Di mata masyarakat, pekerjaan Satuan Polisi Pamong Praja sering diidentikkan sebagai penertib Pedagang Kaki Lima (PKL), gelandangan, pengemis, anak jalanan, wanita tuna susila dan pedagang pasar tradisional, yang sebagian besar dapat dikategorikan sebagai "orang kecil" atau masyarakat marginal.
Sementara di mata sesama aparat hukum, Satpol PP dianggap sebagai penegak hukum tindak pidana ringan (Tipiring) saja. Artinya Satpol PP hanya menyidik dan menegakan hukum kepada masyarakat yang melakukan kejahatan atau pelanggaran kecil kecilan.
Meskipun bagi sebagian anggota Satpol PP pandangan- pandangan tersebut biasa saja, namun pandangan seperti itu membuat Satpol PP seolah-olah "tajam ke bawah, tumpul ke atas".
Sebagai salah satu lembaga penegak hukum Satpol PP akan menjadi tidak adil karena memperlakukan warga negara berbeda di depan hukum.
Memang sering ketika melakukan kegiatan penertiban, pengawasan atau sosialisasi peraturan daerah masyarakat kecil "menjual" orang-orang besar atau berkuasa sebagai legitimasi pelanggaran yang dilakukannya.
Kalimat-kalimat "Saya ikut pak Haji X pak, kalo punya saya ditertibkan tolong tertibkan juga punya beliau" atau "Saya hanya menjalankan usaha ini, yang punya bapak (pejabat atau anggota DPRD). Tentu saja semuanya adalah alasan agar pelanggaran yang dilakukan tidak ditertibkan.
Pembentukan, Tugas dan Sasaran Penegakan Satpol PP
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 255 ayat (1) Satpol PP dibentuk menegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah (Perda dan perkada), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas tersebut Satpol PP memiliki kewenangan melakukan tindakan penertiban non-yustisial, melakukan penindakan, melakukan penyelidikan dan melakukan tindakan administratif kepada warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan atau diduga melakukan pelanggaran terhadap Perda atau Perkada.
Memperhatikan sasaran penegakan perda yaitu warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melanggar perda atau perkada tentu saja tanpa pandang bulu, baik warga masyarakat yang kaya raya. Aparat pun harus diperlakukan sama, baik golongan/pangkat rendah atau pejabat tinggi dan badan hukum atau perusahaan juga harus diperlakukan sama dengan warga masyarakat.