Lihat ke Halaman Asli

Pentingnya Pendidikan pada Kebijakan Politik Etis di Hindia Belanda

Diperbarui: 20 September 2022   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertemuan Perhimpunan Indonesia, lokasi kemungkinan di Leiden. Sumber Digital: Digital Collections Universiteit Leiden.

Politik Etis yang dikenal banyak orang sekarang ini sering di identikan sebagai politik balas budi Belanda kepada rakyat pribumi di Hindia Belanda. Namun kebijakan ini tidak bisa terlepas dari adanya desakkan dari para golongan liberal di Belanda. 

Banyak tindakan pemerintah Hindia Belanda yang buruk kepada kaum Pribumi di Hindia Belanda seperti sistem tanam paksa dan kerja paksa yang tak jarang menimbulkan penindasan terhadap pribumi yang membuat hidup kaum pribumi makin menderita. 

Kritikan terhadap pemerintahan bangsa Belanda yang di lontarkan dalam novel Max Havelaar dan sebagai pengungkapan yang lainnya mulai membuahkan hasil dengan semakin banyak yang mendukung ide untuk mengurangi penderitaan rakyat Indonesia.              

Selain karena desakkan dari golongan liberal, kebijakan Politik Etis sendiri memiliki keuntungan terselubung untuk pemerintah Belanda. Mengingat pada awal abad ke-20 kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan terhadap kebijakan penjajahan. 

Para pengusaha Belanda pun mulai melihat Indonesia sebagai pasar yang potesial yang standar hidupnya perlu di tingkatkan. Maka untuk memenuhi kebutuhan para kaum Kapitalis ini dibuatlah kebijakan Politik Etis guna mendukung adanya Industri para orang Eropa di Hindia Belanda.

Salahsatunya ialah dengan memberikan Pendidikan kepada kaum Pribumi yang pada awalnya bertujuan untuk mendapatkan pekerja yang terampil dengan upah yang murah dengan begitu para pengusaha ini mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika harus menggunakan pekerja dari Eropa maupun Timur Asing.

Usaha yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda disektor Pendidikan ialah memberikan pendidikan dengan gaya eropa dan lebih mengutamakan penggunaan Bahasa Belanda. Dan juga membangun sekolah-sekolah untuk para pribumi.

 Seperti Pada tahun 1900, tiga hoofdensholen Sekolah  para  kepala  yang lama  di  Bandung,  Magelang,  dan Probolinggo  disusun  kembali  menjadi Sekolah-Sekolah  yang  nyatanya direncanakan  untuk  menghasilkan pegawai  pemerintah  dan  diberi  nama baru  OSVIA  (Opleidingscholeh  voor inlandsche  ambtenaren), Sekolah pelatihan untuk pejabat pribumi. 

Pejabat pribumi di Sekolah dibimbing dan diajari cara melaksanakan kewajiban dalam birokrasi pemerintahan nantinya. Masa pendidikannya berlangsung 5 tahun untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah rendah Eropa.

Namun adanya pemberian pendidikan dikemudian hari memberikan efek negatif bagi pemerintah Belanda maupun Hindia Belanda dan memunculkan golongan elit prbumi yang terpelajar yang pada akhirnya meraka ini yang pertama-tama memberikan ide pergerakan kemerdekaan secara nasional (seluruh wilayah Hindia Belanda) tidak seperti perjuangan sebelumnya yang masih bersifat kedaerahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline