Lihat ke Halaman Asli

Sapu Tangan dan Tulila

Diperbarui: 17 Juni 2019   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. istimewa

Lagu 'Jamila' ada sepenggal liriknya mengatakan taon 67-68 (tahun 1967-1968) era kemajuan dunia.

Lagu itu merunut pada budaya Batak tentang berpakaian. Tahun itu, belum lahirlah aku, hanya mendengar cerita saja. Tanah Batak bagian dari NKRI sejak proklamasi mengalami perkembangan pesat dalam berpakaian. Bahkan dari sejarah bendungan Asahan, yang merupakan sebuah proyek bendungan terbesar pertama di Asia tenggara itu ada di Tanah Batak. Tahun 80-an secara tidak langsung juga mengubah gaya hidup orang Batak di sekitar.

Teknologi semakin dekat dengan adanya PLN di tanah Batak. Cara kerja yang dapat dibantu oleh listrik sudah digunakan. Sudah bisa memutar VCD, menonton televisi  maupun kaset tape untuk hiburan. Bisa kita dengarkan pada syair-syair lagu Batak itu berbicara tentang sapu tangan.

Pemuda Batak jelas sudah menggunakan celana panjang ditambah selembar sapu tangan di sakunya. Mereka martandang (baca; apel) selalu membawa sapu tangan pertanda pria dewasa yang higinies serta dapat mengikuti jamannya.

Ikatan cinta pun disyairkan pada selembar sapu tangan. Perpisahan karena sipemuda merantau melalui pelabuhan Belawan tak lupa memberikan selembar sapu tangan tanda pengikat janji hati pada pemudi kekasihnya. Untuk melampiaskan emosi karena tidak jodoh ditandai dengan robek duanya sapu tangan atau membuangnya. Seperti referen lagu Jack Marpaung penyanyi dan pencipta lagu Batak yang sohor:

Saputangan na marsulam goarmi (Sapu tangan bersulamkan namamu)
Na nilehon mu ujui tu au (Yang kau berikan dulu padaku)
Nga hu ambolongkon i (Telah aku buang)
Nga hu ambolongkon i (Telah aku buang)
Unang sai huingot ho ito (Untuk melupakanmu)
Nga hu ambolongkon i (Telah aku buang)
Nga hu ambolongkon i (Telah aku buang)
Unang sai huingot ho ito (Untuk tak mengenangmu lagi)
Hassit nai ito Dangol nai (Sakit, perih sayang)
Parir nai ito Pambaenan mi (Derita yang kau perbuat)
Sapata hi ito Tagam ma i  (Terbalas kelak yang kau terima)
Sapata ni si doli hasian (kutuk dari pria terkasih)
Uuuuuu Uuuu  haaaaa
  (isak tangis)

Dahulu, pemuda itu ada yang memanggil pemudi pujaan hatinya dari balik tembok huta (perkampungan) dengan tulila. Tulila itu alat musik tradisional Batak yang sudah jarang terlihat, berfungsi sebagai pemanggil (panggoragora). Sekarang, alat musik Tulila sedang trend di tangan maestro musik Batak Hardoni Sitohang. 

Si pemuda tidak mengenal sapu tangan kala itu. Hanya marlopes yaitu dengan melilitkan kain Ulos maupun sarung (mandar) ke pinggang.

Sekarang, Sapu tangan digantikan android. Bisa video call, tak mesti interaksi langsung. Ikatan kasih sayang itu melalui media sosial saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline