Lihat ke Halaman Asli

Bad Cop, Good Cop

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

patdollard.com

Pesan SBY Kepada Ruhut 'Poltak' Sitompul,"Hut, jangan kendor menghadapi serangan lawan". Untuk lebih meyakinkan, si Poltak menyatakan, "Saat ini saya dipercaya menjadi bayonet untuk memenangkan SBY-Boediono." (di sini). Sekedar mengingatkan, Poltak dan Achmad Mubarok pernah dicopot dari daftar Timkamnas SBY-Boediono oleh Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono sebagaimana tertuang dalam surat bernomor 08/TIMKAMNAS/VI/2009 tertanggal 1 Juni 2009 kepada KPU. Keduanya sempat menghebohkan dunia politik dengan pernyataan kontroversialnya. Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok dalam rapat pimpinan nasional Partai Demokrat menyatakan Golkar diperkirakan hanya memperoleh 2,5 persen suara. Sedangkan si Poltak, melakukan blunder dengan mengatakan “orang Arab tidak berkontribusi apa-apa bagi Indonesia. Justru Amerika yang bantu Indonesia.” Terkait Mubarok, SBY menyatakan,"Partai Demokrat tidak pernah berpikir untuk melecehkan Partai golkar. Tidak ada niat dan pikiran sama sekali. Partai Golkar adalah sahabat dekat Partai Demokrat". "Saya pribadi dan Demokrat juga menghormati Partai Golkar sebagai partai senior yang tumbuh sejak era orde baru, sehingga tidaklah mungkin kami sebagai partai yang lebih muda bermaksud melecehkan, merendahkan Partai Golkar." Setelah masa kampanye selesai dan publik sudah mulai melupakan dosa-dosa kedua tokoh Demokrat tersebut, si Poltak kembali menunjukkan kehebatannya. Gayus Lumbun menjadi "korban" kegarangan si Poltak dengan ungkapan "Diam kau b***s*t"-nya dalam rapat pansus Century kemarin. Banyak pihak yang menganggap apa yang dilakukan si Poltak sudah mengganggu jalannya pansus Century. Benarkah ini merupakan bagian dari skenario Demokrat dalam menghadapi serangan lawan-lawan politiknya? Good Cop/Bad Cop (atau Mutt and Jeff, joint questioning, dan friend and foe) adalah taktik psikologi yang biasanya digunakan dalam interogasi. Teknik ini melibatkan dua orang yang mengambil dua posisi bertentangan. Keduanya dapat menginterogasi subyek secara bersamaan atau terpisah. Yang satu (bad cop) akan bertindak agresif, menuduh, menghina, dan mengancam subyek interogasi untuk memberikan informasi yang diminta. Yang lain (good cop) akan membela subyek dari polisi yang ganas (bad cop), bertindak penuh simpati, mendukung, mengerti, dan menanyai dengan sabar. Subyek diharapkan dapat merasa lebih terbuka, mencari perlindungan, dan memberi informasi. Jadi tujuan penggunaan teknik ini dalam interogasi adalah untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Teknik Good/Bad Cop pada perkembangannya dipakai dalam berbagai bidang. Jika melihat praktek di DPR, teknik ini juga sering digunakan. Di setiap komisi, ada Tim yang "bertugas“ mencari "uang siluman". Seperti yang terungkap di pengadilan tipikor, di komisi IV misalnya, dikenal ada yang bernama Tim Gegana (Nb. menyontek nama Tim Penjinak Bom Brimob). Beberapa anggota Tim Gegana bertindak sebagai bad cop. Dengan argumentasi yang tajam, mereka berusaha "mengintimidasi“ mitra kerja Komisi IV. Setelah mitra kerja tersebut dalam kondisi terdesak, maka masuklah Good Cop yang bertugas melakukan negosiasi, menawarkan solusi, dan tentu saja pada akhirnya akan meminta kompensasi (uang). Masyarakat bisa merasakan nuansa bad cop dan good cop jika mau mengamati berbagai rapat yang dilakukan DPR dengan mitra kerja (Raker, RDP, Paripurna). Suara koor para bad cop terdengar merdu dan kompak untuk mendesak, menanyakan berbagai pertanyaan yang sulit atau dibuat sulit, marah-marah, berputar-putar, dst. Prinsipnya dengan berbagai argumentasi, mereka berusaha mengulur-ulur waktu rapat (pembahasan) dengan mengatasnamakan "kepentingan rakyat". Pada akhirnya hal ini membuat mitra kerja terdesak. Lucunya, rapat akan berubah 180 derajat, jika sudah ada "penyelesaian“ di luar rapat. Rapat berjalan cepat, tidak banyak interupsi, semua saling mendukung penuh dengan pengertian, tidak ada emosi yang meledak-ledak, dst. Dalam kasus ini, tujuan penggunaan teknik good/bad cop adalah untuk mendapatkan uang. Mengamati sepak terjang Ruhut "Poltak“ Sitompul, tampaknya teknik bad/good cop sudah mulai masuk dalam politik praktis. Ruhut, sebagaimana disinyalir dalam tulisan Wisnu Nugroho (sini), diposisikan sebagai dog fight partai demokrat. Sedikit beda dengan bung Wisnu, saya lebih suka melihat Ruhut, berperan sebagai bad cop (lebih manusiawi mungkin). Manuver Ruhut yang tergolong berbahaya tersebut, ternyata dibela para petinggi demokrat. Dalam kasus terakhir, ketua fraksi demokrat (Anas Urbaningrum) dan Sekjen Demokrat (Amir Syamsudin) terkesan mendukung manuver Ruhut. "Itu bagian dari dinamika pansus. Memang agak panas. Tetapi jelas itu bukan skenario untuk mengganggu. Tetapi, agar pansus fokus bekerja dan jauh dari politisasi," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Sedangkan Amir Syamsudin, kepada Kompas.com, Kamis (7/1/2010), mengatakan,“ "Kadang-kadang perilaku teman koalisi, koalisi, maupun di luar koalisi di dalam pansus angket memang bisa memicu kejengkelan. Mereka berbuta hati dengan data awal, ingin mengadili dan membawa ukuran sekarang untuk menguji kebijakan yang diuji 2008. Wajar bagi beberapa rekan yang dengan cara sendiri bereaksi. Dan Ruhut, style-nya kan memang begitu." Melihat komentar tersebut, tampak Anas dalam posisinya sebagai ketua fraksi partai demokrat dan sekaligus anggota pansus, diposisikan sebagai good cop. Posisi yang pas dengan style Anas yang santun, tenang, dan mampu berpikir jernih. Kondisi ini mirip dengan ketika SBY menjadi good cop dan Ruhut-Mubarok sebagai bad cop dalam masa kampanye kemarin. Menjadi menarik untuk menebak strategi Demokrat ketika menggunakan teknik bad/good cop ini. Manuver Ruhut jelas mengganggu konsentrasi anggota pansus. Serangan kepada Gayus (PDIP) sangat tepat. Gayus adalah otak PDIP dalam pansus century. PDIP merupakan partai yang secara matematika bisa memanfaatkan kasus Century untuk menggoyang Demokrat atau minimal mempunyai posisi tawar yang baik dalam lobi-lobi politik. Sedangkan partai besar lainnya yang merupakan partai koalisi akan lebih mudah untuk dijinakkan. Sekarang tinggal kecerdikan PDIP, apakah mau mengikuti permainan bad/good cop ala Demokrat atau mampu tetap dalam konsentrasi tinggi untuk mengungkap adanya missing-link antara "perampokan“ bank century dengan bailout yang menghabiskan dana Rp 6,7 triliun ini? Wallahu 'alam Bish-Shawabi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline