Lihat ke Halaman Asli

Harli Muin

Pemerhati Sosial

Selamat Jalan Leoni

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu menunjukkan pukul 16.30 Wita, waktu kesukaan ku, ketika masih mahasiswa semester satu untuk menyaksikan keindahan sunset yang penuh dengan warnah menajubkan itu di Jalan poros yang menghubungkan kota Donggala di bagian barat dan kota Palu di bagian timur.

Namun, sebelum meninggalkan kota Palu menuju ke tujuan, saya sempat singgah di Taman Ria, sebuah tempat umum membeli makanan ringan sebelum menuju tempat menyaksikan sunset tadi. Saat Saya usai membeli snack itu, disaat saya menarik gas motor yang akan mengantarkan ke alamat itu,  saya dicegat lima orang gadis, berwajahcantik,sedang membagikan selebaran. Satu diantara mereka saya kenal.Ia menyapa  ku.

“ Mau ke mana mas," kata gadis itu.

“Mau ke tempat antara Donggala dan Palu untuk mengambil gambar,” jawabku sok akrab dan bersahabat.


Dalam hati kecil ku, saya merasa beruntung bertemu dengan cewek secantik ini.

Kok kamu kenal saya, tanya ku. Oh, ya, mas kan kita pernah bertemu dalam satu panitia kegiatan di kampus dan juga bertemu dalam unjuk rasa," jawabnya.

Dalam hati kecil ku, masa cewek secantik ini memanggil ku, cewek yang bekulit sawo matang, seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya, tetapi,hidungnya mancung, tingginya kira-kira 175 cm, kurang dari 7 cm dari tinggi badan ku, membandingkan, nama gadis ini Leoni. Lekuk pipinya yang sesekali tampak,  membuat Leoni semakin sempurna di mata ku.

“ Lusa ada waktu ngak?” Tanya gadis itu.

“ kalau tak salah , sepertinya ada,”. Kalau untuk Leoni pasti ada,” jawab ku menggoda.

Belum lagi ia bertanya, saya balas bertanya, memang ada acara apa mbak besok?

“Besok ada diskusi mengenai penolakan masyarakat adat dataran Lindung terhadap rencana pemerintah membangun bendungan,” tegasnya.

Leoni, bapak mu dokter jantung ya? tanya ku dengan nada datar

Dari mana tau mas? Iya, karena kamu telah membuat jantung ke berdebar. Terasa seperti orang terkena serangan jantung.

Lalu Leoni menundukkan kepala, dengan terlihat seperti malu dan terdiam menatap ku dengan penuh simpati.

Lalu saya menyambar sebuah brosure dari tangan gadis cantik tadi. Kemudian saya pamit kepada mereka bergegas menuju pantai kesukaan menyaksikan sunset.

Sesampainya di tujuan, lalu saya membaca brosur tadi. Dalam brosur itudisebutkan bahwa membela orang tertindas itu penting dan tidak boleh selalu patuh pada rencana pemerintah atas pembangunan. Dari situ , baru saya mengerti alasan cewek memanggil ku tadi. Ia ingin mengajak aku menjadi bagian tim advokasimasyarakat itu.

Sebelum memenuhi undangan itu, saya mencoba mencari tau ada ada dengan masyarakat ada yang tinggal di Lore Lindu menolak dipindahkan. Saya menelepon kembali Leoni selepas dari menyaksikan sunset tadi.

Motivasi ku menelepon kali ini, selain didorong karena rasa ingin tau tentang masyarakat di Lore Lindu, juga yang paling penting penasaran terhadap paras cantik yang saya jumpai taman ria tadi. Menurut ku ia sangat cantik dan menjadi salah satu gadis ideal. Dalam benakku, kalau saja ia menjadi pacar ku, tentu saya sangat bangga memilikinya.

Dengan menggunakan telepon umum koin, saya menelepon padanya, "Hello Leoni, apa kabar.Saya adalah orang tadi berjumpa denganmu dan mengambil brosure dari tanganmu tadi, "terang ku dengan sedikit ter bata-bata. Maklum cewek nya cantik.

