1373
Saya memarkir mobil di pinggir jalan, lalu berjalan ke arah Masjid Agung. Suasana jalanan dipenuhi mobil berjejer-jejer dengan hiasan kertas krep warna-warni yang dilekatkan pada sebuah tongkat panjang. Hari ini acara Kirab Dugder. Kirab Dugder adalah ritual khas Kota Semarang menyambut Bulan Suci Ramadhan.
Kirab dipimpin langsung oleh Bapak Walikota, dimulai dari Balaikota menuju ke Masjid Kauman dan diteruskan ke Masjid Agung. Salah satu yang dikirab adalah 'Warak' yang bertubuh seperti kambing tapi berkepala seperti naga dengan tubuh dihiasi kertas krep warna-warni. Warak menjadi perlambang akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa di Kota Semarang.
Saya bersama dua orang teman datang ke acara Dugder ini. Kami menikmati suasana keramaian yang tercipta, keindahan Masjid Agung yang didesain menyerupai Masjidil Haram dengan tembok raksasa melengkung setengah lingkaran dipercantik dengan payung-payung raksasa di pelataran, bertemu dan bersilaturahmi dengan teman-teman, serta berfotoria dengan peserta kirab yang memakai hiasan kepala yang dipenuhi bulu-bulu panjang serta lonceng-lonceng kecil di kedua kakinya. Setiap kali kakinya bergerak, terdengar bunyi gemerincing.
"Penari Dayakan ya, Mbak?" Saya bertanya.
Si Mbak mengangguk. Matanya besar berkilau. Ditambah aksen eye-shadow, matanya terlihat mempesona.
"Dandan sejak jam berapa, Mbak?"
"Jam sebelas," sahutnya sambil tersenyum. Giginya rapi, senyumnya manis sekali.
"Asalnya dari mana, Mbak?"
"Temanggung..."
"Temanggung???