Lihat ke Halaman Asli

Harry Wijaya

Asal Depok, Jawa Barat.

Kritik Sosial: Perilaku Masyarakat di Sosial Media

Diperbarui: 25 Agustus 2019   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: paubox.com

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang sudah lama saya diami, saya lahir di Indonesia dan selama 20 tahun saya hidup di Indonesia. Saya memang hanya anak kemarin sore, tapi saya mengikuti setiap perubahan negara ini dari masa ke masa. Bukan pemerintahnya, bukan tanah nya, bukan pula politik dan ekonomi nya. Melainkan perilaku masyarakatnya.

Terutama sejak sosial media mengambil peranan penting dalam kehidupan masyarakat kita. Di zaman ini adalah hal biasa jika kita mengupload tulisan-tulisan kita ke internet, sosial media dan sebagai nya. Namun yang jadi masalah apakah tulisan kita bersifat negatif atau positif. Disini lah peran sosial media dianggap sama dengan peranan pisau yang bermata dua.

Semua nya menjadi relatif, siapa yang memegang pisau dialah yang menentukan apakah pisau itu positif atau negatif. Dari bab ini saya coba membahas beberapa perilaku negatif di media sosial yang banyak beredar di zaman ini, zaman saya.

SOSIAL MEDIA SEBAGAI PERISAI

Dalam media sosial, ada yang disebut 'Followers' atau Pengikut. Pengikut inilah yang mengikuti setiap postingan yang di upload oleh salah satu akun yang dikelola satu atau levbih individu, dalam kasus nya akun-akun yang memiliki banyak pengikut kerap kali menyalahgunakan pengikutnya tersebut. Contoh nya ada banyak, mulai dari pembelaan diri, ujaran kebencian, doktrinisasi dll. Namun saya akan membahas satu contoh kasus. Yang paling meresahkan bagi saya.

Dalam hal ini, berhubungan dengan cadar dan hijab. Di zaman ini banyak perempuan-perempuan yang kerap menampilkan foto di media sosial dengan pakaian yang terbuka. Saya bukanlah orang yang agamis atau taat agama. Namun, saya tahu betul, jika mereka beragama islam, maka perbuatan semacam itu dilarang dalam  islam. Saya tak pernah mempermasalahkan atau melarang mereka berpakaian seperti itu. Saya open-minded dan semua itu hak mereka. Namun, beberapa mereka dengan pengikutnya yang banyak justru mencari-cari kesalahan dan menjelek-jelekkan mereka yang berhijab dan telah siap menutup aurat nya, tentu sebagai pembelaan diri. Dan hal ini yang secara langsung dilihat pengikutnya yang banyak akan menciptakan persepsi "yang berhijab belum tentu baik. "

Jika mereka belum siap memakai hijab dan menutup aurat, ada baik nya untuk tidak menyerang mereka yang berhijab. Mereka berhijab untuk diri nya sendiri akan kesadaran mereka mengenai kewajiban agama. Mereka mengenakan hijab untuk kepentingan akhirat mereka dan janganlah kita mengusik mereka selama mereka melakukan kewajiban yang sebenarnya untuk kepentingan mereka sendiri tanpa memaksakan orang lain. Sungguh saya bukan orang yang taat agama, dan saya selalu berhati-hati setiap kali berbicara soal agama, namun melihat mereka yang sama seperti saya berkoar-koar seenaknya tentang agama tanpa pengetahuan yang cukup membuat saya tak bisa menerima hal itu dan ingin rasa nya melontarkan kritik.

MEDIA SOSIAL SEBAGAI LAHAN PENGEMIS PERHATIAN

Sebenarnya dalam kasus ini saya merasa sedikit kasihan kepada mereka sebagai pelaku. Dalam kasus ini, mereka bisa disimpulkan sebagai dua golongan, golongan pertama adalah orang yang sengaja mencari perhatian, dan yang kedua yaitu orang yang kurang perhatian, dan beralih ke media sosial untuk mencari perhatian pengikutnya.
 
Mereka akan membuat sebuah postingan yang memperlihatkan diri mereka yang yang sangat memprihatinkan, dan dalam tanda kutip "ingin dikasihani". Mereka akan berakting (dalam hal ini relatif)  seolah-olah mereka lah yang paling menderita. Setiap kali mereka terkena musibah dan sedang merasa tertekan dia akan membuat satu postingan yang menggambarkan keadaan dirinya sekarang. Sungguh menggelikan, mereka mengeluh seolah-olah disana lah (media sosial) tuhan mereka berada.

Semua itu semata-mata untuk mendapatkan perhatian dari para pengikutnya yang tolol. Yang dengan mudah nya tertipu dan berkomentar "yang kuat ya." "semoga cepat selesai." "aku ada disisi mu." "ya ampun, kasihan." Sungguh semua itu membuat saya jijik bukan main.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline