Piter nampaknya sedang minder. Pemuda berusia dua puluh enam tahun tersebut merasakan demikian karena ia sedang duduk diapit oleh dua orangyang sangat berkharisma di samping kiri dan kanannya.
Kedua orang tersebut terlihat sudah berusia tiga puluhan. Selainitu, mereka juga sepertinya sangat berpengalaman dan berpendidikan tinggi, sedangkan ia hanyalah seorang yang masih sangat muda.
Mereka bertiga sangat serius menantikan panggilan dari dalam ruangan. Kursi sofa empuk yang diduduki menambah rasa kurang nyaman karena penuh terisi hanya oleh mereka saja. Terang saja, tempat tersebut hanya tersedia satu sofa saja.
Sebuah perusahaan roti yang besar ternyata sedang mengadakan seleksi untuk mencari seorang manager baru. Setelah melewati beberapa tahapan yang cukup sulit, akhirnya diumumkan bahwa tersisa tiga orang untuk memperebutkan satu kursi manager di perusahaan tersebut.
Mereka bertiga terdiri dari dua orang yang sudah sangat berpengalaman di bidang managerial dan satu orang yang masih sangat muda. Dan orang yang masih sangat muda tersebut adalah Piter.
"Dik, kamu pernah kerja dimana?" tanya seorang pria yang berada di sebelah kiri Piter padanya.
Mendengar pertanyaan tersebut, keheningan yang sedari tadi mendera, mulai pecah. "Saya hanya pernah bekerja sebagai pembuat roti pak," jawab Piter.
"Lulusan mana kamu?" lanjut pria tersebut bertanya.
Pertanyaan pria tersebut sepertinya lumayan mengganggu Piter. Apalagi saat Piter melihat ekspresinya ketika bertanya, seperti orang yang sedang meremehkan.
"Saya lulusan SMA, pak." Jawab Piter berusaha tenang.
"Oh yah, hanya lulusan SMA ternyata." Ucap pria tersebut dengan nada yang membuat Piter makin merasa minder.
"Kalau bapak, pernah dimana pak?" tanya pria tersebut lagi kepada pria yang berada di sebelah kanan Piter.
Pria yang sedari tadi duduk di sebelah kanan Piter memang tidak berbicara sedikitpun. Dia hanya terlihat diam dan mendengar percakapan antara Piter dan pria di sebelah kirinya.
"Kalau saya belum terlalu berpengalaman pak, masih banyak belajar juga." Jawab pria tersebut dengan sopan dan rendah hati.
"Oh begitu ternyata. Kalau saya sudah bertahun-tahun menjadi manager di berbagai perusahaan. Bukannya sombong, tapi pengalaman saya mungkin lebih banyak dari kalian berdua." Pria di sebelah kiri Piter sesumbar denganpercaya diri.
"Oh yah, nama saya Markus." Ucap Pria di sebelah kiri Piter lagi sambil menyalami pria di sebelah kanan Piter.
"Ia pak Markus, salam kenal. Nama saya Luther." Jawab priadi sebelah kanan Piter dengan sopan.
Piter sepertinya tak dihargai sama sekali oleh pria yang bernama Markus tersebut. Mentang-mentang dia terlihat seperti "anak kemarin sore", iapun tak diajak berkenalan. Padahal dia duduk tepat di sebelah pak Markus.
Mendapat perlakuan tersebut membuat Piter hanya bisa tertunduk. Beginilah rasanya jika dianggap sebagai "anak bawang" yang tidak berarti oleh orang yang katanya berpengalaman.
"Dik, salam kenal juga yah. Nama kamu siapa?" ucap pakLuther
"Nama saya Piter, Pak." Jawab Piter.
Pak Luther memang mendengar berbagai perkataan yang seolah menjatuhkan mental Piter. Iapun bisa membaca bahwa Piter sedang minder dari ekspresinya. Pak Luther lalu menjabat tangan Piter. Sambil memegang tangan Piter,Pak Luther juga memberikan secarik kertas.
"Dik. Semangat yah. Saya juga dulu sebelum melanjutkan kuliah,hanya pernah bekerja di toko roti. Lakukan saja yang terbaik. Saya tahu kamu bisa. Usaha dan kualitasmu untuk sampai ke tahap ini tidak akan sia-sia." Begitulah isi tulisan dalam secarik yang diberikan oleh pak Luther.
"Terima kasih pak." Ucap Piter pada pak Luther. Piter terlihat sangat lega dan seperti kembali mendapatkan motivasi tambahan dalam proses berikut.
Seseorang muncul dari dalam ruangan pemilik perusahaan. Ia adalah asisten pemilik perusahaan. Ia lalu memanggil Piter untuk masuk ke dalam ruangan. Beberapa lama kemudian, orang tersebutkembali keluar.
"Mohon maaf sudah menunggu lama pak. Testnya sudah selesai." Ucap asisten tersebut.
Belum selesai asisten tersebut berbicara, pak Markus lansung memotong.
"Loh, sudah selesai bagaimana? Dari tadi kita hanya duduk menunggu di sini. Kamu jangan mempermainkan saya." Ucap pak Markus dengan emosi yang meninggi. Sementara itu, pak Luther tetap tenang dan mengontrol dirinya.
"Sekali lagi mohon maaf pak. Harusnya hasil test terakhir ini diumumkan nanti, namun pak Piter memerintahkan saya untuk memberitahu hasil test terakhir ini sekarang." Jawab sang asisten.
"Pak Piter???" kedua pria yang berkharisma tersebut kaget. Mereka baru mengetahui bahwa pemilik perusahaan roti tersebut adalah anak lulusan SMA yang sedari tadi duduk di tengah-tengah mereka.
"Ia Pak. Dan yang berhasil lulus dalam test terakhir ini adalah yang menuliskan kalimat dalam kertas ini." sang asisten menunjukkan kertas berisikan kalimat motivasi yang tadi diberikan oleh pak Luther kepada Piter.
Melihat hal tersebut, pak Markus lalu pergi begitu saja dengan penuh emosi. Pak Luther lalu masuk ke dalam ruangan Piter. Pak Luther terlihat kaget ketika ia melihat Piter, si anak muda yang tadi terlihat sangat gugup, duduk di atas kursi dan di depan meja yang tertulis CEO.
"Terima kasih pak Luther. Selamat, anda saya terima sebagai menager di perusahaan ini. Terima kasih atas motivasinya pada saya tadi. Saya menemukan sosok manager yang saya cari dalam diri pak Luther." Ucap Piter pada pak Luther.
"Terima kasih pak Piter." Sahut pak Luther dengan wajah yang terlihat masih kaget dengan tes terakhir yang barusan ia lalui.
"Sama-sama pak. Saya harap, pak Luther bisa memimpin dan memotivasi semua karyawan juga dengan baik. Mulai besok, pak Luther sudah bisa mulai bekerja." Ucap Piter, sang pemilik perusahaan sambil menjabat tangan pak Luther dengan tersenyum.
Kupang, 20 April 2019
Harry Andrean Dethan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H