Lihat ke Halaman Asli

Harmen Batubara

Penulis Buku

Penyelesaian Perselisihan Batas Desa

Diperbarui: 19 Maret 2022   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perselisihan Batas Desa:  koleksi pribadi

Sumber konflik batas Desa yang paling sering terjadi adalah tumpang tindih kepemilikan atau penggunaan lahan pertanian (ladang, sawah atau kebun) antar desa dan kurang kuatnya hubungan antara kelompok masyarakat oleh karena sejarahnya. Sumber konflik lain adalah sumber daya alam yang bernilai tinggi, berupa batu bara, hasil hutan nonkayu, seperti sarang burung atau gaharu, dan potensi kayu. Karena mengharapkan keuntungan besar dari pemanfaatan sumber daya alam (misalnya, ganti rugi tanah atau fee) masing-masing pihak berusaha untuk mengubah kesepakatan letak Batas Desa sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Bisa juga dengan memanfaatkan ketidak tahuan dari desa tetangga. Misalnya sebuah desa mendaftarkan batas desa nya ke Kabupaten. Mestinya pihak Kabupaten harus terlebih dahulu menanyakan kesepakatan batas dengan desa tetangga kepada Desa yang akan mengajukan batas desanya.Pada kenyataannya sering lupa atau memang pejabatnya "kurang" menguasai persoalan. Dengan demikian batas desa jadi legal tetapi sebenarnya "cacat" secara hukum. Maka konflikpun terjadi.

Batas Desa merupakan pemisahan batas wilayah Administrasi Desa secara tegas di Lapangan.  Kejelasan batas wilayah tersebut menjadi patokan setiap wilayah dalam mengelola segala urusan administrasinya. Batas desa adalah salah satu contoh penegasan batas dalam skala kecil namun sangat penting, karena batas desa merupakan batas awal dimana akan mempengaruhi batas-batas lainnya seperti batas kecamatan, batas kabupaten dan Provinsi. Batas desa umumnya akan dapat diterima oleh semua pihak apabila didukung oleh dokumen otentik berupa peta batas daerah dan tanda fisik di lapangan barupa pilar tanda batas.

Pemerintah desa melaksanakan kewenangan masing-masing dalam lingkup batas daerah yang ditentukan, artinya kewenangan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa tidak boleh melampaui batas daerah yang telah di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Permendagri nomor 45 tahun 2016 tentang edoman penetapan dan penegasan batas desa, disebutkan bahwa Batas Desa adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar desa yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti igir/punggung gunung/pegunungan, median sungai dan unsur buatan dilapangan yang dituangkan dalam bentuk peta. Penetapan dan penegasan batas Desa bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu Desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.

Solusi Bagi Batas Desa Bermasalah

Solusi untuk permasalahan seperti ini sebenarnya secara teknis tidaklah susah. Sesuai Permendagri No 76 Tahun 2012 tentang Penegasan Batas Daerah. Yang diperlukan adalah adanya Peta Kerja Kartometerik. Peta Kerja dalam metode Kartometrik ini adalah Peta kerja yang dapat menghasilkan kenampaan dua serta tiga dimensi terkait wilayah batas Desa pada peta kerja tersebut. Dengan kata lain peta kerja ini mampu menghadirkan kondisi lapangan yang sebenarnya secara tiga dimensi di ruang rapat sehingga para pihak dengan mudah melihat dan dapat menetapkan batas kesepakatan yang mereka inginkan.

Apa sebenarnya Metode kartometrik itu? Mengacu kepada Permendagri No.76 tahun 2012, metode Kartometrik adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran  / peng hitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap. Dari pengertian ini, untuk penelusuran dan penarikan garis batas serta pengukuran dan perhitungan posisi (koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah. Jelas untuk itu terlebih dahulu harus disiapkan peta kerja. Peta kerja ini dibuat menggunakan peta dasar  (peta RBI) sebagai acuan dan peta-peta atau  informasi geospasial lain seperti citra satelit, landsat, spot dll.,  sebagai pendukung.

Pekerjaan awal yang sangat penting dalam penegasan batas daerah secara kartometrik adalah menyiapkan dan membuat peta kerja  yang akan digunakan dalam pelacakan  untuk mencapai kesepakatan batas antara daerah yang berbatasan dan digunakan untuk menentukan koordinat titik-titik batas. Dalam hal peta dasar maka perlu tersedia peta dasar yang memadai baik dari aspek skala maupun ketelitian dan kebenaran informasi yang terkandung di dalam peta dasar tersebut.

Penyiapan dokumen terdiri atas dokumen yang bersifat yuridis  dan dokumen teknis. Dokumen yuridis  meliputi  peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah yang bersangkutan dan dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak. Dokumen teknis  meliputi peta dasar (peta RBI)  dan informasi geospasial lainnya (citra satelit, peta tematik) yang dijadikan sebagai dasar pembuatan peta kerja yang akan digunakan untuk pelacakan batas.

Peta Kerja Kartometrik ini memerlukan perangkat lunak seperti  : ESRI ArcGIS Desktop ; Global Mapper; Google Earth ;Spectral Transformer Tool Sets for Landsat-8 Imagery (GeoSage)

Proses Pengolahan  Citra dilakukan dengan tahapan Pre-processing , processing Citra  dan bahkan hingga analisisnya atau pelacakan diatas peta kerja. Secara sederhana bisa kita tuturkan bahwa pada proses ini terdapat tahapan pre-processing dan prosesing citranya sendiri, dengan langkah langah sebagai berikut; Loading image; Citra mentah (raw image) berupa format citra diproses secara digital geoprocessing (image processing), seperti, format bit (16 sd 32 bit), format data (Geotiff, BILL, BSQ dll). Kemudian di koreksi radiometrik citra, process untuk mengurangi efek kesalahan akibat radiometri, seperti haze atmosfer, kesalahan strip data image dll.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline