Proses pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) kini tengah menjadi sorotan.
Setelah ditunda pengesahan RKUHP pada September 2019 lalu, lewat Sidang Paripurna V awal Juli 2022, Pemerintah dan DPR akan mengesahkan setelah mengalami beragam revisi.
RUU KUHP, mengutip dari situs Kemenkumham, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional.
Lewat RUU KUHP ini bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda.
Jadi, tujuan dibentuknya KUHP yang baru ini agar dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern.
Permasalahan yang kini tengah dihadapi DPR dan Pemerintah dalam membuat rancangan memang terkendala karena Indonesia merupakan negara yang sangat multikultur dan multietnis.
Perlu diakui sangat tidak mudah merumuskan RKUHP di negeri yang begitu majemuk suku, agama, dan budayanya. Beberapa pasal RKUHP yang dipermasalahkan publik dan dinilai memberangus demokrasi perlu dibahas secara terbuka. #Opini #Kompas57https://t.co/TKLxOva0kB--- Harian Kompas (@hariankompas) June 24, 2022
Maka penting bagi Pemerintah dan DPR membuka ruang diskusi dengan berbagai elemen masyarakat untuk menghimpun masukan hingga menyamakan persepsi.
Sebagai informasi, KUHP yang tengah berlaku saat ini merupakan KUHP berasal dari KUHP Belanda tahun 1915 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1918.
Namun, proses pembuatan RKUHP terbaru justru menuai pro dan kontra. Sebagai contoh terkait rumusan living law.