Lihat ke Halaman Asli

Harja Saputra

TERVERIFIKASI

Kisah Cinta Si Pengantin BTN

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1393372962806310117

[caption id="attachment_297424" align="alignnone" width="630" caption="Illustrasi cinta yang tak disetujui orang tua (harjasaputra)"][/caption]

"Pokoknya saya tidak mau mengawinkan Ayu, putri bungsu saya, dengan kamu kecuali disediakan dulu rumah BTN beserta surat-suratnya"

Kata-kata itu terngiang di telinga Ghani, pria asal Lombok Barat, terlontar dari mulut calon mertuanya dua tahun lalu pas ketika akad pernikahan hendak dilakukan. Apa daya, cinta harus terhalang tembok kuat dari campur tangan orang tua. Perkataan ini juga yang memicu "perang dingin" di antara keluarga Ghani dan Ayu sampai saat ini. Pernikahan pun batal karena orang tua Ayu dan saudara-saudaranya tidak mau menjadi wali atas pernikahan mereka.

Kenapa harus rumah BTN? Berawal dari jalinan cinta antara Ghani dan Ayu yang sudah bertekad untuk menikah. Di suatu sore Ghani mengutarakan niatnya pada Ayu, "Ayo kita merarik (kawin lari)". Dalam budaya Lombok, pria yang berani adalah di saat ia bisa menculik wanita. Ini adalah budaya lokal di sana. Entah si calon mertua setuju atau tidak, tetapi ketika pria bisa membawa lari buah hatinya itulah pria sejati.

Ghani mengungkapkan niatnya ketika Ayu berkunjung ke rumah kakaknya di sebuah perumahan BTN di Lombok Barat. Merasa tak percaya, maklum baru kenal beberapa bulan dengan Ghani, Ayu bertanya, "Betul kamu mau merarik? Serius kamu bang?" Ghani pun mengangguk pasti.

Diculiklah Ayu ke rumah orang tua Ghani. Dari sinilah prahara bermula dan drama cinta dimulai. Ibu Ayu tidak terima anaknya diculik. Sebab ia tahu bagaimana sosok Ghani. Di matanya Ghani adalah pemuda urakan: tukang mabuk dan belum punya pekerjaan layak. Keluarga Ayu sangat agamis, sehingga bagi mereka citra pemuda yang suka mabuk sangat aib.

Dibuatlah alasan bagaimana caranya agar Ayu tidak menikah dengan Ghani. Syarat rumah BTN menjadi perisai ampuh sekaligus untuk menyindir Ghani karena telah menculik anaknya dari rumah BTN kakaknya. Ia tahu bahwa Ghani tak mungkin sanggup memenuhi itu.

Ghani menolak syarat itu. Baginya, meskipun ia pemabuk tapi kalau hanya sekadar tanah untuk rumah ia punya, sehingga untuk membangunkan rumah bagi Ayu itu mudah. Ini bukan tentang rumah, ia mencium adanya gelagat ketidaksetujuan buta pada rencana pernikahannya. Mengenai mabuk pun, bukan hanya dirinya semata. Mabuk pada beberapa masyarakat di Lombok sudah menjadi bagian dari upacara adat. Ghani bergeming, tetap pada pendiriannya untuk menikah. Begitu pun Ayu.

Jalan buntu. Antara orang tua Ghani dan Ayu tidak terjalin kesepakatan meskipun sudah dimusyawarahkan oleh Kepala Dusun dan Tuan Guru yang ada di kampung mereka. Sampai dua kali utusan itu datang ke rumah Ghani tapi tetap tak membuahkan hasil.

"Silahkan tanya pada Ayu sendiri. Saya tergantung dia. Jika dia mau kembali ke orang tuanya silahkan. Tidak akan juga menahan-nahan", ucap Ghani.

"Ayu bagaimana sikap kamu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline