Lihat ke Halaman Asli

Harry Dethan

TERVERIFIKASI

Health Promoter

Belajar tentang Pemulihan dari Seni Kintsugi Jepang

Diperbarui: 15 November 2020   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar:https://www.lifegate.com/

Ada di antara kita yang pasti memiliki perlengkapan rumah tangga dengan bahan dari keramik atau tembikar. Apa yang biasa kalian dilakukan ketika benda-benda tersebut jatuh dan hancur berkeping-keping? Tentu pilihan utama yang dilakukan adalah langsung membuangnya jauh-jauh karena sudah tidak berguna. Jika tidak dibuang, maka benda-benda yang rusak tersebut mungkin saja bisa melukai kita atau orang lain di rumah.

Tapi tahukah kalian? Di Jepang terdapat sebuah tradisi bernama seni kintsugi. Seni ini memiliki tujuan untuk mereparasi benda yang telah hancur, bahkan membuat benda tersebut menjadi lebih berharga. Rasanya, kita bisa belajar tentang pemulihan dari filosofi seni ini.

Kintsugi berasal dari dua kata yakni kin dan tsugi. Kin memiliki arti emas dan tsugi diartikan sebagai penggabungan. Di Jepang, saat ada perlengkapan seperti teko, mangkuk, cangkir, atau vas yang rusak, mereka tidak cepat-cepat membuangnya. Mereka lebih memilih membuat benda tersebut menjadi sesuatu yang lebih berharga.

Bagaimana caranya? Potongan-potongan barang yang telah pecah itu akan dikumpulkan, lalu disatukan kembali. Uniknya, penyatuan tersebut tidak menggunakan lem. Yang mereka gunakan adalah jenis logam mulia seperti emas cair, perak cair, serta pernis yang telah dicampurkan dengan bubuk emas.

Alhasil, dengan ketelitian dan kreativitas, benda yang semula sudah tidak berharga dapat berubah menjadi lebih berharga. Bahkan, harga dan kualitasnya akan melampaui harga semula sebelum perlengkapan yang tersebut rusak atau pecah.

Luar biasa, bukan? Lalu, apa yang biasanya kita lakukan ketika kehidupan kita hancur atau terluka? Apakah kita sering menyimpan rasa hancur tersebut dan menyakiti diri? Apakah kita biasa menggunakan rasa hancur itu untuk melukai orang lain juga?

Jika kita belajar dari seni kintsugi, maka hasil akhir dari kehancuran dan luka kita akan berbeda. Luka yang ada bisa membuat hidup kita menjadi lebih berharga, bahkan lebih dari kita bayangkan. Untuk mendapatkan hal itu, kita perlu menyerahkan hidup yang sudah menjadi kepingan tak berharga kepada Tuhan.

Di tangan Tuhan, Ia tak hanya mereparasi, tapi juga membuat hidup kita menjadi sangat berharga. Jika seni kintsugi menggunakan emas dan perak untuk menyambung setiap bagian yang pecah, Tuhan menggunakan darah-Nya yang kudus untuk menyembuhkan dan memulihkan kita. Kita pun akan timbul menjadi manusia baru luar biasa.

Setelah disembuhkan dan menjadi manusia baru. Apakah bekas luka atau kehancuran kita akan hilang? Tidak? Sebaliknya, bekas pecahan tersebut tetap ada seperti seni kintsugi. Bekas pecahan atau luka itu malahan bisa menjadi kesaksian atau cerita tentang bagaimana Tuhan memulihkan hidup kita. Orang lain yang mendengarnya pun bisa terinspirasi dan membiarkan hidupnya direparasi.

Perihal bercerita tentang bekas luka yang telah sembuh, bukankah kita sering bercerita tentang pengalaman di balik luka itu? Contohnya, luka bekas sayatan pisau dapur saat masak, luka bekas knalpot, atau luka bekas jatuh. Cerita yang kita berikan tentang bekas luka sering kali heboh, lucu, dan ada juga pelajarannya, bukan?

Jika luka biasa saja bisa kita ceritakan demikian semangatnya, apalagi pemulihan yang Tuhan berikan dalam kehancuran hidup kita. Pastinya bekas luka hidup kita akan jadi cerita yang sangat luar biasa. Jadi, mari serahkan diri kita yang sedang hancur kepada Sang Ahli dan biarkan Dia berkarya. Segala keburukan yang kita miliki akan dibuatnya menjadi harta yang sangat berharga untuk kemuliaan nama-Nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline