Lihat ke Halaman Asli

Harja Saputra

TERVERIFIKASI

Tarik Semua Investasi Dana Haji untuk Infrastruktur!

Diperbarui: 1 Agustus 2017   15:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: nyt.com

Investasi dana haji yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI selama ini, yang ke depannya akan dilakukan oleh BPKH, ternyata tidak efektif, karena tidak mampu menutupi kepentingan jemaah haji. Kenapa? Berikut ini adalah bukti disertai dengan data-data pendukungnya secara lengkap.

Satu hal yang harus diketahui, bahwa setiap jemaah haji reguler yang berangkat tiap tahunnya selalu disubsidi dari dana calon jemaah yang belum berangkat. What? Serius. Padahal syarat haji yang utama adalah MAMPU (istitha'ah). Jika disubsidi dari jemaah yang belum berangkat, maka ada kendala fundamental.

Calon jemaah haji memang tidak salah. Ini murni karena salah urus, masalah pengelolaan keuangan haji, termasuk masalah investasi. Simak data-data berikut ini.

Kementrian Agama RI

Biaya haji reguler riil secara ekonomis, misal untuk tahun ini adalah 61,8 juta. Jemaah haji hanya bayar langsung sesuai hasil pembahasan BPIH adalah rata-rata 34.9 juta. 

Kekurangannya, yaitu yang 26.9 juta diambil dari dua sumber: dari nilai manfaat atau imbal hasil setoran awal jemaah yang berangkat tahun ini sebesar 11.9 juta per jemaah. Tidak nutup kan berarti? Diambillah lagi dari dana jemaah haji yang belum berangkat sebesar 15 juta.

Itu berarti investasi yang selama ini dilakukan, termasuk ke Sukuk (baik Sukuk Dana Haji Indonesia/SDHI maupun Project Based Sukuk/PBS) yang salah satunya untuk infrastruktur dalam negeri itu, tidak bisa lagi dipertahankan. Karena terbukti tidak bisa mengakomodir kepentingan jemaah haji.

Praktek pengelolaan keuangan haji oleh Kementerian Agama RI, menurut mereka, terkendala oleh peraturan perundang-undangan, di mana Kementerian Agama RI tidak diberikan kewenangan untuk investasi langsung misal bangun hotel di tanah suci. Maka, dengan terbentuknya BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) sebagai amanat Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji, diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut.

Komponen biaya haji terbesar adalah: tiket penerbangan, pemondokan (hotel), transportasi darat, dan katering. Selama ini, pemondokan haji Indonesia selalu terpencar-pencar. Alasannya dikarenakan jumlah jemaah haji kita banyak bahkan terbanyak sedunia, jadinya mencar-mencar. Jika itu alasannya, seharusnya jumlah yang banyak bisa meningkatkan daya tawar kita di mata pemerintahan Saudi bukan justru melemahkan posisi daya tawarnya.

Solusi dari hal tersebut adalah: tarik semua dana haji dari sukuk (SDHI dan PBS) yang mencapai 40 persen atau lebih dari 35.2 triliun itu, dan arahkan untuk membangun infrastruktur haji di tanah suci (tentang dana haji yang sudah diinvestasikan bisa disimak di link ini).

Dengan demikian, biaya haji bisa lebih murah, jadi tidak ada lagi nanti subsidi-subsidi dari jemaah yang belum berangkat. Bahkan, Indonesia harus mampu membangun "Kota Indonesia" di Arab Saudi, agar pemondokan terpusat di suatu tempat. Dengan diplomasi G2G hal itu sangat mungkin dilakukan. 

Dan, itu bisa digunakan bukan hanya untuk haji tetapi juga untuk umrah. Hal ini mengingat jumlah jemaah umrah Indonesia setiap tahunnya bisa mencapai 1 juta jemaah. Dengan infrastruktur haji dan umrah yang bagus dan dimiliki sendiri permasalahan di atas dapat teratasi.**[harjasaputra]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline