Proses pembangunan ekonomi suatu negara merupakan proses yang sangat penting bagi suatu negara dalam mewujudkan kesejahterahan bagi masyarakat di negara Indonesia. Dalam pembangunan ekonomi nasional suatu negara membutuhkan berbagai komponen yang dapat berperan penting dalam proses tersebut, seperti halnya pada politik, Pendidikan, ketenaga kerjaan, dan ekonomi suatu negara. Komponen yang akan menggerakan ekonomi suatu negara tentunya membutuhkan dana yang tergolong besar. Dana yang di dapatkan Indonesia tentunya di dapatkan dari berbagai sumber seperti pendapatan negara dan hutang dari luar negeri.
Hutang yang di miliki Indonesia dapat di katakan semakin besar dari tahun ke tahun, hal ini tidak lepas dari warisan hutang yang di terima dari presiden sebelumnya sehingga hal tersebut akan semakin menambah hutang yang di miliki Indonesia. Dalam pembahasan kali ini akan membandingkan kondisi, factor yang mempengaruhi, dan penggunaan hutang luar negeri pada setiap periode presiden yang menjabat di Indonesia dari tahun 1990 hingga 2019.
Tingginya hutang luar negeri tidak mencerminkan kegagalan dari ekonomi di Indonesia. Hal ini tentu berkaitan dengan penggunaan dari dana yang didapatkan serta kebutuhan dari negara Indonesia, jika dana tersebut di gunakan dengan baik dan dapat meningkatkan perekonomian negara maka hutang yanga di ambil negara merupakan Langkah yang sangat baik untuk di terapkan. Tentunya penggunaan dana hutang tersebut akan berbeda-beda dari tahu ketahun terlebih dari tahun 1990 hingga 2019. Terdapat beberapa preseiden yang menjabat dan menghadapi masalah ekonomi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu di sini akan membahas bagaimana hutang luar negeri berdampak terhadap perkembangan dan penyelesaian masalah ekonomi di Indonesia pada tiap periode kepresidenan.
Melihat pada periode bapak Soeharto dana dari hutang luar negeri di alokasikan dengan cukup baik, hal ini tercermin pada pembangunan infrastruktu seperti irigasi, bendungan, dan jalan berkembang secara pesat. Periode jabatan bapak Soeharto rasio hutang luar pada luar negeri mencapai 57.7% terhadap PDB saat itu.
Pada periode jabatan bapak Habibie tentu sangatlah berat, hal ini tidak lepas dari terjadinya krisis saat bapak Habibie menjabat sebagai seorang presiden Indonesia. Dengan begitu tentunya membutuhkan dana yang lebih besar dengan tujuan memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia yang saat itu sengan terpuruk. Oleh sebab itu lah pada periode ini merupakan periode yang menjadikan hutang luar negeri menjadi tertinggi dari seluruh presiden yang menjabat. Rasio utang luar negeri mencapai 85,4 % terhadap PDB Indonesia. Jika di lihat dari penggunaan dari utang luar negeri ini di alokasikan lebih focus untuk membenahi keadaan ekonom yang terus merosot di tahun 1998. Salah satu hal yang harus di benahi yaitu pada sisi depresiasi mata uang dan inflasi meningkat yang terus terjadi sehingga perekonomian Indonesia ikut melemah.
Pada dasarnya periode bapak Abdurrahman wahid dan ibu Megawati kondisis perekonomian tidak terlalu jauh berbeda. Dengan konsidi yang perekonomian masih fluktuatif dampak dari pasca krisi menjadikan ekonomi menjadi kurang stabil
Periode bapak SBY merupakan awal dari perbaikan ekonomi dan menurunnya rasio hutang luar negeri milik Indonesia. Jika di lihat rasio hutang yang di miliki Indonesia sebesar 24,7 % dari PDB sebesar Rp. 10.542 Trilium. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, utang banyak dihabiskan untuk memperbesar alokasi subsidi bagi masyarakat.
Era saat ini yaitu era dimana bapak Jokowi menjadi presiden rasio hutang luar negeri meningkat menjadi 29,91% dari PDB. Meningkatnya rasio hutang pada periode bapak Jokowi ini tidak secara langsung mencerminkan APBN yang banyak, namun lebih di fokuskan terhadap pembangunan infrastruktur kepada masyrakat agar memudahkan berlangsungnya kegiatan ekonomi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H