Lalu saya melanjutkan, “bisakahengkau mengajari aku? Maksud abang? Supaya saya mengerti siapa sebenarnya orang di Lore Lindu itu. Kenapa mereka tak mau dipindahkan. Berapa banyak mereka. Supaya saya bisa mengikuti alur diskusi. Supaya saya bisa juga berdebat dengan para peserta diskusi lainnya, yang mereka lebih banyak mengetahui tentang masalah ketimbang diriku..

Lalu, ia mas, begini saya juga kurang mengerti,” katanya dengan suara yang lembut. Kata Leoni, tapi sedikit tertanam di ingatan Leoni, masyarakat yang yang tinggal di sekitar Danau Lindu yang meliputi dua desa menolak pindah.

Menurut mereka pemindahan selalu menelan korban. Mereka memiliki pengalaman buruk dengan pemindahan pada masa lalu. Pemerintah pernah memindahkan paksaan mereka keluar dari pinggir danau Lindu. Kata Leoni lagi, pemindahan ini kemudian menyebabkan ratusan orang meninggaldunia dan proyek pemindahan pada waktu itu gagal. “Itu salah satu kenapa masyarakat di sana menolak pindah, tegas Leoni.

Kesan pertama saya terhadap Leoni, ia tidak sekadar cantik, dia juga gadis yang cerdas. Ia memiliki karakter sebagai seorang aktivis cerdas.Perasaan saya bukan malah mau menjadikan pacar, niat saya semakin kikuk mendekatinya. Bukan karena ia cantik, tapi ia cerdas.

Keesokan harinya, kira-kira 12.00 wita, dua jam sebelum diskusi dimulai, saya menerima telepon dari Leoni, kalau ia akan menjemput sejam lagi .” Lalu emang Leoni tinggal di mana,” tanyaku. Ia menjawab, bahwa ia tinggal di Kompleks perumahan Bank BRI. Aku mulai menebak bahwa dia kemungkinan adalah anak kepala BRI.Saya semakin bertambah kikuk ketika mendengar informasi itu. Lalu saya berpikir,Leonitidak hanya peduli sosial, lebih dari itu ia cerdas dan termasuk kelas menengah. Tadinya saya berpikir menolak tawaran itu, karena saya hanyalah anak kos yang tinggal di rumah kos kelas bawa di Kota Palu.Namun,dengan terpaksa saya mang-iyakan saja ajakan Leoni itu.

Tepat sejam kemudian, Leoni datang menjemput ku di kos di mana saya tinggal. Ketika saya masuk ke dalam board mobil Leoni, tatapan mata orang-orang yang tinggal di kos ku tertuju padaku. Betapa bangga nya diriku  waktu itu. Naik mobil bersama gadis cantik, cerdas dan kelas menengah ke atas, lumayan luar biasa. Di atas mobil itu,saya masih dihantui tanya, karena tak menyangka ada gadis kelas menengah mau menjadi aktivis.

Nah, di tengah jalan saya terus meminta dia untuk menjelaskan soal rencana pemerintah membangun listrik tenaga air dengan memanfaatkan danau tektonik yang terletak di tengah Taman Nasional Lore Lindu itu. Leoni menjelaskan selain membela karena alasan hak-hak masyarakat adat menolak rencana pemerintah itu, karena merusak kawasan konservasi dan melawan hukum kata Leoni. Maklum Leoni adalah mahasiswa fakultas hukum semester 1 pada waktu itu.

Sesampainya ditempat diskusi, kami disambut oleh masyarakat dan peserta diskusi lainnya. Leoni memperkenalkan diriku dengan kawan lainnya, yang juga pada waktu datang bergabung untuk mengikuti diskusi dengan topik serupa.

Jam pukul setengah tiga, kemudian diskusi dimulai. Seorang Ahli bendungan, lulusan terbaik, Cornel University, predikat cum laude dan Phd, sebuah gelar yang kurang familiar di tanah air, sebagai pembicara. Orang kemudian saya kenal sebagai teman baik saya. Memulai diskusi, moderator kemudian membacakan curriculum vitae pada pembicara. Ternyata ada dua pembicara, dalam diskusi itu, satu pembicara lagi berasal dari masyarakat calon korban pemindahan.

Saya duduk disamping Leoni sembari sesekali menengok ke wajah canti itu dan hidung yang mancung yang ia miliki. Saya cukup menikmati suasana itu.

Pembicara pertama menjelaskan alas an logi tentang pembangunan bendungan di sleuruh dunia di mulai bendungan Aswan di Mesir, yang merupakan bendungan Kuno, hingga bendungan terbesar di Dunia yang dibangun di China, Three George Dam, dalam bahasa melayu dapat diartikan “Bendungan Tiga Ngarai”. Bedungan ini dibangun dengan mem-blok, Sungai Yantze, sungai terpanjang di China dan memiliki arus yang kencang karena bendungan ini dibangun di ketinggian.Hebatnya lagi, Bendungan Tiga Ngarai dapat menyelusup 10 persen kebutuhan listrik China.

Dibalik kekaguman itu, kekhawatiran juga semakin tinggi. Betapa tidak, pembicara menyebutkan bahwa pembangunan bendungan tiga ngarai memindahkan sekitar 2 juta penduduk ke perkotaan. Pemindahan ini dipenuhi keributan, sebagian masyarakat menolak pindah. Namun dengan tangan besi pemerintah china dan militer memaksa masyarakat pindah ke kota ke rumah susun yang telah disediakan. Masalah lain, timbulnya ke kekhawatiran, bagaimana pemerintah mengontrol pengerukan dari sedimentasi bendungan itu, sehingga tidak mengalami masalah dengan debit air dan lainnya.

Selain memaparkan soal di atas, pembicara juga menceritakan pembangunan bendungan di Tanah Air, yakni kedung Omboh. Rakyat kedung Omboh menolak pindah, karena tekanan rezim militer berkuasa memaksa masyarakat pindah. Pemidah paksaan itu, diikuti dengan stigmatisasi masyarakat sebagai anggota PKI.

Celakanya lagi, bila Partai Komunis China mendukung penuh pembangunan Three George Dam PKI sukses,  di tanah air, komunis, pada waktu itu masih sangat dibenci dan dimusihi di tanah air. Tak ada tempat bagi anggota komunis. Mereka dibenci oleh Negara dan mereka dibenci secara sosial.

Diskusi semakin, seru ketika pembicara kedua menyatakan alasan menolak mereka pindah> selain karena budaya adat mereka, juga takut kejadian serupa berulang kembali. Kejadian masa lalu berkaitan dengan pemindahan-paksaan karena pembangunan bendungan. Ia juga menyampaikan, bahwa pemindahan pengalaman pada bendungan Tiga Ngarai dan Kedung Omboh akan berulang bila pemerintah memaksakan pembangunan listrik tenaga air itu.

Menjelang akhir diskusi, diadakan tanya jawab, Saya melihat di sinilah Leoni cerdas, saya semakin kagum padanya Ia mendebat pembicara pertama dengan argumen ilmiah, logik dan koheren. Hebatnya lagi, ia seolah-olah  lebih tau dari pembicara pertama. Lalu ia juga mendukung langkah masyarakat menolak tawaran pemerintah.

Akhir diskusi dibuat rencana kerja advokasi masyarakat Lore Lindu. Rencana ini merupakan sekian rangkaian kegiatan yang bertujuan mendukung rencana orang di dataran Lindu menolak pindah.

Berbekal rencana itu, saya berkunjung ke Lore Lindu melihat secara langsung kondisi masyarakat di sana bersama tim advokasi. Bila anggota tim yang lain merasa gembira karena dapat bertemu langsung dengan masyarakat di dataran tinggi itu. Berbeda dengan saya, orang saya kagumi, Leoni tak dapat ikut bersama tim berangkat ke dataran Lindu.

Saya berusaha membujuknya berkali-kali. Berjumpa langsung, telepon ia tetap pada kesimpulan nya memilih untuk mengikuti kuliah dan di palu ketimbang pergi bersamaku. Alasan Leoni pada ku adalah kedua orang tuanya memintanya tinggal di rumah dan kuliah.

Pagi itu jalan di Kota sibuk, orang-orang menggunakan kendaraan roda empat dan dua pergi ke kantor mereka.Kendaraan kami melaju dengan kecepatan sedang menuju Danau Lindu yang terletak di tengah Taman Nasional Lore Lindung. Udara segar dingin nya pagi mengantar kami menuju jalan Poros yang menghubungkan Palu – Kulawi.

Kami sampai di satu tempat, lalu sopir meminta kami turun. Lalu saya bertanya ke Sopir apakah kita sudah sampai. “belum.Kalian mesti harus berjalan kaki dari sini sekitar 8 kilometer dengan menyerangi gunung yang tinggi ini, “ sebutnya.

Tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, pergi ke dataran Lindu itu memiliki banyak tantangan. Di tengah jalan rombongan kami sempat dicegat tentara berpakaian seragam loreng. Perasaan bertambah kecewa, karena Leoni tak bersamaku dan lalu di jalan kami ditanya oleh anggota TNI lagi.Mereka bertanya ke mana kami akan pergi. Lalu kami menjawab bahwa kami mahasiswa pencinta alam hendak membuka jalur atau jalan yang menghubungkan dana lindu dan lembah Palolo di sebelah timur, danau Lindu. Rupanya mereka (anggota TNI tadi) yakin bahwa kami akan melakukan pekerjaan. Maklum pada zaman itu, orde baru masih berkuasa,  TNI selalu berada daiman-mana.

Setibanya di Danau Lindu saya terus meng-khayal jika seandainya Leoni di-samping ku. Namun perasaan kecewa saya berbayar, ketika saya tokoh masyarakat satu persatu mereka mendatangi tempat di-mana rombongan kami menginap. Mereka menyambut kami dengan hangat dan penuh senyumdan sembari mengatur jadwal kunjungan kami selama dua hari di sana. Perasaan ku semakin bertambah senang ketika melihat landscape danau Lindu dari tempat kami menginap di pagi hari. Lalu dari kejauhan saya menyaksikan perahu nelayan memanen ikan. Sebuah kekayaan alam dari danau yang diperuntukkan masyarakat Lindu.

Selepas pulang dari daratan lindu. Yang pertama saya lakukan adalah menlpon Leoni ke kediamannya. Maksud hati mau menceritakan bagaimana keindahan dataran Lindu, memperlihatkan photo yang saya abadikan selama di sana,  dan supaya ia menjadi penasaran terhadap landscape dan keramahan dan kehangatan masyarakat  menyambut kami. Ternyata saya lagi-lagi kecewa. Leoni tak di rumahnya, pembantu yang mengangkat telepon menyebutkan Leoni telah pindah kuliah ke Jawa Lalu kemudian saya mencoba cari tau dari teman dekatnya.

Dari teman se kampusnya, menyebutkan bahwa ia mendapat tekanan dari kedua orang tuanya karena berhubungan dengan ku dan menjadi aktivis.

Ketika saya pergi ke kotak surat, saya menemui surat yang di tulis Leoni merupakan pesan terakhir yang disampaikan kepada ku bahwa kedua orang tuanya menekan dengan keras untuk pindah ke Jawa supaya saya tak bertemu dengannya. Dalam pesannya Leoni meminta ku bersabar, ia akan memberi tahu kepada ku kelak di mana dia tinggal dan kuliah. “Butuh waktu katanya dalam surat itu. Ini hanya soal waktu mas." Saya terus terang mulai menikmati jalan bersama mas," bunyi isi surat itu. Dalam benak ku selamat jalan sayang ku.@@

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline