Dengan Jumlah 38 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota dapat dibayangkan berapa banyak peraturan daerah (Perda) yang dibuat setiap tahunnya di Indonesia. Undang-Undang bersama dengan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dapat memuat sanksi pidana.
Sayangnya literatur mengenai formulasi sanksi pidana pada perda sangat minim. Begitu pula dengan peraturan mengenai pembentukan sanksi pidana juga masih sangat umum dan menyebabkan banyak masalah pada formulasi sanksi pidana pada perda.
Buku "Kebijakan Formulasi Delik Dalam Peraturan Daerah" mengisi kekosongan literatur mengenai bagaimana membuat sanksi pidana pada peraturan daerah. Buku yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah, terutama DPRD dan Pemerintah Daerah sebagai pembentuk perda.
Tahap formulasi pidana/delik merupakan tahap yang sangat strategis. Tahap formulasi dirumuskan kebijakan legislasi yang menjadi sandaran legalitas tahap selanjutnya. Pada tahap ini ditentukan perbuatan yang dapat dipidana, syarat dan kepada siapa sanksi pidana dikenakan.
Legislator di daerah adalah pembuat formulasi delik sesuai dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang 12 tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kedua UU tersebut memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengambil kebijakan termasuk kebijakan legislasi. Daerah dapat membuat peraturan daerah yang memiliki sanksi pidana, meskipun sanksi pidana tersebut hanya memperkuat sanksi administrasi yang ada di peraturan daerah.
Dalam konsep Negara Kesatuan RI sebagai Negara Hukum dan otonomi maka apabila ada urusan pemerintahan yang diserahkan kepada pemerintah daerah termasuk penegakan hukum bukan berarti pemerintah pusat melepaskan tanggungjawabnya karena tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan adalah pemerintah pusat.
Wajar bila pemerintah pusat melakukan evaluasi dan pengawasan bahkan pembatalan terhadap peraturan daerah yang dianggap bertentangan dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
Norma hukum positif di Indonesia memang dibuat berjenjang dan berlapis dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 jenjang hukum positif di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Materi yang dimuat pada perda terbagi tiga yaitu materi terkait penyelenggaran otonomi daerah dan tugas perbantuan, materi yang menampung kondisi khusus daerah atau potensi daerah dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dari 7 jenjang peraturan perundangan tadi 3 yang dapat memuat sanksi pidana yaitu pada Undang-undang, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Dapat, artinya tidak wajib mencantumkan sanksi pidana pada peraturan perundangan yang dihasilkan meskipun ada kecenderungan untuk selalu membubuhkan sanksi pidana pada perda yang dibuat.