Sebelum tahun 2020, kita sangat demam dengan istilah: salam sukses atau salam super dst. Dikit-dikit, sukses dan super. Naik pangkat, sukses. Ngunduh mantu, super. Dapat pacar, super sekali. Nyunatin anak, superb. Kawin lagi, super. Dapat proyek, sukses. Bisa korupsi 10M, sukses. Bisa berhutang 200 M, sukses. Kini, mengapa salam lip service itu sudah lenyap seolah ditelan covid? Betul-betul hilang, seperti episodenya sudah tamat? Apakah karena yang pernah sukses, jatuh bangkrut? Yang dulu tertawa, kini masuk penjara? Bisnis konvensional rontok? Saham usaha model biasa-biasa, ambruk. Hutang menggila. Tunggakan menggunung. PHK booming. Krisis dimana-mana. Rambut cepat memutih. Rate insomnia mengerikan. Rakyat tambah miskin, kenyataannya. Dimana gerangan salam sukses super itu? Pencetus dan promotor salam sukses super, bisa saja malu sendiri? Nah, setelah manusia kena masalah besar, biasanya barulah siap bertobat atau berubah! Bukti dari pertobatannya atau perubahan baiknya itu, kini manusia lebih sadar akan sehat dan dunianya. Mari kita amati.
Kini, masa yang baru telah lahir. Tahun 2020 juga tak disengaja, tanpa design makro, tiba-tiba muncul babak baru atau era baru, yang kita sebut era : revolusi kesehatan, selain era revolusi teknologi. Yuval Noah Harari, dalam Sapiens: A Brief History of Humankind, 2011, menyebutkan era ini ditandai oleh revolusi teknologi yang masif. Namun, di era teknologi ini, manusia masih banyak yang menderita akibat sakit, yang belum tertolong oleh kemajuan teknologi.
Dan era revolusi kesehatan ini datang menggelegar ditengah ketakutan manusia akan kematian tanpa harapan. Virus covid datang bak hantu drakula tanpa pandang bulu. Dalam waktu 2 tahun, World in Data (23/5/2022), mencatat ada 526 juta manusia terinfeksi virus covid dan 6.28 juta kematian, di seluruh dunia, terbanyak di Amerika Serikat, India, Brazil, Perancis dan Jerman. Kematian terjadi sangat memilukan. Kamar jenasah sampai penuh, belum pernah terjadi. Kuburan kurang banyak. Ambulans seliweran nguing-nguing bawa jenasah. Kamar rumah sakit tak cukup. Pasien mbludak sampai RS bikin tenda darurat. Oksigenpun langka dan harganya melangit tak wajar. Dunia panik. Dunia hilang harapan diserang pandemi raksasa tanpa wujud. Ekonomi porak poranda. Manusia terpenjara di dalam rumahnya sendiri dst.
Lalu, topik-topik obrolan tiba-tiba berubah karena masibah besar itu (dari bisnis ke penyakit, dari senang ke duka, dari pesta pora ke air mata, dari umur panjang ke kuburan, dari maksiat ke sorga, dst). Dunia dicekam teror bak tulah hukuman Tuhan Allah, seperti di zaman nabi dahulu kala.
Anehnya, perilaku juga ikutan berubah (dari horor lalu perlahan ke perilaku lebih bersih). Terjadi perubahan cepat dan masif diseluruh dunia yang belum pernah terjadi (revolusi) dalam hal mindset. Sekarang, orang dengan sadar (tapi terpaksa oleh keadaan) menjadikan sehat, sebagai asset hidup, selain uang. Uang tak bisa membeli oksigen, sudah terbukti. Yang punya pabrik oksigenpun mati karena kehabisan nafas akibat badai covid yang menggila. Pemilik rumah sakit juga mati kehabisan nafas di rumah sakitnya sendiri. Dokter dan perawat ikut jadi korban keganasan covid. Orang baik, orang jahat, sama-sama lewat. Kejam memang harga yang harus dibayar, dalam revolusi ini.
Sehat, mendadak jadi trending topik di dunia & tiba-tiba jadi primadona top yang naik daun. Sehat (oksigen) jadi kebutuhan utama paling penting, setelah uang. Uang nampaknya tetaplah nomor satu. Tapi, kini sehat jadi nomor dua. Dahulu, sehat tak masuk hitungan. Ia hanya pelengkap penderita. Manusia (dibrain wash) diajarkan untuk sukses dan kaya raya sejak di usia sekolah, tapi tak diajarkan untuk sehat dan bahagia. Akhirnya, banyak terbukti sukses kaya raya tak bisa membeli kesehatan. Sakit menelan semuanya.
Dimana-mana, orang awam lalu ramai-ramai bikin tiktok atau youtube tips sehat, padahal ilmunya pas-pasan. Tak masalah, hanya bisa menyesatkan publik. Ada yang kontennya sesat, ada yang setengah dan ada yang betulan benar...haha. Ada yang dadakan jadi dokter-dokteran. Ada yang dadakan berjualan konten sehat di youtube. Ada yang alih profesi dari kontraktor tiba-tiba nekat jadi konsultan kesehatan. Tahu apa ya? Haha... Produk dan jasa sehat booming luar biasa. Ada yang promosi besar-besaran, menghirup uap air panas membunuh virus? Ada pula yang menyuruh kumur air garam, virus bisa mati, dst dst. Semua kebohongan itu numpuk jadi satu di medsos yang penuh hiruk pikuk dengan konten-konten bertema utama: sehat itu segalanya, bukan uangmu. Di era ini, bisnis sepeda booming. Bisnis baju olah raga panen besar. Orang rajin keluar rumah berjemur, yang tadinya ngumpet di kamar ber-AC. Bisnis vit D3 booming sampai langka. Susu Beruang, yang tak ada hubungannya, jadi barang rebutan emak-emak, sampai harganya gila-gilaan, tembus Rp 30.000 per botol kecil, dst dst. Era ini ditandai oleh kepanikan yang membabi-buta, sampai hilang logika akal sehat. Wajar, karena hukumannya pasti, mati ditempat tidur.
Banyak orang lalu menghibur diri dan mulai latah, ikutan ramai melontarkan "salam sehat," sebagai pembuka & penutup sambutan, pidato, permohonan, obrolan dan chating di medsos dst Kemana perginya salam sukses super? Tak terdengar lagi? Orang begitu sadarnya bahwa, kalau sudah sakit, uang lalu tak berguna. Betul-betul tersadar, apalagi sudah megap-megap tak bisa nafas. Uang dan tahta, langsung sirna, yang diingat hanya kata mati dan dikubur sendiri...! "Tamat deh gue!!!" Ketika betul-betul sudah tamat itulah, sanak keluarganya langsung sadar diri, bahwa sehat itu jauh lebih penting dari uang. Tapi uang terlanjur sudah diatas tahta. Perlu revolusi moral untuk meruntuhkan tahta uang. Bagi orang yang sudah dikubur, lain cerita. Minimum, orang yang tak peduli, bertobat. Orang yang sombong, mengkerut. Orang yang takut mati, insaf.
Ketika asset sehat jadi sangat penting selain asset uang, di situlah tonggak babak baru era revolusi kesehatan dimulai. Kapan itu? Revolusi kesehatan benar-benar telah lahir, sejak tahun 2020. Era ketika covid menghajar manusia di Bumi. Maka, di era revolusi kesehatan itu, orang lalu berubah & otomatis jadi lebih sayang nyawa. Nyawa mahal harganya, bahkan di banyak negara-negara miskin, nyawa jadi mahal. Dahulu, nyawa dibuang-buang. Dahulu, banyak orang sombong tak takut mati. Kini, orang sombong, masuk kuburan. Hukumannya langsung saat ini juga, tak tunggu nanti kiamat. Dahulu, orang pakai masker, diketawain. Kini otomatis orang cari masker, jaga jarak & jadi rajin cuci tangan. Sekarang, orang bersin & batuk, relatif sudah ketutup masker, dibandingkan sebelumnya, maaf ngablak.com. Dahulu, orang sembarangan meludah di dalam lift dan eskalator, kini takut sendiri. Dahulu, maaf, parah betul kelakuan umat.
Kini, dimana-mana, khususnya mini market dan resto diluar mall, sudah terlanjur dibangun fasilitas wastafel cuci tangan (yang tanggung untuk dibongkar kembali), meski kebanyakan hand sanitizer sudah tak ada lagi. Dimana-mana ada slogan dan himbauan, pakai masker pakai masker, cek suhu cek suhu, cuci tangan, scan QR code, dst. Dahulu, semua ini tak ada, bahkan tak dianggap penting. Kini era telah berubah. Orang takut mati sia-sia.
Namun, virus covid telah membawa kabar baik, mendorong dengan paksa, lahirnya era revolusi sehat. Meski dibarengi kabar duka, karena ia telah menelan korban jutaan jiwa di seluruh dunia. Virus covid telah merubah perilaku kita semua, tanpa kecuali. Ada satu keluarga selebriti Amerika, kaya raya yang anggota keluarganya hidup terpencar dimana-mana bertahun-tahun, tak bisa ngumpul, kini keluarga itu bisa tinggal serumah. Amazing! Bahkan virus covid merubah cara kita hidup sampai cara kita memberi salam. Dahsyat! Salam kita jadi lebih panjang, karena ada sisipan salam sehat. Suatu yang kini rasanya jadi wajib. Tanpa itu, rasanya ada yang kurang, bukan?