Lihat ke Halaman Asli

Tambang: Anugerah Kehidupan dan Pembangunan

Diperbarui: 13 November 2016   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: xylem.com

Kapan terakhir kali anda melihat tambang menjadi headline? Mungkin anda tidak pernah ingat kapan, namun kemungkinan besar anda ingat berita itu negatif. Kerusakan lingkungan, perizinan yang cacat hukum, hingga ketiadaan manfaat dan kompensasi bagi rakyat yang terkena dampak adalah topik yang sering menjadi headline. 

Pada kenyataannya tambang bukanlah sebuah industri yang jahat, sebaliknya industri ini adalah anugerah Tuhan kepada manusia. Anugerah yang menyentuh aspek-aspek vital penghidupan individu hingga pembangunan peradaban, sejak zaman batu hingga sekarang. Sebagaimana pencerahan dimulai dari diri sendiri lalu meluas, tulisan ini pun dibagi menjadi 2 bagian utama dan diharapkan menjadi aufklärung bagi para pembacanya atas anugerah sejati dari tambang yang terabaikan.

Prelude: Kunci Peradaban

alamy.com

Pertambangan pada dasarnya adalah kegiatan ekstraksi bahan galian yang berharga dari dalam bumi. Sebagai kegiatan utama manusia sejak awal peradaban setelah agrikultur, perkembangan pertambangan sendiri kerap paralel dan menjadi kunci terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Mulai dari Stone Age(<4500 SM), Bronze Age (4500-1500 SM), Iron Age (1500SM-1780), Steel Age (1780-1945), Nuclear Age (1945-sekarang)(Hartman , H.L. 1987). Perkembangan pemanfaatan pertambangan dalam sejarah telah membuktikan diri sebagai kunci menuju tingkat peradaban selanjutnya, sebagai contoh penggunaan batubara sebagai sumber energi mesin uap menjadi kunci, sehingga ruang-ruang revolusi industri menuju Industrial Age terbuka. Maka, alangkah baiknya mulai membuka mata kita akan peran pertambangan selama ini.

  

**

                                                                                                                                           

Bagian I: Anugerah Kehidupan

Malam mulai menyambut desa Ngajamul, sebuah desa fiktif di Indonesia. Sebuah malam yang penuh kecamuk pikiran bagi Haqiqi, seorang mahasiswa yang tengah aktif melawan kegiatan pertambangan di desanya. Menurutnya tambang itu nir-manfaat, merusak lingkungan dan ketinggalan zaman.

Geram dilihatnya desanya tidak lagi hijau dan teduh, ditambah aliran berita di media massa terus mengalirkan berita negatif tentang pertambangan, persepsi buruk terhadap pertambangan pun terbangun solid di benaknya. Dia pun merasa tidak ada manfaat dari tambang di hidupnya, berbeda misalnya dengan industri IT yang futuristik dan sudah menjadi pilar peradaban di zaman modern ini dengan munculnya gadget dan internet. Hidupnya terbantu dengan kemudahan akses informasi dan komunikasi, dari bercengkrama di media sosial hingga mencari jurnal ilmiah untuk tugas akhirnya, dan itu semua tanpa adanya kerusakan lingkungan layaknya pertambangan. Tambang gunanya apa?


 "Tambang itu tidak berguna, hapus saja dari muka bumi!",begitulah persepsi Haqiqi tentang pertambangan. Namun, Haqiqi pun ingat sebuah kutipan dari Pramoedya Ananta Toer, “Seorang terpelajar itu harus adil, sejak dalam pikiran!". Haqiqi akhirnya memutuskan untuk mencari informasi dan merenungi manfaat pertambangan bagi kehidupannya sehingga terbentuk persepsi yang utuh dan adil sejak dalam pikiran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline