Lihat ke Halaman Asli

Harmen Batubara

Penulis Buku

Pengaruh Korupsi Dalam Menjaga Kedaulatan Bangsa

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Insiden Bintan sesungguhnya memperlihatkan banyak hal; pertama dan yang sangat telak adalah betapa cara bertugas “penjaga kedaulatan bangsa itu” jauh di bawah standar. Insiden itu memperlihatkan kepada kita, bahwa cara petugas kita dalam melaksanakan Tugas pokoknya sama sekali jauh dari garis koordinasi; masing-masing pihak melakukan tugasnya sesuai misi dan visinya sendiri-sendiri. Yang menjadi puncaknya dari Insiden Bintan ini adalah “betapa Polisi di raja Malaysia bisa menangkap petugas Indonesia di wilayah laut Indonesia sendiri”; coba bayangkan? Lalu dimana peran angkatan laut kita itu? Kalau di Jepang, pastilah Kasalnya akan “hara-kiri”; tetapi kan ini di Indonesia. Apa boleh buat.

Tetapi ya sudahlah; kita di Indonesia memang tidak ada sesuatu yang bisa dianggap sakral; semua nilai-nilai dan budaya yang pernah ada seolah sirna, tidak punya makna sama sekali. Korupsi di Negara kita telah menggerogoti semua sisi – sisi kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Lho apa hubungannya antara insiden Bintan dengan Korupsi? Ternyata hubungannya sangat erat sekali. Inilah yang saya lihat. Korupsi di lingkungan pemerintahan kita sudah pada tahap laten, tetapi secara administrasi dia tidak bisa di golongkan sebagai korupsi; karena semua prosedur administrasinya terpenuhi dengan baik dan sesuai dengan peraturan. Tetapi dalam pelaksanaannya, dana yang dipergunakan untuk pelaksanaan tugas atau proyek itu sendiri, sesungguhnya hanya sepantasnnya saja; dalam artian, kalau yang di bangun itu misalnya jembatan; yang penting dia ada wujudnya dan bisa bertahan sampai lima tahun saja; sebab dalam banyak hal sering terjadi, jembatan belum diresmikan tetapi sudah keburu ambruk. Bayangkan satu jembatan mestinya bisa bertahan ratusan tahun, tahu-tahu kita harus memabangunnya sampai empat kali; jadi kalau di Negara lain cukup dengan satu kali anggaran; mereka dapat jembatan untuk selama ratusan tahun, maka di kita diperlukan empat kali anggaran.

Nah begitu juga dalam hal semangat menjaga kedaulatan RI, di tingkat atas yang ada sebenarnya ya itu tadi; sebatas memenuhi persaratan administrasinya saja, soal lainnya yang penting bisa terlihat wajar saja. Hal itulah yang saya lihat ketika Komisi I DPR RI berkunjung ke wilayah perbatasan RI – Malaysia November 2009 yang lalu, tepatnya di wilayah pulau Sebatik, Kalimantan Timur. Apa yang mereka lihat, adalah tidak adanya sarana patroli yang “pantas”; ada memang speed gede, sayang borosnya bukan main; dan dukungan BBM nya ga cukup; sudah itu BBM yang dibutuhkan adalah jenis solar, tetapi malah jatah yang ada adalah bensin; dan itu sudah berjalan bertahun-tahun. Yang ingin kita katakana adalah di daerah yang sensitip seperti itu, apalagi masih ada persoalan Ambalat; perhatian pimpinan TNI kita tidak mencerminkan kebutuhan; katakanlah dana pertahanan sangat terbatas; tetapi masa untuk pelaksanaan tugas pokok di daerah khusus, yang bisa dilakukan mereka hanya sebatas itu? Kita kan jadi bertanya dalam hati. Bagaimana ini semangat patriotism di TNI kita? Sebab yang kita lihat, yang ada adalah ketidak pedulian terhadap kedaulatan itu sendiri. Sangat mengiris perasaan.

Nah kalau logika seperti ini kita bawa ke insiden Bintan; ya pas benar. Artinya apa; di daerah se sensitip seperti itu; mereka juga tidak peka. Jaring kerjasama, jaring koordinasi tidak terbangun. Bayangkan kapal patroli polisi Malaysia bisa masuk, tanpa diketahui oleh penjaga kedaulatan. Sudah itu KKP yang bertugas juga tidak punya “jaringan” kerjasama dengan para penjaga kedaulatan? Jadi semua ini sudah mencerminkan betapa besarnya pengaruh semangat korupsi dalam menggerogoti sendi-sendi kehidupan kita dalam berbangsa. Di TNI sendiri sebenarnya gejala ini sudah lama di rasakan. Hal itu terbaca oleh ungkapan; bahwa prajurit TNI bisa semuanya, kecuali tugas pokoknya. Nah dalam keadaan seperti itu; presiden akan menentukan siapa Panglima TNI kita ke depan dan itu kelihatannya dari matra laut. Secara fakta pilihan itu logis, tepat dan pada zamannya; tetapi sesungguhnya kalau hal seperti ini di Jepang; sudah pastilah petinggi matra laut akan meletakkan jabatan begitu insiden bintan terjadi. Tapi sudahlah, lain di sini lain di jepang. Mari kita berharap yang lebih baik ke depan?

Sebab sebaik apapun pimpinan, tetapi kalau semangat dan budaya korupsi sudah seperti yang kita alami ini; rasanya tidak ada yang bisa kita lakukan lebih baik lagi. Korupsi telah menghancurkan harapan anak dan cucu kita; korupsi telah menghancurkan cita-cita kita sendiri sebagai bangsa. Hal itu jugalah yang di rasakan oleh presiden SBY; korupsi telah meluluh lantakkan semangat pembangunan yang tengah di gerakkannya. Ibarat gerbong kreta, jalannya sudah tidak lagi ke dapan, tetapi sudah bergetar, karena beban yang sangat berat dan terbatasnya kekuatan “mesin” loko yang di jadikan untuk penarik.

Lalu apa Solusinya? Sebenarnya sangat sederhana, tegakkan hukum dan peraturan tanpa pandang bulu. Berikan hadiah bagi mereka yang berhasil dan beri sanksi bagi mereka yang tidak mampu dan bersalah. Kemudian lakukan rekrutmen secara professional di semua lini; jangan lagi ada KKN dan nepotisme. Kalau hal seperti itu bisa ditegakkan; Indonesia pasti akan jaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline