Setiap pemerintah daerah, provinsi, kota atau kabupaten dapat menetapkan Peraturan Daerah (Perda) yang harus dipatuhi penduduk di masing masing daerah tersebut.
Perda adalah salah satu sumber hukum pidana, dan terhadap pelanggaran ketentuan yang ada di Perda tersebut dapat diberi sanksi pidana. Pemberian sanksi pidana merupakan salah satu upaya agar perda bisa efektif dilaksanakan atau ditegakkan.
Tidak semua perda memiliki sanksi pidana, sanksi pidana berat biasanya diatur di peraturan perundangan yang lebih tinggi. Kebanyakan hanya berbentuk pelanggaran dengan kategori tindak pidana ringan.
Penegakan perda yang merupakan salah satu tugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Perda yang memiliki sanksi pidana membutuhkan pembuktian atas pelanggarannya. Penyidikan pelanggaran ketentuan Perda dilakukan oleh Pejabat Penyidik atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 1 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Polisi Pamong Praja yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP, dalam melaksanakan Penegakan Perda Satpol PP bertindak sebagai koordinator PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah.
Tentang PPNS ini, Kementerian Dalam Negeri, memberi pedoman dalam rangka tertib administrasi, pembinaan dan pengawasan dalam melakukan penyidikan pelanggaran Perda melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2019 tentang PPNS di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Permendagri 3/2019 ini berisi 10 Bab 23 Pasal. Pada Bab III diatur tentang Sekretariat PPNS, meliputi tempat berkedudukan di Satpol PP, Keanggotaan dan tugas sekretriat PPNS. Penting juga diketahui pada Bab IV Permendagri ini diatur tentang Administrasi Penyidikan PPNS yang merinci kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS dan rincian administrasi penyidikan acara pemeriksaan, yang tentunya harus selaras dengan Kitab Undang Undang Acara Pidana.
Selanjutnya dengan mengacu kepada Kitab Undang-Undang Acara Pidana dan perubahan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan KUAHP serta meningkatkan tertib administrasi PPNS, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menerbitkan Permenkumhan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengangkatan, Pelantikan dan PengambilanSumpah atau Janji, Mutasi, Pemberhentian, Pengangkatan Kembali, dan Pemberian Kartu Tanda Pengenal Bagi Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Pada Pemenkumham ini, tergambar syarat yang cukup berat untuk menjadi pejabat PPNS, misalnya harus S-1, Pangkat minimal 3/a, PNS 2 tahun dengan kinerja yang baik, sehat serta lulus pendidikan pelatihan bidang penyidikan. Selain beratnya menjadi pejabat PPNS, administrasi yang harus dilengkapi untuk menjadi Pejabat PPNS cukup rumit, meski telah dibantu dengan teknologi informasi yang serba elektronik dari kemenkumkam. Bagi PNS Daerah pengajuan administrasi itu tetap harus melalui Kemendagri kementerian yang membawahi administrasi Pemerintah Daerah, itu pun setelah berbagai rekomendasi dan syarat lain sudah terselesaikan.