tarian adat mungkin tidak terlalu diminati lagi penampakannya. Sudah cukup jarang kesenian daerah ditampilkan pada acara-acara keluarga yang mulai terisi dengan budaya modern. Alhasil, kebanyakan unsur seni kebudayaan hanya dapat kita nikmati pada pementasan atau festival di momen-momen tertentu saja.
Saya cukup beruntung karena hidup di tengah keluarga yang masih menyukai pertunjukan kesenian adat pada acara-acara keluarga.
Salah satu kesenian yang selalu dimainkan sebagai hiburan atau penjalin tali persaudaraan adalah musik gong, sasando, hingga tarian seperti te'o renda dan foti.
Secara pribadi, yang menjadi favorit saya adalah alunan musik gong dan tarian foti. Alasannya karena setiap kali melihat dan mendengar keduanya, rasa semangat dan gembira selalu muncul dari dalam hati.
Biasanya di keluarga saya, beberapa to'o (arti: sebutan khusus orang Rote untuk paman) sangat pandai mempertunjukan kesenian tersebut.